ITS Siapkan Kapal Pengawas Obat dan Makanan untuk BPOM

Sabtu, 20 Januari 2018 - 10:33 WIB
ITS Siapkan Kapal Pengawas...
ITS Siapkan Kapal Pengawas Obat dan Makanan untuk BPOM
A A A
SURABAYA - Pengawasan obat dan makanan ilegal di lautan masih terbatas. Untuk memaksimalkan pengawasan itu, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menyiapkan kapal khusus yang bisa dipakai oleh petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Kepala BPOM RI Penny Kusumastuti Lukito menuturkan, saat ini ITS sedang mengembangkan kapal yang siap membantu BPOM dalam menjalankan tugasnya di seluruh wilayah Indonesia. Kehadiran kapal khusus untuk melakukan pengawasan bisa mencegah peredaran obat dan makanan ilegal.

"Kapal yang dikembangkan ITS ini nantinya digunakan membantu dalam mengawasi pengiriman obat dan makanan di daerah perbatasan," kata Penny ketika ditemui di sela-sela penandatanganan nota kesepahaman (MoU) di Rektorat ITS, Jumat (19/1/2018).

Ia melanjutkan, kapal buatan ITS diharapkan bisa mengantisipasi adanya barang yang illegal atau tidak ada jaminan keamanannya bagi masyarakat. Selama ini area laut dan perbatasan kurang menjadi perhatian karena keterbatasan kapal.

Dengan adanya kerja sama ini, katanya, bisa memperkuat penanganan permasalahan dan tantangan yang dihadapi BPOM dalam pengawasan mutu obat dan pangan masyarakat Indonesia.

"BPOM terus menjalin kemitraan dengan berbagai instansi masyarakat, salah satunya adalah perguruan tinggi yang menjadi pusat pengetahuan dan pengembangan teknologi," ujarnya.

Nantinya, riset-riset yang dikembangkan oleh ITS digunakan untuk membantu BPOM dalam melaksanakan kinerjanya. Salah satunya di ITS terdapat Pusat Kajian Halal yang menjadi daya tarik BPOM.

Rektor ITS Prof Joni Hermana menyambut baik ajakan kerja sama ini. Apalagi hal ini juga sangat erat kaitannya dengan adanya Pusat Kajian Halal di ITS.

Ia juga sempat memaparkan bahwa Indonesia sebagai negara dengan penduduk yang sebagian besar beragama Islam, status kehalalan makanan masih belum jelas. Hal ini berbeda jauh jika dibandingkan dengan negara yang justru mayoritas penduduknya nonmuslim seperti Australia dan Singapura.

"Selain itu, jika dibandingkan dengan Turki, harga obat di Indonesia ini bisa tiga kali lipat lebih mahal dikarenakan terlalu banyak agen yang dilewati sebelum jatuh ke tangan konsumen terakhir," ujar Guru Besar Teknik Lingkungan ITS ini.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7563 seconds (0.1#10.140)