PDIP: Gagasan Haedar Nashir Tentang Moderasi Indonesia Sangat Relevan
A
A
A
JAKARTA - PDI Perjuangan mengucapkan selamat atas pengukuhan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir sebagai Guru Besar Ilmu Sosiologi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Kamis (12/12/2019).
Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri melalui Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto yang hadir dalam pengukuhan mengucapkan selamat kepada Haedar yang telah dikukuhkan sebagai guru besar. "Beliau sosok yang rendah hati, sempurna pandangan pemikirannya untuk kebesaran Muhammadiyah, kemaslahatan umat, dan tentu saja untuk kemajuan Indonesia Raya," kata Hasto.
Menurut Hasto, apa yang disampaikan Haedar yang mengedepankan moderasi sebagai suatu metode mengatasi masalah dengan cara mengatur, memandu, dan mengedepankan dialog, serta lebih memilih cara persuasif dan komunikasi interaktif merupakan pendekatan terobosan yang sesuai dengan tata budaya Indonesia. Meskipun demikian moderasi tetap berdiri kokoh di atas hukum.
"Pendapat Beliau bahwa radikalisme yang dilawan dengan cara radikal akan menciptakan radikalisme baru adalah suatu kritik. Dengan moderasi, maka penangganan berbagai bentuk ekstrimisme di ranah agama, politik, dan ekonomi akan dilakukan dalam persepktif yang lebih luas. Moderasi bertopang pada kemanusiaan dan keadilan," papar Hasto.
Hasto menambahkan, gagasan Haedar Nashir bahwa Pancasila berdiri tengah dimaknakan sebagai komitmen kebangsaan agar Indonesia tidak terombang-ambing pada tarik menarik kepentingan ekstrim kiri dan kanan.
"Selamat untuk Prof Dr Haedar Nashir, M.Si. Gelar guru besar tersebut membuktikan kuatnya tradisi keagamaan dan sekaligus tradisi intelektual yang hidup di Muhammadiyah," kata Hasto.
Sementara itu, Haedar Nashir menyampaikan pidato pengukuhannya sebagai guru besar dengan judul "Moderasi Indonesia dan Keindonesiaan: Perspektif Sosiologi". Pidato itu panjangnya 84 halaman.
Dalam pidatonya Haedar menyampaikan moderasi Indonesia dan ke-Indonesiaan sebagai pandangan dan orientasi tindakan untuk menempuh jalan tengah atau moderat merupakan keniscayaan bagi kepentingan masa depan Indonesia yang sejalan dengan landasan, jiwa, pikiran, dan cita-cita kemerdekaan sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan spirit para pendiri bangsa.
"Indonesia harus dibebaskan dari segala bentuk radikalisme baik dari tarikan ekstrem ke arah liberalisasi dan sekularisasi maupun ortodoksi dalam kehidupan politik, ekonomi, budaya, dan keagamaan yang menyebabkan Pancasila dan agama-agama kehilangan titik moderatnya yang autentik di negeri ini," ujar Haedar.
Pengukuhan Haedar sebagai guru besar ini dihadiri sejumlah menteri, mantan menteri dan tokoh seperti Wakil Presiden periode 2014-2019, Jusuf Kalla (JK) Menko PMK Muhadjir Effendy, Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Koperasi Teten Masduki, Mensesneg Pratikno, mantan menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti Malik Fadjar, dan Buya Syafii Maarif.
Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri melalui Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto yang hadir dalam pengukuhan mengucapkan selamat kepada Haedar yang telah dikukuhkan sebagai guru besar. "Beliau sosok yang rendah hati, sempurna pandangan pemikirannya untuk kebesaran Muhammadiyah, kemaslahatan umat, dan tentu saja untuk kemajuan Indonesia Raya," kata Hasto.
Menurut Hasto, apa yang disampaikan Haedar yang mengedepankan moderasi sebagai suatu metode mengatasi masalah dengan cara mengatur, memandu, dan mengedepankan dialog, serta lebih memilih cara persuasif dan komunikasi interaktif merupakan pendekatan terobosan yang sesuai dengan tata budaya Indonesia. Meskipun demikian moderasi tetap berdiri kokoh di atas hukum.
"Pendapat Beliau bahwa radikalisme yang dilawan dengan cara radikal akan menciptakan radikalisme baru adalah suatu kritik. Dengan moderasi, maka penangganan berbagai bentuk ekstrimisme di ranah agama, politik, dan ekonomi akan dilakukan dalam persepktif yang lebih luas. Moderasi bertopang pada kemanusiaan dan keadilan," papar Hasto.
Hasto menambahkan, gagasan Haedar Nashir bahwa Pancasila berdiri tengah dimaknakan sebagai komitmen kebangsaan agar Indonesia tidak terombang-ambing pada tarik menarik kepentingan ekstrim kiri dan kanan.
"Selamat untuk Prof Dr Haedar Nashir, M.Si. Gelar guru besar tersebut membuktikan kuatnya tradisi keagamaan dan sekaligus tradisi intelektual yang hidup di Muhammadiyah," kata Hasto.
Sementara itu, Haedar Nashir menyampaikan pidato pengukuhannya sebagai guru besar dengan judul "Moderasi Indonesia dan Keindonesiaan: Perspektif Sosiologi". Pidato itu panjangnya 84 halaman.
Dalam pidatonya Haedar menyampaikan moderasi Indonesia dan ke-Indonesiaan sebagai pandangan dan orientasi tindakan untuk menempuh jalan tengah atau moderat merupakan keniscayaan bagi kepentingan masa depan Indonesia yang sejalan dengan landasan, jiwa, pikiran, dan cita-cita kemerdekaan sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan spirit para pendiri bangsa.
"Indonesia harus dibebaskan dari segala bentuk radikalisme baik dari tarikan ekstrem ke arah liberalisasi dan sekularisasi maupun ortodoksi dalam kehidupan politik, ekonomi, budaya, dan keagamaan yang menyebabkan Pancasila dan agama-agama kehilangan titik moderatnya yang autentik di negeri ini," ujar Haedar.
Pengukuhan Haedar sebagai guru besar ini dihadiri sejumlah menteri, mantan menteri dan tokoh seperti Wakil Presiden periode 2014-2019, Jusuf Kalla (JK) Menko PMK Muhadjir Effendy, Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Koperasi Teten Masduki, Mensesneg Pratikno, mantan menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti Malik Fadjar, dan Buya Syafii Maarif.
(cip)