DPR Nilai Pendidikan Agama Sejak Dini Sangat Penting
A
A
A
JAKARTA - Pemahaman keagamaan seseorang harus diperkuat untuk mengurangi tingginya tingkat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, karena salah satunya penyebabnya ialah salah pergaulan.
Hal itu dikatakan oleh Ketua tim Kunjungan Kerja Panja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) Komisi VIII DPR Abdul Malik Haramain dalam diskusi terkait RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dengan Dinas Sosial, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak, LSM dan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Di Aula Kantor Gubernur Jawa Timur, Surabaya, Jumat (20/10/2017).
"Harus ada cara pencegahan agar hal tersebut tidak terulang lagi dan memakan korban. Pertama regulasi yang diperkuat serta adanya perbaikan jangka panjang yang harus diperhatikan yaitu pendidikan agama," kata Abdul Malik.
Pasalnya kata Abdul Malik, dari data Pusat Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Provinsi (PPT-KKTPA) Jawa Timur, menunjukkan tidak adanya perubahan yang signifikan terhadap kasus kekerasan seksual. Pada tahun 2013 ada 399 kasus, tahun 2014 ada 349 kasus, tahun 2015 ada 625 kasus dan pada tahun 2016 terdapat 426 kasus.
Selain itu, terdapat beberapa jenis kekerasan yang ditemukan antara lain kekerasan fisik, psikis, perkosaan, pencabulan, sodomi, trafficking. Dari banyaknya kasus tersebut yang paling banyak dialami oleh anak dan perempuan adalah perkosaan dan pencabulan.
Hal ini juga menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi nomor satu yang memiliki kekerasan seksual secara nasional. "Anak harus diajarkan adab memandang lawan jenis, berilah pengertian mengenai adab beragama dalam memandang lawan jenis sehingga anak dapat mengetahui hal-hal yang baik dan buruk," tegasnya.
Atas dasar itu, Komisi VIII DPR meminta perhatian khusus kepada aparat pemerintah seperti Bupati, Walikota dan Polisi untuk lebih serius menangani kasus ini.
"Dengan adanya UU ini nanti kami berharap polisi makin kuat dan tegas dalam penegakan hukum sehngga dapat meminimalisir kasus kekerasan seksual," pungkas legislator dari F-PKB.
Dalam kesempatan itu, Asisten Sekda Jatim Abdul Hamid meminta kepada DPR untuk memasukkan beberapa poin penting kedalam RUU nanti. Pertama kepastian regulasi yang jelas, kedua sosialisasi pemakaian gadget yang bermanfaat dan ketiga bagaimana model rehabilitasi bagi pelaku kekerasan tersebut
"Dengan adanya RUU ini nanti warga negara khususnya perempuan serta anak-anak akan mendapat rasa aman, perlindungan dari kekerasan dan berhak untuk bebas dari perlakuan seksual yang merendahkan martabat manusia," tandas Abdul Malik.
Hal itu dikatakan oleh Ketua tim Kunjungan Kerja Panja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) Komisi VIII DPR Abdul Malik Haramain dalam diskusi terkait RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dengan Dinas Sosial, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak, LSM dan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Di Aula Kantor Gubernur Jawa Timur, Surabaya, Jumat (20/10/2017).
"Harus ada cara pencegahan agar hal tersebut tidak terulang lagi dan memakan korban. Pertama regulasi yang diperkuat serta adanya perbaikan jangka panjang yang harus diperhatikan yaitu pendidikan agama," kata Abdul Malik.
Pasalnya kata Abdul Malik, dari data Pusat Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Provinsi (PPT-KKTPA) Jawa Timur, menunjukkan tidak adanya perubahan yang signifikan terhadap kasus kekerasan seksual. Pada tahun 2013 ada 399 kasus, tahun 2014 ada 349 kasus, tahun 2015 ada 625 kasus dan pada tahun 2016 terdapat 426 kasus.
Selain itu, terdapat beberapa jenis kekerasan yang ditemukan antara lain kekerasan fisik, psikis, perkosaan, pencabulan, sodomi, trafficking. Dari banyaknya kasus tersebut yang paling banyak dialami oleh anak dan perempuan adalah perkosaan dan pencabulan.
Hal ini juga menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi nomor satu yang memiliki kekerasan seksual secara nasional. "Anak harus diajarkan adab memandang lawan jenis, berilah pengertian mengenai adab beragama dalam memandang lawan jenis sehingga anak dapat mengetahui hal-hal yang baik dan buruk," tegasnya.
Atas dasar itu, Komisi VIII DPR meminta perhatian khusus kepada aparat pemerintah seperti Bupati, Walikota dan Polisi untuk lebih serius menangani kasus ini.
"Dengan adanya UU ini nanti kami berharap polisi makin kuat dan tegas dalam penegakan hukum sehngga dapat meminimalisir kasus kekerasan seksual," pungkas legislator dari F-PKB.
Dalam kesempatan itu, Asisten Sekda Jatim Abdul Hamid meminta kepada DPR untuk memasukkan beberapa poin penting kedalam RUU nanti. Pertama kepastian regulasi yang jelas, kedua sosialisasi pemakaian gadget yang bermanfaat dan ketiga bagaimana model rehabilitasi bagi pelaku kekerasan tersebut
"Dengan adanya RUU ini nanti warga negara khususnya perempuan serta anak-anak akan mendapat rasa aman, perlindungan dari kekerasan dan berhak untuk bebas dari perlakuan seksual yang merendahkan martabat manusia," tandas Abdul Malik.
(maf)