ITS Jadi Jawara ITB Civil Engineering Expo
A
A
A
SURABAYA - Persoalan distribusi pangan di berbagai pulau masih menjadi pekerjaan rumah yang belum tuntas di Indonesia.
Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menciptakan sistem bernama I-LOG yang mampu menyatukan sistem logistik, transportasi laut, dan mengembangkan pelabuhan di Indonesia Timur.
Sistem terpadu di sektor pangan yang dibuat empat mahasiswa ITS dari Departemen Teknik Infrastruktur Sipil dan Transportasi Laut mengantarkannya menjadi juara pada kompetisi ITB Civil Engineering Expo (ICEE).
Empat mahasiswa tersebut menggunakan nama tim 945-WT. Ketua tim tersebut, Mujaddid Ma’ruf menuturkan, pihaknya sengaja mengangkat konsep pemecahan masalah perbedaan harga beras di Indonesia, khususnya di Papua.
Tingginya perbedaan harga beras di Provinsi Papua yang mencapai 32% diiringi dengan permintaan beras yang meningkat setiap tahun menjadi modal utamanya untuk membangun sistem I-LOG.
“Sistem baru yang kami ciptakan ini terkait efisiensi penyaluran beras untuk daerah di Papua,” ujar Mujaddid, Senin (29/1/2018).
Dia melanjutkan, penerapan I-LOG bisa menghemat sistem logistik serta transportasi laut yang selama ini menjadi beban paling tinggi.
Untuk sistem logistik, pihaknya dibantu tim bimbingan Achmad Mustakim dan Hafiizh Imaddudin yang membuat rute paling efektif, yakni diambil dari tol laut Pelni.
Rute pertama, katanya, dari Pelabuhan Tanjung Perak ke Sorong, kemudian dari Tanjung Perak ke Jayapura dan yang terakhir dari Tanjung Perak ke Merauke.
”Pemilihan ketiga pelabuhan ini karena sudah adanya trans Papua yang menghubungkan ketiganya melalui jalur darat,” ucap mahasiswa Diploma 3 Teknik Infrastruktur Sipil tersebut.
Tim yang mendapat juara pada kategori Call for Paper (CFP) dengan tema Inovasi Pengembangan Sistem dan Infrastruktur Transportasi Laut dalam Menunjang Sistem Logistik di Indonesia ini juga melakukan inovasi di bidang transportasi laut.
Salah satunya membangun sebuah kapal yang optimal dengan beban berguna yang dapat diangkut sebesar 500 twenty-foot equivalent (TEUs) dan beban kapal sebesar 10.000 deadweight tonnage (DWT).
“Kita juga memodifikasi dermaga di panjang tambatan dan perluasan depo peti kemas, sehingga dapat ditambati oleh kapal yang direncanakan tadi,” sambung Mujaddid.
Saat ditanya mengapa memilih komoditas beras, Mujaddid menjelaskan meskipun di Papua terdapat banyak sagu namun kebanyakan penduduknya berasal dari daerah di luar Papua yang terbiasa menjadikan beras sebagai makanan utama.
Kondisi itu membuat permintaan beras menjadi tinggi dan subsidi beras belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan dan hanya mampu memenuhi sebanyak 24% dari total permintaan.
“Dengan cara itu, kami ingin mengurangi perbedaan harga beras dari 32% menjadi 6%,” tuturnya.
Habibur Rohman, salah satu anggota tim 945-WT mengatakan, dalam kompetisi ini tim ITS berhasil mengungguli tim-tim dari ITB sebagai tuan rumah yang harus puas menduduki juara II, III, dan IV.
Dari kelima finalis yang lolos, ITS satu-satunya tim dari luar tuan rumah ITB yang mendominasi dengan meloloskan empat tim.
Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menciptakan sistem bernama I-LOG yang mampu menyatukan sistem logistik, transportasi laut, dan mengembangkan pelabuhan di Indonesia Timur.
Sistem terpadu di sektor pangan yang dibuat empat mahasiswa ITS dari Departemen Teknik Infrastruktur Sipil dan Transportasi Laut mengantarkannya menjadi juara pada kompetisi ITB Civil Engineering Expo (ICEE).
Empat mahasiswa tersebut menggunakan nama tim 945-WT. Ketua tim tersebut, Mujaddid Ma’ruf menuturkan, pihaknya sengaja mengangkat konsep pemecahan masalah perbedaan harga beras di Indonesia, khususnya di Papua.
Tingginya perbedaan harga beras di Provinsi Papua yang mencapai 32% diiringi dengan permintaan beras yang meningkat setiap tahun menjadi modal utamanya untuk membangun sistem I-LOG.
“Sistem baru yang kami ciptakan ini terkait efisiensi penyaluran beras untuk daerah di Papua,” ujar Mujaddid, Senin (29/1/2018).
Dia melanjutkan, penerapan I-LOG bisa menghemat sistem logistik serta transportasi laut yang selama ini menjadi beban paling tinggi.
Untuk sistem logistik, pihaknya dibantu tim bimbingan Achmad Mustakim dan Hafiizh Imaddudin yang membuat rute paling efektif, yakni diambil dari tol laut Pelni.
Rute pertama, katanya, dari Pelabuhan Tanjung Perak ke Sorong, kemudian dari Tanjung Perak ke Jayapura dan yang terakhir dari Tanjung Perak ke Merauke.
”Pemilihan ketiga pelabuhan ini karena sudah adanya trans Papua yang menghubungkan ketiganya melalui jalur darat,” ucap mahasiswa Diploma 3 Teknik Infrastruktur Sipil tersebut.
Tim yang mendapat juara pada kategori Call for Paper (CFP) dengan tema Inovasi Pengembangan Sistem dan Infrastruktur Transportasi Laut dalam Menunjang Sistem Logistik di Indonesia ini juga melakukan inovasi di bidang transportasi laut.
Salah satunya membangun sebuah kapal yang optimal dengan beban berguna yang dapat diangkut sebesar 500 twenty-foot equivalent (TEUs) dan beban kapal sebesar 10.000 deadweight tonnage (DWT).
“Kita juga memodifikasi dermaga di panjang tambatan dan perluasan depo peti kemas, sehingga dapat ditambati oleh kapal yang direncanakan tadi,” sambung Mujaddid.
Saat ditanya mengapa memilih komoditas beras, Mujaddid menjelaskan meskipun di Papua terdapat banyak sagu namun kebanyakan penduduknya berasal dari daerah di luar Papua yang terbiasa menjadikan beras sebagai makanan utama.
Kondisi itu membuat permintaan beras menjadi tinggi dan subsidi beras belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan dan hanya mampu memenuhi sebanyak 24% dari total permintaan.
“Dengan cara itu, kami ingin mengurangi perbedaan harga beras dari 32% menjadi 6%,” tuturnya.
Habibur Rohman, salah satu anggota tim 945-WT mengatakan, dalam kompetisi ini tim ITS berhasil mengungguli tim-tim dari ITB sebagai tuan rumah yang harus puas menduduki juara II, III, dan IV.
Dari kelima finalis yang lolos, ITS satu-satunya tim dari luar tuan rumah ITB yang mendominasi dengan meloloskan empat tim.
(dam)