PPP Tolak Kebijakan Waktu Sekolah 5 Hari Sepekan
A
A
A
JAKARTA - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menolak kebijakan pemerintah terkait waktu sekolah selama lima hari dalam sepekan. Kebijakan itu dinilai akan menimbulkan kegaduhan baru.
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP, Arwani Thomafi berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadji Effendy membatalkan kebijakan tersebut. Pemerintah, kata dia seharusnya lebih memikirkan kebijakan agar semua masyarakat bisa mendapatkan pendidikan.
"Kebutuhan untuk mereformasi dunia pendidikan kita saat ini bukan mengubah jam belajar siswa," ujar Arwani dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Minggu (11/6/2017).
Dia menilai sistem dan proses belajar-mengajar yang sekarang sudah berjalan dengan baik. Selain itu, lanjut dia, pengayaan jam pelajaran di luar sekolah melalui kursus, pengajian, madrasah diniyyah dan sebagainya juga dinilai sudah berjalan dengan baik. (Baca: Sabtu Libur, Waktu Belajar Siswa Ditambah Jadi 8 Jam Sehari)
Sa
"Kebijakan perubahan jam sekolah itu dirasa jauh dari rasa keadilan, tidak memahami kearifan lokal serta tidak menghargai sejarah keberadaan lembaga pendidikan di masyarakat yang sudah berkembang dan berlangsung jauh sebelum kemerdekaan," ucapnya.
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP, Arwani Thomafi berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadji Effendy membatalkan kebijakan tersebut. Pemerintah, kata dia seharusnya lebih memikirkan kebijakan agar semua masyarakat bisa mendapatkan pendidikan.
"Kebutuhan untuk mereformasi dunia pendidikan kita saat ini bukan mengubah jam belajar siswa," ujar Arwani dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Minggu (11/6/2017).
Dia menilai sistem dan proses belajar-mengajar yang sekarang sudah berjalan dengan baik. Selain itu, lanjut dia, pengayaan jam pelajaran di luar sekolah melalui kursus, pengajian, madrasah diniyyah dan sebagainya juga dinilai sudah berjalan dengan baik. (Baca: Sabtu Libur, Waktu Belajar Siswa Ditambah Jadi 8 Jam Sehari)
Sa
"Kebijakan perubahan jam sekolah itu dirasa jauh dari rasa keadilan, tidak memahami kearifan lokal serta tidak menghargai sejarah keberadaan lembaga pendidikan di masyarakat yang sudah berkembang dan berlangsung jauh sebelum kemerdekaan," ucapnya.
(kur)