Guru dan Siswa Perlu Dikenalkan Sistem Asesmen
A
A
A
JAKARTA - Sistem asesmen yang digadang-gadangkan Kemendikbud akan menggantikan ujian nasional (UN) memerlukan perhatian yang lebih, terutama pada kemampuan guru. Pasalnya, guru akan menjadi kunci keberhasilan sistem tersebut.
Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengatakan, dalam membuat suatu asesmen diperlukan ilmu dan tata cara baru. Kemendikbud, meski mengotonomikan proses penilaian siswa pada guru, bukan berarti bisa lepas tangan. Pemerintah justru harus memberi pembinaan yang cukup dan menjamin setiap sekolah bisa menjalankan dengan baik proses asesmen ini. Pasalnya, guru lah yang akan mewujudkan program Merdeka Belajar itu bisa berjalan dengan baik atau tidak.
“Jadi, saya kira tetap fokusnya dan prasyarat atau kunci keberhasilan sebenarnya ada di guru. Pemerintah harus tetap memberi pembinaan yang cukup dan menjamin setiap sekolah mampu menjalankan dengan baik juga,” tandas Hetifah seusai diskusi “Asesmen Nasional Dapatkah Mengembalikan Esensi Belajar?” di Kantor Kemendikbud, Jakarta, kemarin.
Politikus Golkar ini mengatakan bahwa para ahli bisa didatangkan untuk melatih para guru. Para ahli dari Indonesia, NGO yang fokus pada bidang pendidikan, dan atau para ahli dari PISA juga bisa bekerja sama untuk memberikan kompetensi tambahan pada guru dengan metode baru ini sehingga niat dasar Kemendikbud bisa terwujud.
Berbicara tentang pendidikan itu tidak hanya terkait dengan satu bidang. Jika saat ini ada program asesmen, hal ini juga terkait dengan kurikulum dan guru. Namun, dia menilai yang paling penting adalah kesiapan guru. “Karena kita sudah launching maka next step-nya adalah berikan kemampuan guru-guru itu sesuai yang dibutuhkan. Agar tahun depan, khususnya di 2021 ini, sudah terwujud,” tandasnya.
Plt Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Totok Suprayitno menjelaskan, pada geladi resik UN tahun depan, Kemendikbud akan mencoba mengenalkan sistem asesmen kompetensi minimum dan survei karakter kepada guru. Harapannya, dengan pengenalan ini maka bisa menjadi bahan renungan guru untuk mencoba membuat soal dengan jenis yang sama. (Neneng Zubaidah)
Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengatakan, dalam membuat suatu asesmen diperlukan ilmu dan tata cara baru. Kemendikbud, meski mengotonomikan proses penilaian siswa pada guru, bukan berarti bisa lepas tangan. Pemerintah justru harus memberi pembinaan yang cukup dan menjamin setiap sekolah bisa menjalankan dengan baik proses asesmen ini. Pasalnya, guru lah yang akan mewujudkan program Merdeka Belajar itu bisa berjalan dengan baik atau tidak.
“Jadi, saya kira tetap fokusnya dan prasyarat atau kunci keberhasilan sebenarnya ada di guru. Pemerintah harus tetap memberi pembinaan yang cukup dan menjamin setiap sekolah mampu menjalankan dengan baik juga,” tandas Hetifah seusai diskusi “Asesmen Nasional Dapatkah Mengembalikan Esensi Belajar?” di Kantor Kemendikbud, Jakarta, kemarin.
Politikus Golkar ini mengatakan bahwa para ahli bisa didatangkan untuk melatih para guru. Para ahli dari Indonesia, NGO yang fokus pada bidang pendidikan, dan atau para ahli dari PISA juga bisa bekerja sama untuk memberikan kompetensi tambahan pada guru dengan metode baru ini sehingga niat dasar Kemendikbud bisa terwujud.
Berbicara tentang pendidikan itu tidak hanya terkait dengan satu bidang. Jika saat ini ada program asesmen, hal ini juga terkait dengan kurikulum dan guru. Namun, dia menilai yang paling penting adalah kesiapan guru. “Karena kita sudah launching maka next step-nya adalah berikan kemampuan guru-guru itu sesuai yang dibutuhkan. Agar tahun depan, khususnya di 2021 ini, sudah terwujud,” tandasnya.
Plt Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Totok Suprayitno menjelaskan, pada geladi resik UN tahun depan, Kemendikbud akan mencoba mengenalkan sistem asesmen kompetensi minimum dan survei karakter kepada guru. Harapannya, dengan pengenalan ini maka bisa menjadi bahan renungan guru untuk mencoba membuat soal dengan jenis yang sama. (Neneng Zubaidah)
(nfl)