Full Day School Potensial Meningkatkan Intoleran dan Radikalisme

Senin, 07 Agustus 2017 - 16:45 WIB
Full Day School Potensial...
Full Day School Potensial Meningkatkan Intoleran dan Radikalisme
A A A
JAKARTA - Sejumlah pihak mengkhawatirkan dampak negatif dari pelaksanaan sekolah lima hari atau full day school (FDS) yang diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Salah satunya disampaikan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang hukum Robikin Emhas yang menilai FDS berpotensi meningkatkan intoleran serta radikalisme dimasyarakat.

“Tesis kami di PBNU justru akan memberikan kontribusi kemerosotan bangsa,” ujar Robikin saat menjadi pembicara diskusi Halaqah Kebangsaan yang digelar Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) bertema “Peran Strategis Madrasah Diniyah Dalam Membangun Karakter Bangsa” di Jakarta (7/8/2017).

Pemikirannya didasari berkurangnya jam pengajaran bagi siswa yang menempuh pendidikan di sekolah madrasah maupun pesantren setelah diberlakukannya FDS. Padahal, sekolah madrasah dan pesantren sejak dulu telah menerapkan sekolah tambahan berbasis keagamaan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman siswa akan kebangsaan.

“Pontensi radikalisme melambung tapi jumlah yang dihasilkan madrasah diniyah berkurang, maka akan berbahaya bagi bangsa,” ucap Robikin.

Menurut Robikin, saat ini setidaknya ada 6 juta anak didik yang terpapar pengaruh intoleran atau pemikiran radikal. Situasi ini menurut dia harus segera ditangani mengingat dalam beberapa tahun ke depan, anak-anak tersebut akan tumbuh dan membaur dengan masyarakat atau muncul sebagai pemimpin bangsa.

“Kalau kemudian potensi ini terus dikembangkan dan dipelihara sementara produksi anak bangsa yang memiliki karakter kebangsaan tidak ada, maka sama saja negara mempercepat tumbuhnya intoleran serta radikalisme ini,” tambah Robikin.

Robikin menambahkan, madrasah maupun pesantren telah terbukti menumbuhkan Islam moderat di Indonesia. Islam yang menurut dia berbeda menerima perbedaan dan selalu mengedepankan perdamaian.

“Berbeda dengan islam di Timur Tengah, padahal dari segi etnis, bahasa tidak semulti di Indonesia, relatif tidak homogen. Tapi kenapa pertentangan antar kelompok disana sangat besar karena tidak mengedepankan islam wasatiyah,” ucap Robikin.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0870 seconds (0.1#10.140)