Sistem Zonasi PPDB Masih Banyak Dikeluhkan

Selasa, 18 Juni 2019 - 11:18 WIB
Sistem Zonasi PPDB Masih...
Sistem Zonasi PPDB Masih Banyak Dikeluhkan
A A A
JAKARTA - Pendaftaran peserta didik baru (PPDB) yang menggunakan sistem zonasi masih banyak dikeluhkan masyarakat di berbagai daerah. Sistem yang antara lain bertujuan untuk pemerataan kualitas pendidikan ini tidak memberikan kebebasan penuh kepada calon peserta didik memilih sekolah yang diinginkan. Kuota 90% untuk jalur zonasi sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 51/2018 dinilai terlalu besar.

Aturan sistem zona yang kaku juga membuat calon peserta didik di daerah perbatasan dihadapkan pilihan sulit. Mereka tidak bisa mendaftar sekolah yang secara jarak lebih dekat karena di luar zonasinya.

Keluhan ini antara lain diungkapkan Murti, salah satu orang tua calon siswa asal Kendal, Jawa Tengah. Murti mengaku kesulitan mendaftarkan anaknya ke sekolah yang diincar selama ini karena domisilinya di luar zona sekolah. Dia pun hanya bisa pasrah karena pendaftaran tahun ini beda dengan tahun sebelumnya.

“Susah, saya kan tinggal di Kecamatan Kaliwungu, tapi anak saya ingin mendaftar di SMP Brangsong, soalnya jaraknya lebih dekat ke sini,” katanya saat mendaftarkan anaknya di SMP Negeri 1 Brangsong, Kendal, kemarin.

Dengan mendaftar di luar zonasi, Murti hanya berharap dapat masuk melalui jalur prestasi. Merujuk Permendikbud No 51/2018, kuota jalur prestasi adalah 5%. Sisanya adalah jalur mutasi orang tua.

Keluhan serupa diungkapkan Hakim, calon peserta didik asal Ciputat, Tangerang Selatan. Dia gagal mendaftar di SMA yang dia incar karena sudah ditolak panitia gara-gara tinggal di luar zona.

Selain persoalan zonasi, dalam PPDB tahun ini masih ditemukan banyak keluhan masyarakat yang kesulitan mendaftar lewat daring. Hal ini membuat para pendaftar rela berjam-jam di sekolah yang dituju.

Di Depok, Jawa Barat, sejumlah orang tua turut datang ke sekolah pagi-pagi karena khawatir tidak kebagian formulir pendaftaran PPDB tingkat SMA yang dibuka sejak kemarin. Gambaran ini antara lain tampak di SMA 1 Depok di Jalan Nusantara, Pancoran Mas. "Sejak pukul 6 pagi sudah ke sini mau daftar anak sekolah, saya ngambil jalur zonasi mudah-mudahan diterima. Karena rumahnya dekat di Kampung Lio, Kelurahan Depok, Pancoran Mas," kata Erni, salah satu orang tua pendaftar.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok M Thamrin mengaku telah menyiapkan sejumlah strategi agar PPDB tahun ini, meski memakai sistem zonasi, tidak amburadul. "Kita pakai sistem zonasi per kelurahan ditambah nilai. Jadi, pendaftar bisa melihat sendiri nilai dan sekolah mana yang dituju sesuai dengan kemampuan nilai," terangnya.

Butuh Peta Jalan
Anggota Komisi X DPR Ferdiansyah menilai sebelum memberlakukan sistem zonasi seharusnya dibuat peta jalan terlebih dulu. Peta jalan ini terkait dengan dua indikator yakni distribusi guru dan pemerataan sarana-prasarana.
"Seharusnya zonasi itu dilakukan setelah (membenahi) guru dan sarana-prasarana baru zonasi," katanya di Gedung MPR/DPR, Jakarta, kemarin.
Politikus Golongan Karya ini menilai bahwa masyarakat yang mau mencari sekolah itu pasti melihat dulu apakah sekolahnya berkualitas atau tidak. Selain itu, masyarakat akan mencari tahu apakah fasilitas yang disediakan di sekolah itu sudah menunjang kegiatan belajar mengajar atau belum.

Ferdi menerangkan, jika kualitas pendidikan di Indonesia sudah merata baik itu dari gurunya, sarana-prasarana, tingkat pendidikan, dan ekonomi orang tua, maka dia yakin sistem zonasi ini tidak akan banyak menimbulkan masalah.

Ferdi melanjutkan, zonasi itu sejatinya harus dilakukan secara bertahap. Seperti halnya Kurikulum 2013, katanya, itu pun dilakukan secara bertahap. Atau ujian nasional berbasis komputer (UNBK) pun dilakukan secara bertahap di daerah-daerah yang sudah siap dulu fasilitas komputernya. Ferdi mengatakan, kebijakan yang sifatnya nasional seperti di bidang pendidikan ini memang membutuhkan waktu untuk bisa sukses.

Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur Agatha Retnosari justru tegas mendesak sistem zonasi dihapus karena menimbulkan keresahan. Politikus PDIP mengungkapkan, dari hasil observasi di lapangan dan informasi yang dia terima, ada sejumlah masalah dalam PPDB tahun ini. Masalah tersebut yakni perbandingan antara sebaran sekolah dan kepadatan populasi penduduk tidak seimbang. Dia mencontohkan di Kota Surabaya, Kecamatan Genteng memiliki empat SMA, dan Kecamatan Gunung Anyar justru yang sama sekali tidak ada SMA.

"Bila diterapkan zonasi murni akan menimbulkan perlakuan yang tidak setara, yang ujungnya adalah adanya ketidakadilan bagi para siswa, khususnya yang tinggal di pinggiran perkotaan," katanya.

Agatha mendesak dilakukan kajian untuk diberlakukannya model kuota atau sistem kombinasi, yang mana sebuah sistem yang mengakomodasi beberapa jalur. Seperti jalur nilai, yakni bagi siswa berprestasi yang diseleksi dengan hasil ujian nasional (UN), jalur zonasi, bagi siswa yang mempunyai domisili dekat dengan sekolah tersebut, jalur orang tua tidak mampu, jalur orang tua pindah kerja, bagi dinas TNI/Polri, dan jalur anak berkebutuhan khusus. "Sistem kuota atau sistem kombinasi ini bisa diberlakukan dengan persentase 50%-25%-20%-2,5%-2,5% misalnya. Atau dengan persentase kuota lain yang mempertimbangkan rasa keadilan," tandasnya.

Di Kota Semarang, untuk mengetahui pelaksanaan Permendikbud No 51/2018, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah mendatangi langsung sejumlah sekolah. Plt Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Tengah Sabarudin Hulu mengatakan, dari pemantauannya pelaksanaan PPDB berjalan lancar.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengaku, sistem zona tidak hanya sebatas pada PPDB, tetapi juga dalam hal penataan pendidikan. Setelah zonasi selesai, pemerintah kemudian mengatur pemerataan guru-guru baik PNS maupun honorer. Setelah tenaga pengajar, sistem zonasi akan diikuti dengan pemerataan pada sarana dan prasarana serta kurikulum. “Makanya jangan salah dipahami terkait sistem zonasi ini karena tidak hanya PPDB saja,” jelasnya. (Neneng Zubaidah/Ahmad Antoni/Lukman Hakim/Ant)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2637 seconds (0.1#10.140)