Ingin Motivasi Siswa Berani Belajar Sains
A
A
A
Sains ataupun matematika masih menjadi mata pelajaran yang membuat ditakui sebagian besar siswa. Entah karena guru yang galak saat siswa tak bisa menjawab soal ataupun karena para siswa yang tidak paham. Code.org menyatakan 58% dari semua pekerjaan baru di bidang sains, teknologi, engineering dan matematika (STEM) adalah komputasi. Sementara 8% lulusan STEM adalah lulusan ilmu komputer.
Namun masalahnya, Indonesia masih kekurangan tenaga ahli khususnya bidang engineering. "Lulusan di Indonesia yang pakar teknologi sangat kurang dibanding kebutuhan. Aapalagi perkembangan teknologi sangat pesat," kata President Honeywell Indonesia Roy Kosasih saat penyambutan 10 guru yang telah lulus dari program Honeywell Educators at Space Academy (HESA) di US Space & Rocket Center (USSRC) Amerika Serikat di Jakarta.
Pendidikan menjadi perhatian sebab perkembangan industri di dunia cepat berubah karena teknologi.
USSRC sendiri adalah Pusat Pengunjung Resmi Pusat Penerbangan Luar Angkasa NASA Marshall dan sebuah etalase untuk teknologi pertahanan nasional yang dikembangkan di Redstone Arsenal Angkatan Darat Amerika Serikat.
Beranjak dari terbatasnya calon ahli teknologi masa depan inilah maka Honeywell bekerjasama dengan USSRC membantu para guru belajar STEM yang menyenangkan ala pelatihan calon astronot NASA. Dari Indonesia ada 10 guru yang dikirimkan mengikuti pelatihan selama 45 jam.
Mereka adalah Abdul Rahman (MAN Insan Cendekia Gorontalo), Darum Budiarto (SMKN 1 Bula Bojonegoro), Faqih Al Adyan (Bunda Mulia School Jakarta), Jessica Hostiadi (SDS Rhema En Cara Sentul), Mega Lamita (Sekolah Tunas Daud Denpasar), Muhammad Ridwan (Sekolah Darma Yudha Pekanbaru), Nur Fitriana (SDN Deresan Yogyakarta), Rosdiana Akmal Nasution (Sekolah Bogor Raya), Widia Ayu Juhara (SMP Taruna Bakti Bandung) dan Warsono (SMPN 5 Cilacap).
Pelatihan selama 45 jam tidak hanya di ruang kelas namun juga laboratorium. Mereka juga menjalani serangkaian latihan dan simulasi seperti astronot dan eksplorasi ruang angkasa. Seperti simulasi jet dan misi antariksa, latihan kemahiran di darat dan air dan program dinamika penerbangan interaktif.
Para guru juga diajarkan menggunakan roket untuk membantu mereka menggunakan komputer ke dalam kelas dan mengatasi kesenjangan pengkodean. Dengan demikian, diharapkan guru dapat lebih mudah dan efektif untuk menggabungkan ilmu komputer ke dalam kurikulum mereka. "Kami berharap dapat menciptakan lebih banyak siswa muda beerbakat yang akan menjadi ilmuwan, insinyur dan ahli matematika masa depan," katan Roy Kosasih.
Para guru yang mengikuti program ini mengaku pengalaman yang mereka alami di USSRC ini menjadi pengalaman penting bagi hidup mereka. Tidak hanya bermanfaat bagi mereka namun praktek-praktek sains yang didapat dari fasilitas yang terletak di Alabama ini bisa direplikasikan ke siswa-siswa mereka.
Darum Budiarto dari Maluku mengaku bisa terpilih dalam program ini merupakan pengalaman tak terlupakan. Kesempatan ini dipakainya untuk menambah pengetahuan dan pengalaman berharga untuk menginspirasi siswa di sekolahnya untuk mendalami STEM. Dia mengaku akan memakai jumpsuit biru seperti yang dipakai para astronot yang dia pakai selama pelatihan di depan muridnya agar lebih menginspirasi. "Bukan tidak mungkin suatu saat dari Indonesia bisa muncul astronot," katanya.
Lain halnya Warsono terinspirasi untuk mengajarkan anak tentang pengumpulan dan kajian data dengan membawa anak mendata motor dan mobil yang lewat depan jalan dengan komputer. Dia ingin materi statistika itu tidak lagi textbook dan diskusi kelompok melainkan praktek layaknya yang dia pelajari di Negeri Paman Sam.
Sementara itu, Rosdiana mengaku didapuk sebagai pilot pada sesi pengenalan pesawat ruang angka. Tidak hanya diajarkan bagaimana mengoperasikan panel yang ada di pesawat tersebut namun mereka bisa tahu bagaiman cara bertahan hidup selama perjalanan dari bumi ke luar angkasa dan balik lagi ke Bumi.
"Saya akan ajari murid saya cara membuat roket. Mulai dari launcher-nya, pendaratan dan memastikan telur didalam roket tidak pecah," katanya. (Neneng Zubaidah).
Namun masalahnya, Indonesia masih kekurangan tenaga ahli khususnya bidang engineering. "Lulusan di Indonesia yang pakar teknologi sangat kurang dibanding kebutuhan. Aapalagi perkembangan teknologi sangat pesat," kata President Honeywell Indonesia Roy Kosasih saat penyambutan 10 guru yang telah lulus dari program Honeywell Educators at Space Academy (HESA) di US Space & Rocket Center (USSRC) Amerika Serikat di Jakarta.
Pendidikan menjadi perhatian sebab perkembangan industri di dunia cepat berubah karena teknologi.
USSRC sendiri adalah Pusat Pengunjung Resmi Pusat Penerbangan Luar Angkasa NASA Marshall dan sebuah etalase untuk teknologi pertahanan nasional yang dikembangkan di Redstone Arsenal Angkatan Darat Amerika Serikat.
Beranjak dari terbatasnya calon ahli teknologi masa depan inilah maka Honeywell bekerjasama dengan USSRC membantu para guru belajar STEM yang menyenangkan ala pelatihan calon astronot NASA. Dari Indonesia ada 10 guru yang dikirimkan mengikuti pelatihan selama 45 jam.
Mereka adalah Abdul Rahman (MAN Insan Cendekia Gorontalo), Darum Budiarto (SMKN 1 Bula Bojonegoro), Faqih Al Adyan (Bunda Mulia School Jakarta), Jessica Hostiadi (SDS Rhema En Cara Sentul), Mega Lamita (Sekolah Tunas Daud Denpasar), Muhammad Ridwan (Sekolah Darma Yudha Pekanbaru), Nur Fitriana (SDN Deresan Yogyakarta), Rosdiana Akmal Nasution (Sekolah Bogor Raya), Widia Ayu Juhara (SMP Taruna Bakti Bandung) dan Warsono (SMPN 5 Cilacap).
Pelatihan selama 45 jam tidak hanya di ruang kelas namun juga laboratorium. Mereka juga menjalani serangkaian latihan dan simulasi seperti astronot dan eksplorasi ruang angkasa. Seperti simulasi jet dan misi antariksa, latihan kemahiran di darat dan air dan program dinamika penerbangan interaktif.
Para guru juga diajarkan menggunakan roket untuk membantu mereka menggunakan komputer ke dalam kelas dan mengatasi kesenjangan pengkodean. Dengan demikian, diharapkan guru dapat lebih mudah dan efektif untuk menggabungkan ilmu komputer ke dalam kurikulum mereka. "Kami berharap dapat menciptakan lebih banyak siswa muda beerbakat yang akan menjadi ilmuwan, insinyur dan ahli matematika masa depan," katan Roy Kosasih.
Para guru yang mengikuti program ini mengaku pengalaman yang mereka alami di USSRC ini menjadi pengalaman penting bagi hidup mereka. Tidak hanya bermanfaat bagi mereka namun praktek-praktek sains yang didapat dari fasilitas yang terletak di Alabama ini bisa direplikasikan ke siswa-siswa mereka.
Darum Budiarto dari Maluku mengaku bisa terpilih dalam program ini merupakan pengalaman tak terlupakan. Kesempatan ini dipakainya untuk menambah pengetahuan dan pengalaman berharga untuk menginspirasi siswa di sekolahnya untuk mendalami STEM. Dia mengaku akan memakai jumpsuit biru seperti yang dipakai para astronot yang dia pakai selama pelatihan di depan muridnya agar lebih menginspirasi. "Bukan tidak mungkin suatu saat dari Indonesia bisa muncul astronot," katanya.
Lain halnya Warsono terinspirasi untuk mengajarkan anak tentang pengumpulan dan kajian data dengan membawa anak mendata motor dan mobil yang lewat depan jalan dengan komputer. Dia ingin materi statistika itu tidak lagi textbook dan diskusi kelompok melainkan praktek layaknya yang dia pelajari di Negeri Paman Sam.
Sementara itu, Rosdiana mengaku didapuk sebagai pilot pada sesi pengenalan pesawat ruang angka. Tidak hanya diajarkan bagaimana mengoperasikan panel yang ada di pesawat tersebut namun mereka bisa tahu bagaiman cara bertahan hidup selama perjalanan dari bumi ke luar angkasa dan balik lagi ke Bumi.
"Saya akan ajari murid saya cara membuat roket. Mulai dari launcher-nya, pendaratan dan memastikan telur didalam roket tidak pecah," katanya. (Neneng Zubaidah).
(nfl)