Guru Vokasi Ditambah dari Sektor Industri
A
A
A
BOGOR - Dalam rangka merevitalisasi pendidikan vokasi, pemerintah akan semakin menggenjot keterlibatan industri dalam pendidikan vokasi.
Kebijakan yang diambil salah satunya adalah penambahan tenaga pendidik vokasi baik ditataran pendidikan menengah maupun tataran tinggi. Di level pendidikan menengah atau sekolah menengah kejuruan (SMK), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bakal mengusulkan tenaga pendidik baru sebanyak 72.000.
“Tadi saya sudah mengusulkan, tahun depan kami mengajukan ada sekitar 72.000 guru SMK yang diangkat dengan skema PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja),” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, kemarin. Muhadjir mengatakan, dengan merekrut melalui sistem PPPK akan lebih fleksibel bagi tenaga pendidik.
Pasalnya, tenaga pendidik akan berasal dari kalangan pekerja profesional. “Sehingga mereka bisa dikontrak, satu-dua tahun, tiga tahun. Tergantung mereka, karena mereka ini in take-nya dari para pekerja. Mereka yang sudah punya pengalaman kerja untuk mengabdi di sekolah dengan waktu tertentu sesuai dengan PPPK itu,” ujarnya.
Sebenarnya saat ini dengan program keahlian ganda sudah terdapat 15.000 guru produktif. Tenaga pendidik ini sebelumnya merupakan guru-guru normatif dan adaptif yang diberi pelatihan sesuai dengan bidangnya.
“Menjadi guru produktif itu sekitar 15.000. Kita butuh 90.000-an guru SMK yang punya keahlian produktif. Jadi in take-nya kita bisa ambil dari mereka yang sudah memiliki pengalaman kerja dari PPPK itu,” tuturnya.
Berkaitan dengan kurikulum, Muhadjir mengatakan sebe narnya sudah ada perubahan strategi dari supply base atau supply drive menjadi demand drive. Strategi ini dilakukan dengan melibatkan dunia industri dan usaha untuk duduk bersama dalam merumuskan kurikulum apa yang dibutuhkan dilapangan. “Sehingga sekarang sekitar 70% kurikulum keahlian itu diusulkan dari dunia industri dan dunia usaha, termasuk peralatan-peralatan dari rekomendasinya dunia industri dan dunia usaha, kemudian sertifikasi,” ungkapnya.
Dia juga menyebut akan ada 3.000-4.000 SMK yang akan direvitalisasi secara fisik oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR). Pihaknya akan mengusulkan SMK-SMK mana saja yang akan direvitalisasi.
“Terutama SMK prioritas, SMK kelautan, pariwisata, pertanian. Kemudian ekonomi kreatif,” ujar Mendikbud. Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek-Dikti) Mohamad Nasir juga mengatakan bahwa pendidikan tinggi terutama di politeknik, juga akan melibatkan kalangan industri sebagai pendidik. Kemenristek-Dikti telah membuat kebijakan agar separuh dosen di politeknik diisi oleh kalangan industri.
“Yang selama ini pendidikan vokasi, mayoritas dosennya memang akademik. Saya keluarkan kebijakan yakni 50% dosen di kampus harus dari industri, dan 50% akademik. Ini supaya mereka memberikan pembelajaran sesuai dengan bidangnya,” tuturnya.
Terkait dengan status, pihaknya masih akan meninjau kembali. Namun yang pasti, dengan bekerja sebagai dosen bukan berarti berhenti dari industri. “Kalau status itu entah nanti statusnya menggunakan nomor induk dosen nasional atau yang khusus. Tenaga ini status tetap bekerja di perusahaan, tapi bisa bekerja juga di kampus,” ungkapnya.
Nasir juga mengakui bahwa banyak tenaga pendidik di politeknik belum mendapatkan sertifikasi keahlian. Sebagai gambaran, saat ini jumlah dosen vokasi yang sudah tersertifikasi baru berjumlah 800 orang. “Jadi yang sudah ada 800 dosen yang mendapatkan sertifikasi. Saya akan gerakkan tiga kali lipatnya,” katanya.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, pihaknya akan mengeluarkan peraturan pemerintah (PP) untuk memberikan insentif kepada dunia industri yang terlibat dalam pendidikan vokasi. Menkeu mengatakan dengan adanya insentif ini dunia usaha akan lebih maksimal melakukan pelatihan atau vokasi dengan super deduction.
“Jadi sekarang ini, kualifikasi dari pelatihan yang akan masuk dalam insentif perpajakan mendapatkan super deduction sedang difinalkan, dan nanti akan segera dikeluarkan dengan kriteria yang akan ditetapkan oleh menteri perindustrian bersama-sama dengan menteri koordinator bidang perekonomian,” katanya.
Selain itu, setiap kementerian yang menganggarkan pendidikan vokasi agar bisa ditingkatkan. Pihaknya pun akan melihat apakah usulan tersebut bisa diakomodasi dalam anggaran 2019 atau tidak. “Jadi fokusnya, pertama untuk masalah skill. Dalam rangka untuk mendukung per tumbuhan ekonomi maka pendidikan, terutama untuk vokasi, agar ditingkatkan.
Oleh karena itu, kementerian yang terkait seperti menteri tenaga kerja ter utama hubungan dengan BPLK (balai pengembangan latihan kerja) dan pemerintah daerah dengan Kementerian Industri, Kementerian Pertanian, untuk bisa meningkatkan skala dari apa yang telah mereka lakukan selama ini secara lebih signifikan,” katanya.
PGRI Minta Utamakan Guru Honorer
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rasyidi berharap opsi pemerintah yang mau mengangkat guru PPPK dari profesional, yakni ka langan industri, bisa dikaji kembali. Menurut dia, para guru terutama honorer sudah menantikan pengangkatan PPPK. Kalau mereka tidak diutamakan melalui PPPK maka tidak akan ada kesempatan bagi guru untuk naik kesejahteraannya.
“Pemerintah harus memberi kesempatan kepada honorer untuk diangkat menjadi PPPK. Guru honorer jangan hanya dibutuhkan saat di sekolah kekurangan guru PNS tapi beri mereka kesempatan untuk aktualisasi dirinya,” katanya ketika dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Unifah menjelaskan, PGRI akan memanfaatkan waktu sebelum opsi pengangkatan PPK itu direalisasikan pemerintah untuk berdialog, terutama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). PGRI berharap pemerintah harus memberikan sebagian besar kuota PPPK itu untuk guru honorer.
Unifah mengatakan, pemerintah sebaiknya tidak meremehkan para guru honorer tidak memiliki kapabilitas yang cukup menjadi guru produktif SMK. Pasalnya, banyak guru honorer yang memiliki kemampuan tidak hanya teknis meng ajar, tetapi juga konsep dan membangun hubungan dengan industri.
“Kan nanti pengangkatannya melalui tes. Nanti bisa disaring mana yang kompeten dan tidak. Asal jangan tutup kesempatan mereka untuk menjadi PPK,” harapnya.
Unifah mengatakan, jika merekrut guru dari kalangan industri memang kompetensi mereka tidak diragukan. Namun, pihaknya mempertanyakan bagaimana dedikasi mengajar mereka nanti sebab mengajar siswa di dalam satu kelas itu butuh kemampuan tersendiri. Kalau para guru dari industri ini tidak memahami, kata dia, maka ilmu yang disampaikan ke siswa tidak akan sampai. (Dita Angga/ Neneng Zubaidah)
Kebijakan yang diambil salah satunya adalah penambahan tenaga pendidik vokasi baik ditataran pendidikan menengah maupun tataran tinggi. Di level pendidikan menengah atau sekolah menengah kejuruan (SMK), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bakal mengusulkan tenaga pendidik baru sebanyak 72.000.
“Tadi saya sudah mengusulkan, tahun depan kami mengajukan ada sekitar 72.000 guru SMK yang diangkat dengan skema PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja),” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, kemarin. Muhadjir mengatakan, dengan merekrut melalui sistem PPPK akan lebih fleksibel bagi tenaga pendidik.
Pasalnya, tenaga pendidik akan berasal dari kalangan pekerja profesional. “Sehingga mereka bisa dikontrak, satu-dua tahun, tiga tahun. Tergantung mereka, karena mereka ini in take-nya dari para pekerja. Mereka yang sudah punya pengalaman kerja untuk mengabdi di sekolah dengan waktu tertentu sesuai dengan PPPK itu,” ujarnya.
Sebenarnya saat ini dengan program keahlian ganda sudah terdapat 15.000 guru produktif. Tenaga pendidik ini sebelumnya merupakan guru-guru normatif dan adaptif yang diberi pelatihan sesuai dengan bidangnya.
“Menjadi guru produktif itu sekitar 15.000. Kita butuh 90.000-an guru SMK yang punya keahlian produktif. Jadi in take-nya kita bisa ambil dari mereka yang sudah memiliki pengalaman kerja dari PPPK itu,” tuturnya.
Berkaitan dengan kurikulum, Muhadjir mengatakan sebe narnya sudah ada perubahan strategi dari supply base atau supply drive menjadi demand drive. Strategi ini dilakukan dengan melibatkan dunia industri dan usaha untuk duduk bersama dalam merumuskan kurikulum apa yang dibutuhkan dilapangan. “Sehingga sekarang sekitar 70% kurikulum keahlian itu diusulkan dari dunia industri dan dunia usaha, termasuk peralatan-peralatan dari rekomendasinya dunia industri dan dunia usaha, kemudian sertifikasi,” ungkapnya.
Dia juga menyebut akan ada 3.000-4.000 SMK yang akan direvitalisasi secara fisik oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR). Pihaknya akan mengusulkan SMK-SMK mana saja yang akan direvitalisasi.
“Terutama SMK prioritas, SMK kelautan, pariwisata, pertanian. Kemudian ekonomi kreatif,” ujar Mendikbud. Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek-Dikti) Mohamad Nasir juga mengatakan bahwa pendidikan tinggi terutama di politeknik, juga akan melibatkan kalangan industri sebagai pendidik. Kemenristek-Dikti telah membuat kebijakan agar separuh dosen di politeknik diisi oleh kalangan industri.
“Yang selama ini pendidikan vokasi, mayoritas dosennya memang akademik. Saya keluarkan kebijakan yakni 50% dosen di kampus harus dari industri, dan 50% akademik. Ini supaya mereka memberikan pembelajaran sesuai dengan bidangnya,” tuturnya.
Terkait dengan status, pihaknya masih akan meninjau kembali. Namun yang pasti, dengan bekerja sebagai dosen bukan berarti berhenti dari industri. “Kalau status itu entah nanti statusnya menggunakan nomor induk dosen nasional atau yang khusus. Tenaga ini status tetap bekerja di perusahaan, tapi bisa bekerja juga di kampus,” ungkapnya.
Nasir juga mengakui bahwa banyak tenaga pendidik di politeknik belum mendapatkan sertifikasi keahlian. Sebagai gambaran, saat ini jumlah dosen vokasi yang sudah tersertifikasi baru berjumlah 800 orang. “Jadi yang sudah ada 800 dosen yang mendapatkan sertifikasi. Saya akan gerakkan tiga kali lipatnya,” katanya.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, pihaknya akan mengeluarkan peraturan pemerintah (PP) untuk memberikan insentif kepada dunia industri yang terlibat dalam pendidikan vokasi. Menkeu mengatakan dengan adanya insentif ini dunia usaha akan lebih maksimal melakukan pelatihan atau vokasi dengan super deduction.
“Jadi sekarang ini, kualifikasi dari pelatihan yang akan masuk dalam insentif perpajakan mendapatkan super deduction sedang difinalkan, dan nanti akan segera dikeluarkan dengan kriteria yang akan ditetapkan oleh menteri perindustrian bersama-sama dengan menteri koordinator bidang perekonomian,” katanya.
Selain itu, setiap kementerian yang menganggarkan pendidikan vokasi agar bisa ditingkatkan. Pihaknya pun akan melihat apakah usulan tersebut bisa diakomodasi dalam anggaran 2019 atau tidak. “Jadi fokusnya, pertama untuk masalah skill. Dalam rangka untuk mendukung per tumbuhan ekonomi maka pendidikan, terutama untuk vokasi, agar ditingkatkan.
Oleh karena itu, kementerian yang terkait seperti menteri tenaga kerja ter utama hubungan dengan BPLK (balai pengembangan latihan kerja) dan pemerintah daerah dengan Kementerian Industri, Kementerian Pertanian, untuk bisa meningkatkan skala dari apa yang telah mereka lakukan selama ini secara lebih signifikan,” katanya.
PGRI Minta Utamakan Guru Honorer
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rasyidi berharap opsi pemerintah yang mau mengangkat guru PPPK dari profesional, yakni ka langan industri, bisa dikaji kembali. Menurut dia, para guru terutama honorer sudah menantikan pengangkatan PPPK. Kalau mereka tidak diutamakan melalui PPPK maka tidak akan ada kesempatan bagi guru untuk naik kesejahteraannya.
“Pemerintah harus memberi kesempatan kepada honorer untuk diangkat menjadi PPPK. Guru honorer jangan hanya dibutuhkan saat di sekolah kekurangan guru PNS tapi beri mereka kesempatan untuk aktualisasi dirinya,” katanya ketika dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Unifah menjelaskan, PGRI akan memanfaatkan waktu sebelum opsi pengangkatan PPK itu direalisasikan pemerintah untuk berdialog, terutama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). PGRI berharap pemerintah harus memberikan sebagian besar kuota PPPK itu untuk guru honorer.
Unifah mengatakan, pemerintah sebaiknya tidak meremehkan para guru honorer tidak memiliki kapabilitas yang cukup menjadi guru produktif SMK. Pasalnya, banyak guru honorer yang memiliki kemampuan tidak hanya teknis meng ajar, tetapi juga konsep dan membangun hubungan dengan industri.
“Kan nanti pengangkatannya melalui tes. Nanti bisa disaring mana yang kompeten dan tidak. Asal jangan tutup kesempatan mereka untuk menjadi PPK,” harapnya.
Unifah mengatakan, jika merekrut guru dari kalangan industri memang kompetensi mereka tidak diragukan. Namun, pihaknya mempertanyakan bagaimana dedikasi mengajar mereka nanti sebab mengajar siswa di dalam satu kelas itu butuh kemampuan tersendiri. Kalau para guru dari industri ini tidak memahami, kata dia, maka ilmu yang disampaikan ke siswa tidak akan sampai. (Dita Angga/ Neneng Zubaidah)
(nfl)