Sejarawan BRIN: Begini Salah Satu Cara Komunitas Tionghoa Bergulat Menjadi Indonesia Seutuhnya
Minggu, 21 April 2024 - 14:41 WIB
JAKARTA - Keputusan sebagian masyarakat etnik Tionghoa di Indonesia untuk memeluk agama Islam merupakan salah satu dari sekian banyak contoh yang memperlihatkan bagaimana kelompok etnik ini telah dan sedang terus-menerus bergulat menjadi bangsa Indonesia seutuhnya.
Proses pergulatan menjadi Indonesia itu telah berlangsung sejak masa lampau, termasuk di sepanjang era pemerintahan rezim Orde Baru (Orba), ketika negara memberlakukan pembatasan terhadap perayaan identitas dan budaya Tionghoa.
Namun proses pergulatan itu tetap berlangsung pada masa kini, masa di mana masyarakat etnik Tionghoa memperoleh kebebasan mengekspresikan identitas dan budaya mereka, seiring dengan makin menguatnya atmosfir demokrasi di negeri ini.
Peneliti pada Pusat Penelitian Kewilayahan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Saiful Hakam menilai, proses perpindahan agama di kalangan orang-orang Tionghoa di Indonesia dalam konteks kegalauan dan kebingungan mereka mengenai bagaimana bertransformasi menjadi bangsa Indonesia yang utuh pasca berdirinya negara Republik Indonesia, tepatnya sejak sekitar tahun 1950-an.
“Bagi sementara tokoh Tionghoa yang hidup antara periode awal kemerdekaan Indonesia hingga sekitar tahun 1970-an, menjadi Muslim dianggap sebagai jawaban bagi pertanyaan mengenai bagaimana menjadi bangsa Indonesia secara utuh,” ujar Saiful dalam diskusi bertajuk “Tionghoa dan Dakwah Islam di Indonesia: Masa Lalu dan Kekinian,” yang diselenggarakan oleh Forum Sinologi Indonesia (FSI) di Jakarta, Sabtu (20/4/2024).
Menurut sejarawan lulusan Universitas Gajah Mada (UGM) ini, terdapat perbedaan yang kontras antara situasi pada masa lalu, khususnya pada zaman pemerintahan Orba dengan situasi di era sekarang ini dalam pergulatan identitas etnis Tionghoa untuk menjadi Indonesia.
“Pada zaman Orba, budaya dan identitas Tionghoa dilarang. Oleh karenanya orang Tionghoa yang memeluk agama Islam harus melepaskan dan meninggalkan ketionghoaan mereka. Sedangkan pada masa kini, Tionghoa dapat menjadi Muslim walau tetap mempertahankan budaya dan identitas Tionghoanya,” ujar pria yang juga menjadi dosen tidak tetap pada Program Studi Bahasa Mandarin dan Kebudayaan Tiongkok Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) itu.
Audhiandra Nur Ratri Okviosa, alumni Program Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Pelita Harapan (UPH) memaparkan, kisah mengenai bagaimana orang Tionghoa di Indonesia menjadi seorang Muslim sambil tetap mempertahankan identitas dan budaya etnik mereka merupakan sebuah kharakteristik pembeda antara Tionghoa Muslim di era kekinian dengan pendahulu mereka pada masa lampau.
Proses pergulatan menjadi Indonesia itu telah berlangsung sejak masa lampau, termasuk di sepanjang era pemerintahan rezim Orde Baru (Orba), ketika negara memberlakukan pembatasan terhadap perayaan identitas dan budaya Tionghoa.
Namun proses pergulatan itu tetap berlangsung pada masa kini, masa di mana masyarakat etnik Tionghoa memperoleh kebebasan mengekspresikan identitas dan budaya mereka, seiring dengan makin menguatnya atmosfir demokrasi di negeri ini.
Peneliti pada Pusat Penelitian Kewilayahan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Saiful Hakam menilai, proses perpindahan agama di kalangan orang-orang Tionghoa di Indonesia dalam konteks kegalauan dan kebingungan mereka mengenai bagaimana bertransformasi menjadi bangsa Indonesia yang utuh pasca berdirinya negara Republik Indonesia, tepatnya sejak sekitar tahun 1950-an.
“Bagi sementara tokoh Tionghoa yang hidup antara periode awal kemerdekaan Indonesia hingga sekitar tahun 1970-an, menjadi Muslim dianggap sebagai jawaban bagi pertanyaan mengenai bagaimana menjadi bangsa Indonesia secara utuh,” ujar Saiful dalam diskusi bertajuk “Tionghoa dan Dakwah Islam di Indonesia: Masa Lalu dan Kekinian,” yang diselenggarakan oleh Forum Sinologi Indonesia (FSI) di Jakarta, Sabtu (20/4/2024).
Menurut sejarawan lulusan Universitas Gajah Mada (UGM) ini, terdapat perbedaan yang kontras antara situasi pada masa lalu, khususnya pada zaman pemerintahan Orba dengan situasi di era sekarang ini dalam pergulatan identitas etnis Tionghoa untuk menjadi Indonesia.
“Pada zaman Orba, budaya dan identitas Tionghoa dilarang. Oleh karenanya orang Tionghoa yang memeluk agama Islam harus melepaskan dan meninggalkan ketionghoaan mereka. Sedangkan pada masa kini, Tionghoa dapat menjadi Muslim walau tetap mempertahankan budaya dan identitas Tionghoanya,” ujar pria yang juga menjadi dosen tidak tetap pada Program Studi Bahasa Mandarin dan Kebudayaan Tiongkok Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) itu.
Audhiandra Nur Ratri Okviosa, alumni Program Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Pelita Harapan (UPH) memaparkan, kisah mengenai bagaimana orang Tionghoa di Indonesia menjadi seorang Muslim sambil tetap mempertahankan identitas dan budaya etnik mereka merupakan sebuah kharakteristik pembeda antara Tionghoa Muslim di era kekinian dengan pendahulu mereka pada masa lampau.
tulis komentar anda