Bamsoet: Ada yang Keliru dari Sistem Pendidikan Kita
A
A
A
JAKARTA - Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menganggap ada yang keliru di sistem pendidikan di Indonesia. Karena menurut Bamsoet, pendidikan di Indonesia yang paling dimanja dalam pendanaan anggaran negara dan belum ada hasil.
"20% total anggaran belanja untuk pendidikan. Tapi kita melihat belum ada hasil yang signifikan dari pendidikan," kata Bambang Soesatyo di Aula Perkumpulan Gerakan Kebangsaan, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Senin (11/6/18).
Bamsoet menginginkan adanya pembenahan dari Menteri Pendidikan dan pihak yang mendukung peningkatan mutu pendidikan.
"Kami mendorong kepada Menteri Pendidikan, dan stakeholder pendidikan lainnya termasuk komisi yang terkait di DPR, untuk melakukan evaluasi dan meningkatkan mutu pendidikan keduniaan maupun keagamaan," ucapnya.
Mengenai Menristek memantau nomor ponsel dan medsos mahasiswa baru, Bamsoet merasa wewenang itu diberikan kepada pihak kampus, rektor dan lainnya.
Namun yang pasti, lanjut Bamsoet, sebetulnya paham radikalisme tidak perlu dikhawatirkan, yang perlu dikhawatirkan adalah dampaknya.
"Jadi sebetulnya yang kita khawatirkan adalah gerakan yang mengancam nyawa manusia yang mengancam rakyat kita yang tidak berdosa," ungkapnya.
Namun Bamsoet dengan tegas mewanti-wanti pada pendidikan usia dini, agar paham radikalisme tidak sampai masuk dalam jiwa anak-anak, seperti pada kasus di Surabaya.
"Kita tentu tidak ingin lagi anak kecil saat ditanya cita citanya saya ingin mati jihad lagi. Itu yang terjadi di Surabaya saat kita menjenguknya di sana bersama rekan yang lain. Jangan sampai pemahaman itu yang merasuki jiwa anak anak," tegasnya.
"20% total anggaran belanja untuk pendidikan. Tapi kita melihat belum ada hasil yang signifikan dari pendidikan," kata Bambang Soesatyo di Aula Perkumpulan Gerakan Kebangsaan, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Senin (11/6/18).
Bamsoet menginginkan adanya pembenahan dari Menteri Pendidikan dan pihak yang mendukung peningkatan mutu pendidikan.
"Kami mendorong kepada Menteri Pendidikan, dan stakeholder pendidikan lainnya termasuk komisi yang terkait di DPR, untuk melakukan evaluasi dan meningkatkan mutu pendidikan keduniaan maupun keagamaan," ucapnya.
Mengenai Menristek memantau nomor ponsel dan medsos mahasiswa baru, Bamsoet merasa wewenang itu diberikan kepada pihak kampus, rektor dan lainnya.
Namun yang pasti, lanjut Bamsoet, sebetulnya paham radikalisme tidak perlu dikhawatirkan, yang perlu dikhawatirkan adalah dampaknya.
"Jadi sebetulnya yang kita khawatirkan adalah gerakan yang mengancam nyawa manusia yang mengancam rakyat kita yang tidak berdosa," ungkapnya.
Namun Bamsoet dengan tegas mewanti-wanti pada pendidikan usia dini, agar paham radikalisme tidak sampai masuk dalam jiwa anak-anak, seperti pada kasus di Surabaya.
"Kita tentu tidak ingin lagi anak kecil saat ditanya cita citanya saya ingin mati jihad lagi. Itu yang terjadi di Surabaya saat kita menjenguknya di sana bersama rekan yang lain. Jangan sampai pemahaman itu yang merasuki jiwa anak anak," tegasnya.
(maf)