Bedah Buku ‘Deradikalisasi:Kontra Radikalisme & Deideologisasi’

Kamis, 25 April 2019 - 17:54 WIB
Bedah Buku ‘Deradikalisasi:Kontra Radikalisme & Deideologisasi’
Bedah Buku ‘Deradikalisasi:Kontra Radikalisme & Deideologisasi’
A A A
JAKARTA - Maraknya aksi terorisme menurut sejumlah pengamat disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari masalah kemiskinan, kesenjangan ekonomi, hingga pemikiran yang radikal.

Centre For Security and Foreign Affairs Studies (Cesfas), Prodi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Kristen Indonesia, bekerja sama dengan Puslitbang Lektur, Kementerian Agama RI, menggelar Bedah Buku 'Deradikalisasi : Kontra Radikalisme & Deideologisasi'. Bedah buku dilaksanakan di Ruang Fisipol Gedung AB, kampus UKI Cawang, Jakarta (24/4/2019).

Penulis buku yang hadir dalam Bedah Buku ini ialah Prof Dr Noorhaidi Hasan (Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta), Dr Sri Yunanto, MSi (staf ahli Menkopolhukam), Angel Damayanti, PhD (Dekan Fisipol UKI).

Turut serta hadir penanggap di bidangnya Dr Muhammad Zain (Kepala Puslitbang Lektur, Kemenag RI), M Syauqillah, PhD (Ketua Program Studi Kajian Terorisme, Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI). Moderator dalam acara ini Ruth Hana Simatupang, SH, MH, PhD (c), selaku Wakil Direktur Cesfas.

Dekan Fisipol UKI, Angel Damayanti PhD, menjelaskan fenomena radikalisme tidak hanya terjadi pada agama Islam tetapi juga pada agama lain termasuk Yahudi, Hindu, Budha dan Kristen.

Angel Damayanti menuliskan dalam buku bahwa pemerintah ikut terlibat dalam berbagai penentuan hidup keagamaan. Mengingat bahaya radikalisme berpotensi muncul dalam agama manapun dan dapat terjadi dalam situasi apapun, maka Kementerian Agama Republik Indonesia melakukan upaya antisipasi sejak awal.

Pemerintah melalui Kementerian Agama perlu menyusun kebijakan untuk menanggulangi dan mencegah radikalisme dari hulu hingga hilir dengan melibatkan berbagai kementerian/instansi terkait serta masyarakat luas termasuk organisasi sosial-keagamaan.

“Peran aktif dari Negara dan tokoh agama dapat menetralisir paham radikal di tengah masyarakat melalui pendidikan dan berbagai literasi mengenai kemajemukan Indonesia," jelas Angel.

Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Dr Noorhaidi Hasan, menjelaskan kunci keberhasilan Indonesia terletak pada kemampuan untuk mendorong daya tolak masyarakat dan bekerjanya mekanisme kultural melawan radikalisme dan terorisme. Pemerintah berusaha melibatkan masyarakat sipil dalam kampanye melawan terorisme.

"Peran masyarakat sipil diperlukan terutama untuk meminimalkan ancaman terorisme dalam jangka panjang, yang terus berupaya menyuntikkan ideologi kekerasan kepada masyarakat luas, terutama kalangan muda. Partisipasi masyarakat sipil dalam melawan terorisme datang sebagai berkah bagi pemerintah Indonesia, yang memiliki kapasitas terbatas dan energi untuk melawan penyebaran ideologi Islam radikal dan jihadisme,” tutur Noorhaidi.

Staf Ahli Menkopolhukam, Sri Yunanto, menerangkan sejak adanya UU Terorisme No 5/2018, ada pergeseran strategi yang sebelumnya lebih pada pendekatan law enforcement dan penindakan, maka saat ini pemerintah lebih menitikberatkan pada strategi soft approach berupa pencegahan dan deradikalisasi.

Buku ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dalam menanggulangi bahaya radikalisme di Indonesia yang berpotensi muncul dalam agama apapun. Penanganan radikalisme melibatkan peran negara dengan upaya pendekatan hard approach, seperti melibatkan aparat keamanan, penting juga dengan meningkatkan upaya pendekatan soft approach dengan pemahaman, pengamalan dan pengembangan nilai-nilai ajaran agama yang benar serta penguatan karakter kebangsaan di lembaga pendidikan.
(alf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5890 seconds (0.1#10.140)