Akademisi UI: Telah Bertransformasi Jadi Budaya Indonesia, Wayang Potehi Harus Dilestarikan
Sabtu, 24 Februari 2024 - 13:24 WIB
JAKARTA - Proses demokratisasi yang telah berlangsung di Indonesia sejak era reformasi di tahun 1998 dinilai membawa dampak positif bukan hanya bagi masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga bagi kelompok-kelompok minoritas, termasuk masyarakat etnik Tionghoa yang saat ini sedang merayakan Tahun Baru Imlek.
Salah satu dari dampak positif tersebut adalah kembalinya budaya Tionghoa di ruang publik, setelah selama beberapa dasawarsa mengalami pengekangan di era pemerintahan Orde Baru yang berkuasa sejak 1966 hingga 1998 itu.
Sebagai respons dari kembalinya kebebasan mengekspresikan budaya dan identitas etnik itu, masyarakat Tionghoa dihimbau untuk mengembangkan dan mempopulerkan budaya Tionghoa yang telah mengandung nilai-nilai Indonesia, dan telah berakar di Indonesia selama berabad-abad. Salah satu dari budaya tersebut adalah pertunjukan wayang Potehi.
Demikian poin-poin yang mengemuka dalam diskusi Cap Go Meh bertema “Wayang Potehi: Budaya Tionghoa dalam Keindonesiaan,” yang diselenggarakan bersama oleh Forum Sinologi Indonesia (FSI) dan Sanggar Budaya Rumah Cinta Wayang (Cinwa) di Jakarta 23 Februari 2023. Diskusi menghadirkan sejumlah akademisi terkemuka baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI) yang juga Pegiat Wayang Potehi, Dwi Woro retno Mastuti, menjelaskan bahwa wayang potehi merupakan salah satu seni pertunjukan wayang Peranakan China Jawa, yang biasanya digelar di berbagai klenteng di pulau Jawa sebagai bagian dari kegiatan ritual umat Kong Hu Cu.
Menurut pendiri Sanggar Budaya Rumah Cinwa itu, potehi biasanya mengisahkan berbagai mitos dan legenda asal Tongkok, seperti Sie Jin Kwi, Sam Kok, San Pek Eng Tai, dan Li Si Bin.
Yang menarik, tutur wanita yang akrab disapa sebagai Ibu Woro itu, kisah-kisah di atas justru ditulis dalam aksara Jawa. Hal ini membuat Ibu Woro mendukung pandang bahwa Potehi memang bukan lagi budaya Tionghoa semata, namun telah menjadi budaya Indonesia.
“Potehi sudah bagian dari bangsa Indonesia lho, bagian dari keragaman menjadi Indonesia. Karena bahasanya Indonesia, pemainnya Indonesia, pengrajinnya orang Jawa, pendukungnya anak anak muda Indonesia,” tutur Woro dalam keterangan resminya, Sabtu (24/2/2024).
Salah satu dari dampak positif tersebut adalah kembalinya budaya Tionghoa di ruang publik, setelah selama beberapa dasawarsa mengalami pengekangan di era pemerintahan Orde Baru yang berkuasa sejak 1966 hingga 1998 itu.
Sebagai respons dari kembalinya kebebasan mengekspresikan budaya dan identitas etnik itu, masyarakat Tionghoa dihimbau untuk mengembangkan dan mempopulerkan budaya Tionghoa yang telah mengandung nilai-nilai Indonesia, dan telah berakar di Indonesia selama berabad-abad. Salah satu dari budaya tersebut adalah pertunjukan wayang Potehi.
Demikian poin-poin yang mengemuka dalam diskusi Cap Go Meh bertema “Wayang Potehi: Budaya Tionghoa dalam Keindonesiaan,” yang diselenggarakan bersama oleh Forum Sinologi Indonesia (FSI) dan Sanggar Budaya Rumah Cinta Wayang (Cinwa) di Jakarta 23 Februari 2023. Diskusi menghadirkan sejumlah akademisi terkemuka baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI) yang juga Pegiat Wayang Potehi, Dwi Woro retno Mastuti, menjelaskan bahwa wayang potehi merupakan salah satu seni pertunjukan wayang Peranakan China Jawa, yang biasanya digelar di berbagai klenteng di pulau Jawa sebagai bagian dari kegiatan ritual umat Kong Hu Cu.
Menurut pendiri Sanggar Budaya Rumah Cinwa itu, potehi biasanya mengisahkan berbagai mitos dan legenda asal Tongkok, seperti Sie Jin Kwi, Sam Kok, San Pek Eng Tai, dan Li Si Bin.
Yang menarik, tutur wanita yang akrab disapa sebagai Ibu Woro itu, kisah-kisah di atas justru ditulis dalam aksara Jawa. Hal ini membuat Ibu Woro mendukung pandang bahwa Potehi memang bukan lagi budaya Tionghoa semata, namun telah menjadi budaya Indonesia.
“Potehi sudah bagian dari bangsa Indonesia lho, bagian dari keragaman menjadi Indonesia. Karena bahasanya Indonesia, pemainnya Indonesia, pengrajinnya orang Jawa, pendukungnya anak anak muda Indonesia,” tutur Woro dalam keterangan resminya, Sabtu (24/2/2024).
Lihat Juga :
tulis komentar anda