Pakar UGM: Di Era Digital, Buku Bukan Lagi Alat Utama Pembelajaran
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perkembangan teknologi digital berjalan begitu pesat dan masif membawa pengaruh dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satunya budaya membaca buku yang mengalami perubahan besar di era digital saat ini.
Psikolog UGM, Prof. Drs. Koentjoro, M.BSc., Ph.D., Psikolog., menyampaikan saat ini terlihat adanya kecenderungan penurunan minat membaca, terutama membaca buku pada generasi muda.
Keberadaan media sosial yang menawarkan beragam konten yang dikemas menarik secara audio dan visual serta up to date menjadikan lebih banyak digemari sebagai media pencarian informasi dibandingkan buku cetak.
“Digitalisasi ini sebenarnya bisa kita sikapi untuk back to nature yaitu kembali ke tradisi budaya tutur. Membaca memang bukan kultur masyarakat kita, tetapi budaya tutur. Secara sistem dan di keluarga diajari kembali untuk merenung dan titen (hasil berulang-ulang memepelajari tanda-tanda alam),” paparnya, seperti dilansir dari laman resmi UGM, Jumat (19/5/2023).
Koentjoro mengingatkan bahwa buku bukanlah sebagai alat utama pembelajaran masyarakat. Namun, buku menjadi salah satu referensi dalam pencarian informasi maupun memahami persoalan.
“Melalui peringatan Hari Buku Nasional ini jadi momentum mengembalikan pemikiran bahwa sumber belajar bukan hanya buku. Buku-buku tersebut hanyalah referensi bukan yang utama,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa membaca tulisan maupun buku menghasilkan manusia yang cerdas dan menjadikan berpikir secara rasional. Namun, ia mengingatkan bahwa buku bukanlah alat utama pembelajaran. Meskipun buku memberikan beragam informasi, namun tidak mengajarkan untuk berpikir kritis karena tidak terjadi dialog di dalamnya untuk menjawab berbagai keingintahuan pembacanya.
Psikolog UGM, Prof. Drs. Koentjoro, M.BSc., Ph.D., Psikolog., menyampaikan saat ini terlihat adanya kecenderungan penurunan minat membaca, terutama membaca buku pada generasi muda.
Keberadaan media sosial yang menawarkan beragam konten yang dikemas menarik secara audio dan visual serta up to date menjadikan lebih banyak digemari sebagai media pencarian informasi dibandingkan buku cetak.
“Digitalisasi ini sebenarnya bisa kita sikapi untuk back to nature yaitu kembali ke tradisi budaya tutur. Membaca memang bukan kultur masyarakat kita, tetapi budaya tutur. Secara sistem dan di keluarga diajari kembali untuk merenung dan titen (hasil berulang-ulang memepelajari tanda-tanda alam),” paparnya, seperti dilansir dari laman resmi UGM, Jumat (19/5/2023).
Koentjoro mengingatkan bahwa buku bukanlah sebagai alat utama pembelajaran masyarakat. Namun, buku menjadi salah satu referensi dalam pencarian informasi maupun memahami persoalan.
“Melalui peringatan Hari Buku Nasional ini jadi momentum mengembalikan pemikiran bahwa sumber belajar bukan hanya buku. Buku-buku tersebut hanyalah referensi bukan yang utama,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa membaca tulisan maupun buku menghasilkan manusia yang cerdas dan menjadikan berpikir secara rasional. Namun, ia mengingatkan bahwa buku bukanlah alat utama pembelajaran. Meskipun buku memberikan beragam informasi, namun tidak mengajarkan untuk berpikir kritis karena tidak terjadi dialog di dalamnya untuk menjawab berbagai keingintahuan pembacanya.
(mpw)