Muslimah Diminta Waspadai Komestik dan Farmasi Mengandung Najis
A
A
A
TANGERANG - Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan, Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten menggelar seminar internasional bertajuk industri halal farmasi dan kosmetik dalam perspektif internasional.
Sejumlah akademisi, peneliti, pembicara dari dalam dan luar negeri pun dihadirkan dalam seminar perdana itu. Hasil seminar akan menjadi masukan penting bagi berbagai pihak.
Ketua Panitia Seminar Internasional Halal Industri (Iconhady) Heni Mulyati mengatakan, seminar internasional ini sangat penting bagi para pemangku kebijakan di dunia industri kosmetik dan farmasi saat ini.
"Dalam kegiatan ini, kami kerjasama dengan Lembaga Pemeriksa Halal Kajian Halal Toyiban Muhammadiyah (LPH KHT PP Muhammadiyah)," kata Heni kepada SINDOnews, di ITB Ahmad Dahlan, Selasa (18/2/2020) siang.
Wakil Direktur Hubungan Internasional Kantor Urusan ITB Ahmad Dahlan ini juga mengatakan, pangsa pasar produk kosmetik dan farmasi di dunia internasional sangat tinggi.
"Untuk di Indonesia, kajian tentang farmasi dan kosmetik masih jarang. Ini merupakan tantangan bagi kita. Apalagi, kebijakan yang mengatur soal farmasi dan kosmetik halal di Indonesia juga belum ada," sambung Heni.
Melalui paparan para ahli yang mencermati dan mengembangkan produk kosmetik dan farmasi halal di Malaysia, Thailand, dan Australia diharapkan para peserta dapat menerima informasi penting dari seminar ini.
"Bukan hanya para akademisi, kita juga mengundang industri. Pembicara yang hadir dari Malaysia, Thailand, dan Australia. Mereka akan memberikan materi tentang produk halal kosmetik dan farmasi," tuturnya.
Salah satu yang menjadi perhatian di dalam seminar industri halal dalam produk farmasi dan kosmetik ini adalah berkembangnya isu gelatin yang sangat meresahkan masyarakat.
Gelatin merupakan campuran antara peptida dengan protein yang diperoleh dari hidrolisis kolagen yang secara alami terdapat pada tulang atau kulit binatang. Isi gelatin diharap dapat menjadi isu bersama produk halal.
"Isu gelatin juga sih, itu cukup menjadi isu hangat. Kami berharap dapat menjadi isu bersama, karena ada unsur haram. Makanya kita dorong ke produk halal," sambungnya.
Sementara itu, Direktur Utama LPH-KHT PP Muhammadiyah Nadratuzzaman Hosen mengatakan, konsumen terbesar produk kosmetik di Indonesia perempuan muslimah.
"Sekarang kan kita tahu, kosmetik tidak bisa lepas dari perempuan, dan kalau kita lihat muslimah harus dilindungi dari barang najis atau haram. Jadi, kalau salat kan harus bersih dari barang najis," sambung Nadra.
Muslimah yang belum membersihkan dirinya dari make-up atau kosmetik najis, maka ibadah salatnya menjadi tidak sah. Untuk itu, disinilah pentingnya produk kosmetik halal. "Jangan sampai dia enggak mau bersihkan mukanya, malah enggak diterima salatnya, karena kosmetiknya mengandung najis. Jadi, kosmetik tidak bisa dipisahkan dari wanita, walaupun murah dan sederhana," tuturnya.
Meski demikian, halal saja tidak cukup. Suatu produk kosmetik juga harus toyiban. Baru kualitasnya terjamin, aman dan nyaman untuk digunakan oleh para wanita Muslimah.
"Tetapi kita lihat banyak perusahaan kosmetik belum bersedia menghalalkan produknya. Sedang produk kosmetik China terus masuk ke Indonesia. Kita tidak menolak penyelundupan di Batam, Manado dan lainnya," ungkapnya.
Hal senada juga dengan produk farmasi yang masih ramai diperbincangkan, karena kandungan najisnya. Industri farmasi inipun banyak tidak mau menghalalkan produknya.
"Farmasi apalagi, banyak terjadi penolakan dari farmasi karena mereka menganggap kalau mengganti bahan baku, harus uji klinis lagi, ini lama dan butuh sertifikat lagi. Tetapi ini untuk kepentingan umat," tuturnya.
Sejumlah akademisi, peneliti, pembicara dari dalam dan luar negeri pun dihadirkan dalam seminar perdana itu. Hasil seminar akan menjadi masukan penting bagi berbagai pihak.
Ketua Panitia Seminar Internasional Halal Industri (Iconhady) Heni Mulyati mengatakan, seminar internasional ini sangat penting bagi para pemangku kebijakan di dunia industri kosmetik dan farmasi saat ini.
"Dalam kegiatan ini, kami kerjasama dengan Lembaga Pemeriksa Halal Kajian Halal Toyiban Muhammadiyah (LPH KHT PP Muhammadiyah)," kata Heni kepada SINDOnews, di ITB Ahmad Dahlan, Selasa (18/2/2020) siang.
Wakil Direktur Hubungan Internasional Kantor Urusan ITB Ahmad Dahlan ini juga mengatakan, pangsa pasar produk kosmetik dan farmasi di dunia internasional sangat tinggi.
"Untuk di Indonesia, kajian tentang farmasi dan kosmetik masih jarang. Ini merupakan tantangan bagi kita. Apalagi, kebijakan yang mengatur soal farmasi dan kosmetik halal di Indonesia juga belum ada," sambung Heni.
Melalui paparan para ahli yang mencermati dan mengembangkan produk kosmetik dan farmasi halal di Malaysia, Thailand, dan Australia diharapkan para peserta dapat menerima informasi penting dari seminar ini.
"Bukan hanya para akademisi, kita juga mengundang industri. Pembicara yang hadir dari Malaysia, Thailand, dan Australia. Mereka akan memberikan materi tentang produk halal kosmetik dan farmasi," tuturnya.
Salah satu yang menjadi perhatian di dalam seminar industri halal dalam produk farmasi dan kosmetik ini adalah berkembangnya isu gelatin yang sangat meresahkan masyarakat.
Gelatin merupakan campuran antara peptida dengan protein yang diperoleh dari hidrolisis kolagen yang secara alami terdapat pada tulang atau kulit binatang. Isi gelatin diharap dapat menjadi isu bersama produk halal.
"Isu gelatin juga sih, itu cukup menjadi isu hangat. Kami berharap dapat menjadi isu bersama, karena ada unsur haram. Makanya kita dorong ke produk halal," sambungnya.
Sementara itu, Direktur Utama LPH-KHT PP Muhammadiyah Nadratuzzaman Hosen mengatakan, konsumen terbesar produk kosmetik di Indonesia perempuan muslimah.
"Sekarang kan kita tahu, kosmetik tidak bisa lepas dari perempuan, dan kalau kita lihat muslimah harus dilindungi dari barang najis atau haram. Jadi, kalau salat kan harus bersih dari barang najis," sambung Nadra.
Muslimah yang belum membersihkan dirinya dari make-up atau kosmetik najis, maka ibadah salatnya menjadi tidak sah. Untuk itu, disinilah pentingnya produk kosmetik halal. "Jangan sampai dia enggak mau bersihkan mukanya, malah enggak diterima salatnya, karena kosmetiknya mengandung najis. Jadi, kosmetik tidak bisa dipisahkan dari wanita, walaupun murah dan sederhana," tuturnya.
Meski demikian, halal saja tidak cukup. Suatu produk kosmetik juga harus toyiban. Baru kualitasnya terjamin, aman dan nyaman untuk digunakan oleh para wanita Muslimah.
"Tetapi kita lihat banyak perusahaan kosmetik belum bersedia menghalalkan produknya. Sedang produk kosmetik China terus masuk ke Indonesia. Kita tidak menolak penyelundupan di Batam, Manado dan lainnya," ungkapnya.
Hal senada juga dengan produk farmasi yang masih ramai diperbincangkan, karena kandungan najisnya. Industri farmasi inipun banyak tidak mau menghalalkan produknya.
"Farmasi apalagi, banyak terjadi penolakan dari farmasi karena mereka menganggap kalau mengganti bahan baku, harus uji klinis lagi, ini lama dan butuh sertifikat lagi. Tetapi ini untuk kepentingan umat," tuturnya.
(dam)