Publikasi Ilmiah Indonesia Terbanyak Kedua di ASEAN

Kamis, 12 April 2018 - 13:26 WIB
Publikasi Ilmiah Indonesia Terbanyak Kedua di ASEAN
Publikasi Ilmiah Indonesia Terbanyak Kedua di ASEAN
A A A
JAKARTA - Jumlah publikasi ilmiah Indonesia semakin baik. Saat ini publikasi internasional Indonesia berada di peringkat dua dan berhasil menggeser Singapura.

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek-Dikti) Mohammad Nasir mengungkapkan prestasi para ilmuwan Indonesia tersebut di kantornya, Jakarta, kemarin. "Indonesia per 3 April sudah mengungguli Singapura," katanya.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, jumlah publikasi ilmiah Indonesia terindeks Scopus per 6 April 2018 berhasil melampaui Singapura dan Thailand. Adapun jumlah publikasi ilmiah internasional Indonesia sebanyak 5.125 buah, Singapura dan Thailand masing-masing 4.948 dan 3.741 buah. Sementara itu, Malaysia unggul dengan berhasil mengumpulkan 5.999 publikasi ilmiah.

Mantan rektor Universitas Diponegoro ini menjelaskan pencapaian ini sangat bagus bagi nama Indonesia, khususnya dalam dunia penelitian. Namun, dia mengingatkan bahwa kuantitas publikasi ilmiah internasional bangsa ini harus berbanding lurus dengan kualitasnya. Meski jumlah publikasinya meningkat drastis, sitasi atau daftar pustaka dari sebuah publikasi yang dikutip oleh orang lain masih rendah.

“Ini merupakan pencapaian yang sangat bagus bagi Indonesia. Namun permasalahannya, jumlah publikasinya meningkat drastis, tapi sitasinya menurun. Untuk itu, kualitas dari jurnal-jurnal yang ada di Indonesia harus didorong terus agar makin baik," ungkapnya.

Kualitas sebuah publikasi ilmiah memang dilihat dari indeks sitasinya. Semakin banyak peneliti lain yang mengutip publikasi ilmiah itu, memang bagus publikasi itu dibuat dari sebuah proses riset yang terhormat. Karena itu, dengan adanya momentum ini, Nasir mengingatkan kepada para akademisi dan peneliti agar tidak hanya mengejar kuantitas, tetapi juga harus mempertahankan kualitas publikasinya itu.

Di sisi lain, Menristek-Dikti mengingatkan bahwa publikasi yang dibuat juga harus bermanfaat atau berdampak langsung pada kehidupan masyarakat. Karena itu, pemerintah mendorong hasil riset yang bisa aplikatif langsung di masyarakat melalui program Pengabdian Masyarakat.

“Pada tahun ini, program-program seperti itu dilakukan di berbagai tempat dengan berbagai skema sebanyak 2.000-an lebih. Semoga program-program tersebut semakin mendapat perhatian kita bersama,” imbuh Nasir.

Dia menjelaskan, tren publikasi internasional ini meningkat karena banyak dukungan yang telah diberikan pemerintah. Salah satunya adalah adanya Permenristek-Dikti No 20/2017 tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor. Ada pula Permenristek-Dikti No 44/2015 yang mendorong mahasiswa strata dua (S-2) dan S-3 mampu menghasilkan publikasi yang terindeks global.

Terkait produktivitas profesor dalam membuat publikasi ilmiah internasional, Nasir mengungkapkan bahwa profesor tidak diwajibkan memuat publikasi di jurnal publikasi Scopus saja. Dia mencontohkan, tulisan bisa juga dikirim ke Thomson Reuters dan Emerald.

Anggota Komisi X DPR Arzetti Bilbina berpendapat, untuk memacu produktivitas karya ilmiah maka pemerintah harus lebih banyak menyiapkan jurnal nasional yang terakreditasi, sebab saat ini jumlah jurnal nasional yang terakreditasi sangat terbatas. Arzetti mengungkapkan, jika untuk masuk jurnal terakreditasi di Indonesia saja sudah cukup sulit maka bagaimana dengan jurnal internasional. Karena itu, katanya, perlu ada solusi yang menyeluruh terkait masalah tersebut.

Sementara itu, pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina Totok Amin mendorong agar lebih banyak lagi profesor untuk membuat publikasi ilmiah. Dia menjelaskan, menjadi profesor adalah sebuah kepangkatan akademik tertinggi di mana penyandangnya harus memenuhi syarat penting, yakni meriset, menulis, dan menerbitkannya di jurnal publikasi internasional.

Totok mengungkapkan, ada problem klasik yang menyebabkan profesor itu kurang membuat publikasi, yakni sibuk dengan proyek-proyek konsultan baik dengan proyek di pemerintahan maupun swasta yang sangat menyita banyak waktu. Idealnya, kata dia, proyek yang digarap itu bisa digabung dengan konsultasi dan riset. (Neneng Zubaidah)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8148 seconds (0.1#10.140)