Peneliti dan Aktivis Didorong Suarakan Kesetaraan Gender
A
A
A
JAKARTA - Para peneliti dan aktivis perlu menyuarakan kesetaraan gender dengan tulisan melalui jurnal ilmiah, buku maupun artikel ilmiah populer di media massa kredibel.
Tulisan-tulisan tersebut diharapkan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesetaraan gender dan menumbuhkan aspirasi yang mendorong pengambil keputusan mengambil kebijakan publik yang prokesetaraan gender.
Hal tersebut dikemukakan oleh Dr Arifah Rahmawati, peneliti dari Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gadjah Mada (PSKP UGM) saat berbicara di sela-sela pelaksanaan Lokakarya bertema Memahami Problematika Masyarakat dan Menulis di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Surabaya, 14 dan 15 Desember 2019.
Lokakarya ini diikuti oleh 18 orang peneliti dan aktivis yang tergabung dalam Tim peneliti Dimensi Gender dalam Konflik dan Perdamaian Indonesia.
Para aktivis dan peneliti tersebut berasal dari Surabaya, Jember, Kediri, Sampang dan kota-kota lainnya di Jawa Timur. Ini adalah lokakarya kedua tahun ini setelah pada bulan September 2019 lokakarya bertema senada dilaksanakan bekerjasama dengan Fatayat NU Jawa Timur. Acara yang dibuka oleh Ketua Pengurus Wilayah (PW) Aisyiyah, Jawa Timur Siti Dalilah Candrawati. (Baca Juga: DPR Soroti Kesiapan Pelaksanaan Program Merdeka Belajar)
Menurut Candra, PW Aisyiah terbuka terhadap semangat peserta dalam berkegiatan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi kemaslahatan umat.
Bagi penyelenggara, event ini menjadi relevan ketika pada era revolusi industri 4.0 saat ini, problematika individu dan masyarakat semakin kompleks. Bahkan ada tendensi manusia semakin kurang mengenali dirinya, termasuk problematika masyarakat di sekitarnya.
"Ini merupakan tantangan bagi para peneliti dan aktivis gender untuk menyuarakan problematika tersebut, melalui publikasi ilmiah maupun ilmiah populer. Dengan demikian, isu-isu kesetaraan gender mengisi ruang diskusi publik dan menjadi masukan substansial bagi pengambil keputusan," katanya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (16/12/2019).
Peneliti dan aktivis gender sudah banyak bekerja di lapangan, namun karya-karya mereka masih perlu lebih banyak lagi diceritakan dalam karya publikasi.
“Tidak jarang ditemukan kesulitan untuk memulai pekerjaan menulis atau terkadang merasa kehabisan ide dalam menulis sekalipun telah banyak membaca referensi, mengamati lapangan, dan melakukan refleksi. Semua terasa berhenti ketika tiba saat untuk menuangkan gagasan yang berasal dari perpaduan berbagai aktivitas menjadi sebuah tulisan akademik,” tutur Arifah.
Lokakarya yang dipandu oleh Eben Ezer Siadari, penulis buku berjudul Esensi Praktik Menulis, dan Salim Shahab, Direktur Rayyana Publishing ini memotivasi dan memberikan coaching kepada para partisipan lokakarya.
Mereka dipandu untuk menemukan passion dalam kepenulisan. Lokakarya tersebut telah mendiskusikan tidak kurang dari 18 draft naskah karya para aktivis dan peneliti tersebut, yang dipertimbangkan akan dibukukan.
Arifah mengharapkan akan semakin banyak para peneliti dan aktivis di daerah yang menghasilkan karya tulis di bidang gender berbasis daerah masing-masing. Dengan demikian, referensi tentang hal itu tidak selalu mengacu kepada karya-karya penulis dari luar daerah bahkan dari luar negeri.
Tulisan-tulisan tersebut diharapkan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesetaraan gender dan menumbuhkan aspirasi yang mendorong pengambil keputusan mengambil kebijakan publik yang prokesetaraan gender.
Hal tersebut dikemukakan oleh Dr Arifah Rahmawati, peneliti dari Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gadjah Mada (PSKP UGM) saat berbicara di sela-sela pelaksanaan Lokakarya bertema Memahami Problematika Masyarakat dan Menulis di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Surabaya, 14 dan 15 Desember 2019.
Lokakarya ini diikuti oleh 18 orang peneliti dan aktivis yang tergabung dalam Tim peneliti Dimensi Gender dalam Konflik dan Perdamaian Indonesia.
Para aktivis dan peneliti tersebut berasal dari Surabaya, Jember, Kediri, Sampang dan kota-kota lainnya di Jawa Timur. Ini adalah lokakarya kedua tahun ini setelah pada bulan September 2019 lokakarya bertema senada dilaksanakan bekerjasama dengan Fatayat NU Jawa Timur. Acara yang dibuka oleh Ketua Pengurus Wilayah (PW) Aisyiyah, Jawa Timur Siti Dalilah Candrawati. (Baca Juga: DPR Soroti Kesiapan Pelaksanaan Program Merdeka Belajar)
Menurut Candra, PW Aisyiah terbuka terhadap semangat peserta dalam berkegiatan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi kemaslahatan umat.
Bagi penyelenggara, event ini menjadi relevan ketika pada era revolusi industri 4.0 saat ini, problematika individu dan masyarakat semakin kompleks. Bahkan ada tendensi manusia semakin kurang mengenali dirinya, termasuk problematika masyarakat di sekitarnya.
"Ini merupakan tantangan bagi para peneliti dan aktivis gender untuk menyuarakan problematika tersebut, melalui publikasi ilmiah maupun ilmiah populer. Dengan demikian, isu-isu kesetaraan gender mengisi ruang diskusi publik dan menjadi masukan substansial bagi pengambil keputusan," katanya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (16/12/2019).
Peneliti dan aktivis gender sudah banyak bekerja di lapangan, namun karya-karya mereka masih perlu lebih banyak lagi diceritakan dalam karya publikasi.
“Tidak jarang ditemukan kesulitan untuk memulai pekerjaan menulis atau terkadang merasa kehabisan ide dalam menulis sekalipun telah banyak membaca referensi, mengamati lapangan, dan melakukan refleksi. Semua terasa berhenti ketika tiba saat untuk menuangkan gagasan yang berasal dari perpaduan berbagai aktivitas menjadi sebuah tulisan akademik,” tutur Arifah.
Lokakarya yang dipandu oleh Eben Ezer Siadari, penulis buku berjudul Esensi Praktik Menulis, dan Salim Shahab, Direktur Rayyana Publishing ini memotivasi dan memberikan coaching kepada para partisipan lokakarya.
Mereka dipandu untuk menemukan passion dalam kepenulisan. Lokakarya tersebut telah mendiskusikan tidak kurang dari 18 draft naskah karya para aktivis dan peneliti tersebut, yang dipertimbangkan akan dibukukan.
Arifah mengharapkan akan semakin banyak para peneliti dan aktivis di daerah yang menghasilkan karya tulis di bidang gender berbasis daerah masing-masing. Dengan demikian, referensi tentang hal itu tidak selalu mengacu kepada karya-karya penulis dari luar daerah bahkan dari luar negeri.
(dam)