Biaya Kuliah Murah Diminta Ditunda
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) mengevaluasi Uang Kuliah Tunggal (UKT). Sayangnya evaluasi ini membuat bingung perguruan tinggi negeri (PTN) mengenai biaya kuliah yang akan diterapkan tahun ini.
Menristek Dikti M Nasir mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 01/M/SE/V/2015 tentang Evaluasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 20 Mei lalu.
Surat ditujukan kepada pemimpin PTN di lingkungan Kemenristek Dikti, Koordinator Kopertis 1-XIV dan pimpinan perguruan tinggi di kementerian/lembaga lain.
Salah satu isinya penundaan implementasi Permendikbud No 55/2013 tentang UKT. Namun UKT untuk mahasiswa PTN Kemenristek Dikti tetap akan melindungi mahasiswa kurang mampu paling sedikit 20 % dari mahasiswa baru. UKT yang ditanggung oleh 80 % mahasiswa baru yang mampu secara ekonomi disesuaikan dengan kemampuan ekonomi orangtua mahasiswa.
Mantan Mendikbud Mohammad Nuh menyampaikan, SE itu membingungkan para rektor PTN. Sebab jika UKT dimoratorium maka standar biaya kuliah mana yang akan dipakai bagi mahasiswa baru. Sebab SE itu tidak memberikan keterangan tentang uang kuliah baru.
Selain itu rektor pun resah karena SE itu dikeluarkan pada pertengahan tahun. Padahal saat ini sudah memasuki daftar ulang bagi mahasiswa yang lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
“SE ini terlalu reaktif menanggapi keberatan UKT. Padahal implementasi di lapangan membuat bingung para rektor tentang standar biaya pendidikan mana yang dikenakan bagi mahasiswa baru,” katanya di Jakarta, Rabu (27/5/2015).
Dosen ITS ini menjelaskan, para pemimpin PTN itu sudah menyusun biaya pendidikan tahun ajaran 2015 ini sejak 2014 lalu. Jika mesti dirombak lagi susunan standar biaya itu maka prosesnya akan mengganggu penerimaan mahasiswa baru karena memerlukan waktu lama.
Dia berpendapat, jika memang pemerintah ingin mengubah UKT seharusnya dilakukan tidak mepet dengan jadwal penerimaan mahasiswa baru. Atau jika ingin memaksakan moratorium UKT masa waktunya jangan tahun ini melainkan di masa ajaran tahun depan sehingga PTN bisa beradaptasi dulu.
Nuh menyampaikan, SE itu dasar hukumnya tidak sekuat Permendikbud. Sehingga para rektor tetap akan memakai UKT bagi mahasiswa baru.
“Sekarang yang bawah (rektor) pilihannya dua, menunda atau jalan terus. Kebanyakan jalan terus karena sudah terlanjur. Apalagi surat edaran itu tidak bisa dipakai sebagai dasar hukum. UKT dulu itu kan pakai Permen dan surat edaran itu bukan produk hukum,” ungkapnya.
Diketahui, UKT diluncurkan pada masa Mohammad Nuh 2013 lalu. Sesuai dengan UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi dengan tujuan membuat biaya kuliah murah sehingga pendidikan tinggi bisa diakses oleh seluruh kalangan.
UKT terbagi atas beberapa tingkat dengan tingkatan pertama mahasiswa boleh membayar uang kuliah maksimal Rp500 ribu untuk segala jurusan. Lalu tingkatan kedua mahasiswa hanya bayar maksimal Rp1 juta juga untuk semua program studi.
Rektor Universitas Andalas (Unand) Wery Darta Taifur mengakui surat edaran Menristek Dikti itu menyusahkan sistem biaya kuliah. Apalagi program UKT ini baru saja berjalan stabil setelah masa adaptasi beberapa tahun sebelumnya.
Jika sekarang diubah lagi maka kampus pun memerlukan waktu lagi dalam penyesuaian anggaran di fakultas. Dia juga menuturkan, surat edaran itu ditentukan secara sepihak tanpa ada pembahasan dulu dengan para rektor.
“Kalau saya pribadi akan menyusahkan (surat edaran). Saya sendiri kan baru stabil (menjalankan UKT). Sekarang diubah lagi dan akan berakibat pada penyesuaian anggaran,” ungkapnya.
Sekretaris Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) ini menambahkan, sebaiknya penundaan implementasi UKT ini dilakukan pada tahun ajaran baru 2016 saja. Sehingga penyesuaian anggaran kuliah bisa disiapkan lebih awal.
Jangan seperti sekarang, ujarnya, ada permohonan penangguhan namun tidak jelas bagaimana pelaksanan dilapangannya. Wery menerangkan, pihaknya akan menerapkan uang kuliah dengan mekanisme yang sama seperti tahun kemarin.(ico)
Menristek Dikti M Nasir mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 01/M/SE/V/2015 tentang Evaluasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 20 Mei lalu.
Surat ditujukan kepada pemimpin PTN di lingkungan Kemenristek Dikti, Koordinator Kopertis 1-XIV dan pimpinan perguruan tinggi di kementerian/lembaga lain.
Salah satu isinya penundaan implementasi Permendikbud No 55/2013 tentang UKT. Namun UKT untuk mahasiswa PTN Kemenristek Dikti tetap akan melindungi mahasiswa kurang mampu paling sedikit 20 % dari mahasiswa baru. UKT yang ditanggung oleh 80 % mahasiswa baru yang mampu secara ekonomi disesuaikan dengan kemampuan ekonomi orangtua mahasiswa.
Mantan Mendikbud Mohammad Nuh menyampaikan, SE itu membingungkan para rektor PTN. Sebab jika UKT dimoratorium maka standar biaya kuliah mana yang akan dipakai bagi mahasiswa baru. Sebab SE itu tidak memberikan keterangan tentang uang kuliah baru.
Selain itu rektor pun resah karena SE itu dikeluarkan pada pertengahan tahun. Padahal saat ini sudah memasuki daftar ulang bagi mahasiswa yang lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
“SE ini terlalu reaktif menanggapi keberatan UKT. Padahal implementasi di lapangan membuat bingung para rektor tentang standar biaya pendidikan mana yang dikenakan bagi mahasiswa baru,” katanya di Jakarta, Rabu (27/5/2015).
Dosen ITS ini menjelaskan, para pemimpin PTN itu sudah menyusun biaya pendidikan tahun ajaran 2015 ini sejak 2014 lalu. Jika mesti dirombak lagi susunan standar biaya itu maka prosesnya akan mengganggu penerimaan mahasiswa baru karena memerlukan waktu lama.
Dia berpendapat, jika memang pemerintah ingin mengubah UKT seharusnya dilakukan tidak mepet dengan jadwal penerimaan mahasiswa baru. Atau jika ingin memaksakan moratorium UKT masa waktunya jangan tahun ini melainkan di masa ajaran tahun depan sehingga PTN bisa beradaptasi dulu.
Nuh menyampaikan, SE itu dasar hukumnya tidak sekuat Permendikbud. Sehingga para rektor tetap akan memakai UKT bagi mahasiswa baru.
“Sekarang yang bawah (rektor) pilihannya dua, menunda atau jalan terus. Kebanyakan jalan terus karena sudah terlanjur. Apalagi surat edaran itu tidak bisa dipakai sebagai dasar hukum. UKT dulu itu kan pakai Permen dan surat edaran itu bukan produk hukum,” ungkapnya.
Diketahui, UKT diluncurkan pada masa Mohammad Nuh 2013 lalu. Sesuai dengan UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi dengan tujuan membuat biaya kuliah murah sehingga pendidikan tinggi bisa diakses oleh seluruh kalangan.
UKT terbagi atas beberapa tingkat dengan tingkatan pertama mahasiswa boleh membayar uang kuliah maksimal Rp500 ribu untuk segala jurusan. Lalu tingkatan kedua mahasiswa hanya bayar maksimal Rp1 juta juga untuk semua program studi.
Rektor Universitas Andalas (Unand) Wery Darta Taifur mengakui surat edaran Menristek Dikti itu menyusahkan sistem biaya kuliah. Apalagi program UKT ini baru saja berjalan stabil setelah masa adaptasi beberapa tahun sebelumnya.
Jika sekarang diubah lagi maka kampus pun memerlukan waktu lagi dalam penyesuaian anggaran di fakultas. Dia juga menuturkan, surat edaran itu ditentukan secara sepihak tanpa ada pembahasan dulu dengan para rektor.
“Kalau saya pribadi akan menyusahkan (surat edaran). Saya sendiri kan baru stabil (menjalankan UKT). Sekarang diubah lagi dan akan berakibat pada penyesuaian anggaran,” ungkapnya.
Sekretaris Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) ini menambahkan, sebaiknya penundaan implementasi UKT ini dilakukan pada tahun ajaran baru 2016 saja. Sehingga penyesuaian anggaran kuliah bisa disiapkan lebih awal.
Jangan seperti sekarang, ujarnya, ada permohonan penangguhan namun tidak jelas bagaimana pelaksanan dilapangannya. Wery menerangkan, pihaknya akan menerapkan uang kuliah dengan mekanisme yang sama seperti tahun kemarin.(ico)
(kur)