Kebijakan PJJ Tak Boleh Diskriminasi Murid yang Tidak Miliki Sarana Daring

Rabu, 22 Juli 2020 - 11:16 WIB
Seorang siswa mengikuti proses belajar-mengajar dengan daring atau jarak jauh. Foto/Dok/SINDOnews
JAKARTA - Permasalahan pembelajaran jarak jauh (PJJ) belum juga ditemukan solusinya. Para siswa yang mengikuti dan tidak kegiatan belajar mengajar (KBM) secara daring memiliki satu permasalahan yang sama, kesulitan memahami pelajaran.

Pengamat pendidikan Doni Koesoema mengatakan perlu ada komunikasi yang baik antara orang tua dan guru agar anak-anak bisa mengikuti pembelajaran baik secara daring maupun luring. Selama pandemi COVID-19 sebenarnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah menyatakan target kurikulum bukanlah hal yang utama.

“Namun, pembelajaran harus bermakna, menggali, dan mengembangkan kemampuan dasar anak dalam literasi dan numerasi,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Selasa (21/7/2020). (Baca juga: Tak Mau Beratkan Orang Tua, SDN2 Mendawai Berikan Tugas Murid Via WA )



Kondisi anak Indonesia sangat beragam untuk mengikuti KBM selama pandemi COVID-19. Ada anak yang mempunyai gawai dan jaringan internet untuk belajar daring. Di sisi lain, bagi siswa kalangan tidak mampu tentu sulit memenuhi peralatan canggih dan mahal itu.

“Maka kebijakan PJJ tidak boleh menyingkirkan dan mendiskriminasi anak-anak yang tidak memiliki sarana daring. Tidak bisa dibuat satu kebijakan untuk semua,” tutur Doni

Doni mengusulkan, sekolah-sekolah melakukan pemetaan kebutuhan KBM, seperti keterampilan guru, sarana di sekolah dan yang harus dimiliki para siswa, serta sejauh mana dukungan dari orang tua. Setelah itu, sekolah mencari cara terbaik agar para siswa tetap dapat belajar. (Baca juga: 25% Pelajar di Jateng Tak Miliki Akses Layanan Pendidikan Daring )

”Anak-anak yang tidak mempunyai perangkat daring bisa belajar secara luring dengan menggunakan buku teks pelajaran, modul, radio, dan TV,” ujar Pelaksana tugas Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Hamid Muhammad melalui pesan singkat.

Temuan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), ada 47 persen siswa yang bosan di rumah dan 35 persen khawatir tertinggal pelajaran. Doni menerangkan dukungan orang tua dalam situasi seperti sangat penting untuk mencegah anak tidak stres.

Jika sekolah mampu, bisa melibatkan psikologi untuk sekolah dasar (SD) konselor untuk sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Hamid mengungkapkan pihaknya telah memberikan pelatihan kepada guru selama dua bulan terakhir. Dengan pelatihan itu diharapkan bisa mengurangi disparitas kualitas PJJ dan dapat memperbaiki pemahaman siswa.

“Ini artinya guru sendiri perlu belajar lebih banyak bagaimana mengajar di masa COVID-19 karena belajar di masa sekarang itu tidak sama dengan memindahkan pengajaran tradisional kelas ke dunia maya. Guru perlu mengevaluasi cara mengajar agar hasilnya lebih baik,” timpal Doni.
(mpw)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More