Berdampingan dengan AI, GSM Fokus Peningkatan Kualitas Guru
Senin, 16 Desember 2024 - 14:25 WIB
JAKARTA - Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) menginisiasi kembali program Ng(k)aji Pendidikan, dengan tema Guru Diambang Misteri Peradaban. Acara tersebut digelar secara daring pada Jumat (13/12/2024).
Founder dari GSM Muhammad Nur Rizal didapuk menjadi pembicara utama di sana. Antusiasme para guru terbilang luar biasa. Terhitung ada lebih dari 750 partisipan yang ikut serta. Mereka setia mendengarkan materi yang berfokus pada penguatan guru sebagai pemandu para siswa untuk tetap berada di koridor yang tepat dan tidak terjerumus kepada efek negatif dari perkembangan teknologi, terkhusus artificial intelligence (AI) .
“ Guru adalah garda terdepan di rumah, sekolah, dan di mana pun. Selama setiap dari kita dapat bermartabat sebagai seorang guru maka peradaban manusia akan aman dan dapat dijaga. Sebagaimana yang dikatakan oleh Bung Karno, bahwa guru adalah sang Rasul Peradaban,” kata Rizal.
Hanya saja, kekeliruan masih kerap terjadi di mana sistem pendidikan dan guru menitikberatkan nilai akademik dan tuntasnya materi ajar sebagai tolok ukur sukses atau tidaknya pendidikan. Padahal, guru perlu berfokus pada proses belajar manusia yang paling alamiah.
Yakni memantik rasa ingin tahu, memicu kreativitas, dan keberagaman potensi, serta menyadarkan siswa sebagai manusia dengan nilai-nilai kebermanfaatan hidup, serta tanggung jawab moral dan etis. Itulah definisi memanusiakan siswa.
“Ketika sekolah dan guru tidak dapat memanusiakan siswa, bahayanya adalah mereka dapat mencari pelarian kepada hal yang semu, seperti AI. Sudah ada buktinya bahwa Meta AI atau ChatGPT 4.0 dapat menggunakan data training untuk berbohong, terlihat empati, dan memberikan kenyamanan terhadap manusia yang sejatinya mampu mereka dapatkan di sekolah,” lanjutnya.
“Manusia sebagai makhluk berperasaan malah tidak dapat memberikannya karena tidak dilatih. Kebanyakan dari kita terlalu sibuk dengan administrasi, karier dan jabatan, serta persepsi orang yang membuat kita jarang berefleksi dengan diri sendiri,” tambahnya.
Rizal menjelaskan pengertian artificial intelligence (AI) kepada para partisipan dengan mengkontekstualisasikannya apabila diperintah untuk menendang bola. AI adalah kecerdasan karena diberi tujuan. Misalnya menendang bola sampai ke gawang.
AI akan belajar sendiri caranya menendang ke gawang lewat memahami pola untuk bermain bola. ”Kemudian ia memecahkan masalah tersebut dengan mencari-cari dan membuat jaringan syaraf tiruan sinapsis yang diatur oleh manusia dalam algoritma pembelajaran yang ditujukan untuk menendang bola ke gawang,” jelasnya.
Founder dari GSM Muhammad Nur Rizal didapuk menjadi pembicara utama di sana. Antusiasme para guru terbilang luar biasa. Terhitung ada lebih dari 750 partisipan yang ikut serta. Mereka setia mendengarkan materi yang berfokus pada penguatan guru sebagai pemandu para siswa untuk tetap berada di koridor yang tepat dan tidak terjerumus kepada efek negatif dari perkembangan teknologi, terkhusus artificial intelligence (AI) .
“ Guru adalah garda terdepan di rumah, sekolah, dan di mana pun. Selama setiap dari kita dapat bermartabat sebagai seorang guru maka peradaban manusia akan aman dan dapat dijaga. Sebagaimana yang dikatakan oleh Bung Karno, bahwa guru adalah sang Rasul Peradaban,” kata Rizal.
Hanya saja, kekeliruan masih kerap terjadi di mana sistem pendidikan dan guru menitikberatkan nilai akademik dan tuntasnya materi ajar sebagai tolok ukur sukses atau tidaknya pendidikan. Padahal, guru perlu berfokus pada proses belajar manusia yang paling alamiah.
Yakni memantik rasa ingin tahu, memicu kreativitas, dan keberagaman potensi, serta menyadarkan siswa sebagai manusia dengan nilai-nilai kebermanfaatan hidup, serta tanggung jawab moral dan etis. Itulah definisi memanusiakan siswa.
“Ketika sekolah dan guru tidak dapat memanusiakan siswa, bahayanya adalah mereka dapat mencari pelarian kepada hal yang semu, seperti AI. Sudah ada buktinya bahwa Meta AI atau ChatGPT 4.0 dapat menggunakan data training untuk berbohong, terlihat empati, dan memberikan kenyamanan terhadap manusia yang sejatinya mampu mereka dapatkan di sekolah,” lanjutnya.
“Manusia sebagai makhluk berperasaan malah tidak dapat memberikannya karena tidak dilatih. Kebanyakan dari kita terlalu sibuk dengan administrasi, karier dan jabatan, serta persepsi orang yang membuat kita jarang berefleksi dengan diri sendiri,” tambahnya.
Rizal menjelaskan pengertian artificial intelligence (AI) kepada para partisipan dengan mengkontekstualisasikannya apabila diperintah untuk menendang bola. AI adalah kecerdasan karena diberi tujuan. Misalnya menendang bola sampai ke gawang.
AI akan belajar sendiri caranya menendang ke gawang lewat memahami pola untuk bermain bola. ”Kemudian ia memecahkan masalah tersebut dengan mencari-cari dan membuat jaringan syaraf tiruan sinapsis yang diatur oleh manusia dalam algoritma pembelajaran yang ditujukan untuk menendang bola ke gawang,” jelasnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda