Full Day School Harus Pertimbangkan Dampak Sosial dan Budaya
A
A
A
DEPOK - Wakil Rektor Universitas Indonesia (UI) Bambang Wibawarta menilai wacana program full day school positif untuk dilaksanakan, asalkan seluruh masyarakat sudah siap.
Keberagaman masyarakat akan membuat program ini membutuhkan jalan panjang untuk didiskusikan. Bambang menyebutkan, banyak hal yang bakal menjadi kendala dan pertimbangan terhadap program ini.
“Yang jelas harus mempertimbangkan dampak sosial dan budaya, karena masyarakat kita sangat beragam sekali. Misalnya masalah waktu, ada sekolah yang dipakai pagi, lalu sorenya beda. Ada anak yang bekerja membantu orangtua di sawah, pagi sekolah lalu sore bantu keluarganya,” kata Bambang di Depok, Selasa 16 Agustus 2016.
Bambang menjelaskan, belum lagi masalah fasilitas, kinerja guru, hingga anggaran. Ia meminta agar gagasan ini dipertimbangkan lebih matang.
“Akan tambah jumlah guru misalnya, tentu akan pengaruhi anggaran. Diskusikan ini untuk kebaikan, meminimalkan dampak yang negatif di masyarakat. Range Indonesia yang luas butuh perhatian satu-satu, enggak mungkin perhatian hanya untuk siswa di kota, tentu di desa harus diperhatikan dengan segala keterbatasan,” katanya.
Menurut Bambang, memang selama ini sudah banyak sekolah swasta yang memberlakukan sistem full day school. Namun, lanjutnya, saat mendaftar para siswa sudah mengetahui soal aturan tersebut, tidak tiba-tiba diberlakukan.
“Dilakukan di kota besar sudah full day school, tapi kan dari awal sudah tahu bahwa mereka akan sekolah sampai sore saaat daftar. Bukan tiba-tiba saat ini atau semester depan," ucapnya.
"Kita belum siap tentu saja perlu pemikiran lebih jauh, pemikiran matang. Didiskusikan dulu undang pakar pendidikan, pakar budaya dan sosial. Gagasan ini baik jika kita siap,” tutup Bambang.
Keberagaman masyarakat akan membuat program ini membutuhkan jalan panjang untuk didiskusikan. Bambang menyebutkan, banyak hal yang bakal menjadi kendala dan pertimbangan terhadap program ini.
“Yang jelas harus mempertimbangkan dampak sosial dan budaya, karena masyarakat kita sangat beragam sekali. Misalnya masalah waktu, ada sekolah yang dipakai pagi, lalu sorenya beda. Ada anak yang bekerja membantu orangtua di sawah, pagi sekolah lalu sore bantu keluarganya,” kata Bambang di Depok, Selasa 16 Agustus 2016.
Bambang menjelaskan, belum lagi masalah fasilitas, kinerja guru, hingga anggaran. Ia meminta agar gagasan ini dipertimbangkan lebih matang.
“Akan tambah jumlah guru misalnya, tentu akan pengaruhi anggaran. Diskusikan ini untuk kebaikan, meminimalkan dampak yang negatif di masyarakat. Range Indonesia yang luas butuh perhatian satu-satu, enggak mungkin perhatian hanya untuk siswa di kota, tentu di desa harus diperhatikan dengan segala keterbatasan,” katanya.
Menurut Bambang, memang selama ini sudah banyak sekolah swasta yang memberlakukan sistem full day school. Namun, lanjutnya, saat mendaftar para siswa sudah mengetahui soal aturan tersebut, tidak tiba-tiba diberlakukan.
“Dilakukan di kota besar sudah full day school, tapi kan dari awal sudah tahu bahwa mereka akan sekolah sampai sore saaat daftar. Bukan tiba-tiba saat ini atau semester depan," ucapnya.
"Kita belum siap tentu saja perlu pemikiran lebih jauh, pemikiran matang. Didiskusikan dulu undang pakar pendidikan, pakar budaya dan sosial. Gagasan ini baik jika kita siap,” tutup Bambang.
(maf)