Apakah Benar Skripsi Itu Susah Sehingga Sekarang Tidak Diwajibkan Lagi? Ini Penjelasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Apakah membuat skripsi bagi mahasiswa itu susah?Jika jawabannya iya, apakah karena faktor itu salah satu yang membuat Kemendikbudristek saat ini sudah tidak mewajibkan lagi skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan jenjang Sarjana?
Analisis adanya kaitan antara penghapusan skripsi sebagai syarat kelulusan dengan sulitnya membuat skripsi bisa saja berkaitan meskipun hal itu perlu dibuktikan secara ilmiah. Terlepas dari hal itu, muncul juga pernyataan siapa bilang skripsi itu susah?
Bukannya banyak cerita mahasiswa Indonesia yang berhasil lulus cepat dan berusia muda pada tingkat diploma maupun sarjana?
Kalau benar begitu realitanya, kenapa masih ada anggapan bahwa skripsi itu susah?
Secara umum susah atau tidaknya membuat skripsi dipengaruhi banyak faktor sehingga tidak tepat apabila disimpulkan bahwa membuat tugas skripsi itu sulit. Untuk menjawab hal itu artikel kali akan membahasnya secara tuntas terkait anggapan bahwa skripsi itu sulit.
Faktor pertama yang bisa bikin skripsi itu susah adalah meremehkan keberadaan dosen pembimbing. Percaya atau tidak, sebagian mahasiswa menganggap bahwa dosen pembimbing sebatas ada hanya untuk memberi perizinan sidang ataupun presentasi saja.
Padahal, benarkah seperti itu? Tentu saja tidak! Dosen pembimbing justru punya peranan besar yang selayaknya tidak diremehkan dan dianggap sepele oleh mahasiswa. Lebih-lebih buat kamu yang ingin lulus cepat dan IPK-nya tinggi, pastikan kamu tidak meremehkan dosen pembimbing.
Sikap yang selayaknya mahasiswa miliki terhadap dosen pembimbing adalah interaktif dan totalitas. Mahasiswa yang sukses menyelesaikan skripsi biasanya cenderung aktif dalam menjalin interaksi dengan dosen pembimbing, memaksimalkan setiap peluang maupun kesempatan konsultasi, dan bersikap sungguh-sungguh dalam menerima segala macam arahan dari dosen pembimbing.
Sebaliknya, mahasiswa yang malas berkomunikasi dan melaporkan progress berkala pada dosen pembimbing lebih riskan berakhir kerepotan dan terjebak dalam mindset “skripsi itu susah”.
Berikutnya, faktor yang kerap membuat skripsi itu susah adalah meremehkan aktivitas diskusi dengan teman satu jurusan. Baik teman dari satu angkatan yang sama maupun berbeda tahun, mereka semua adalah salah satu kunci kesuksesan skripsi yang bisa kita manfaatkan!
Bagaimana cara memanfaatkannya? Pastinya bukan dengan sembarangan nongkrong ria dan menghabiskan waktu secara sia-sia. Melainkan, ajaklah mereka untuk sesekali rutin berdiskusi secara santai sekaligus serius mengenai bahasan yang berkaitan dengan skripsi kita.
Diskusi bersama kakak tingkat maupun teman angkatan bisa jadi solusi skripsi di masa-masa pandemi ini. Dari diskusi kecil-kecilan, banyak ide brilian yang bisa tercipta dan dieksekusi menjadi sebuah karya luar biasa; termasuk skripsi.
Ketiga, faktor yang bisa bikin skripsi itu susah buat sebagian mahasiswa adalah meninggalkan kebiasaan membaca. Seringkali mahasiswa pejuang skripsi hanya ingin menulis dan menyusun skripsi secepat mungkin, tanpa harus capek-capek melakukan aktivitas fundamental semacam membaca.
Padahal, kebiasaan membaca justru adalah salah satu kunci dasar sekaligus pembeda utama antara orang-orang yang sukses skripsian dengan yang gagal selesai tepat waktu. Kebiasaan membaca tidak boleh diremehkan bagi mahasiswa manapun yang ingin lulus secepat dan setepat mungkin.
Hanya saja, membaca pun tidak harus selalu terbatas pada jurnal ilmiah saja. Kebiasaan membaca karya tulis ilmiah setiap hari memang termasuk habit yang bagus, namun tidak semua orang bisa cocok dengan habit tersebut. Mengembangkan kebiasaan membaca bisa sesederhana dengan membaca artikel web yang ringan-ringan, maupun tulisan jurnalistik dari media massa yang reputable.
Mengelola atau memanajemen waktu terkadang dianggap terlalu mengekang kebebasan diri dalam menikmati kehidupan di masa kini. Kalau pengaturannya terlalu ketat, memang hasilnya akan seperti itu. Namun, hidup setiap hari tanpa punya softskill manajemen waktu justru bisa menyebabkan bahaya yang lebih parah; waktu terbuang habis dengan percuma tanpa progress apa-apa.
Manajemen waktu mampu mempengaruhi seberapa cepat seorang mahasiswa dalam menyusun dan menyelesaikan skripsinya. Terlepas dari faktor apapun yang terlibat, keahlian manajemen waktu hampir bisa dipastikan selalu berbanding lurus dengan tingkat kecepatan atau kesuksesan skripsi pada seorang mahasiswa.
Kendati begitu, bukan berarti mahasiswa yang sudah “terlambat” jadi tak butuh belajar manajemen waktu. Justru, mahasiswa yang “terlambat” skripsian-nya makin butuh belajar manajemen waktu supaya tidak tertinggal lebih jauh lagi.
Sebagus apapun bakat seseorang, jika tidak memiliki minat maka akan dirasakan sangat kurang. Antusiasme atau minat yang tinggi akan mengajak seseorang untuk memperoleh jawaban atas segala pertanyaan. Mungkin termasuk mengapa dirimu diputuskan terlalu cepat.
Hindari diri sudah mengetahui segalanya karena ini akan menutup diri menerima informasi penting yang sebelumnya kamu belum tau. Minat akan mendorong seseorang untuk terus bertanya mengapa begini, mengapa begitu.. hingga akhirnya dia telah menguasai ilmunya bahkan tanpa disadari.
Bisakah kamu merasakan topik skripsi itu sedikit membosankan karena memiliki judul yang itu itu saja? Padahal skripsi itu adalah penelitian, bisa penelitian unik asalkan masih sesuai dengan bidang ilmu yang kamu miliki.
Mengapa tidak memilih analisis kelayakan usaha tempe mendoan, dibanding harus preferensi konsumen terhadap produk? Ya, keduanya memang tidak masalah.. tetapi preferensi konsumen biasanya sedikit mudah ditebak hasilnya.
Rasa ketakutan sebelum memulai membuat mahasiswa biasanya malah menghindar. Padahal, tidak ada cara lain yang lebih tepat kecuali dengan mengenal lebih jauh dengan skripsi. Makin kenal maka makin cepat kamu akan melewati proses ini. Makin kenal maka status sarjana akan semakin mudah didapat.
Meskipun keliatannya membosankan, sebenarnya format laporan penelitian seperti skripsi mempunyai format baku. Format ini justru akan salah jika tidak dicontek. Seperti isi pendahuluan, metode, pembahasan, dan lain – lain. Jika kamu menulis isi bab metode yang seharusnya diisi di bab pembahasan, tentu akan salah.
Tujuan skripsi adalah untuk melatih mahasiswa merasakan proses dunia penelitian sehingga mental untuk kritis itu bisa muncul. Dalam proses skripsi, kamu akan dinilai bagaimana pemecahan masalah dan mengorganisasikan sesuatu. Ini pendapat saya pribadi lho
Jadi, jika kamu menemui masalah data baik dalam pengumpulan maupun pengolahan, jangan dulu berpikir dunia akan runtuh. Nikmati proses itu dan diskusikanlah kepada teman atau yang ahli. Karena dosen pun seharusnya tidak akan memaksakan sebuah penelitian yang memang tidak bisa dilanjutkan.
Lihat Juga: Daftar 4 Judul Penelitian Anies Baswedan yang Dipamerkan di Linkedin, Bikin HRD Merinding
Analisis adanya kaitan antara penghapusan skripsi sebagai syarat kelulusan dengan sulitnya membuat skripsi bisa saja berkaitan meskipun hal itu perlu dibuktikan secara ilmiah. Terlepas dari hal itu, muncul juga pernyataan siapa bilang skripsi itu susah?
Bukannya banyak cerita mahasiswa Indonesia yang berhasil lulus cepat dan berusia muda pada tingkat diploma maupun sarjana?
Kalau benar begitu realitanya, kenapa masih ada anggapan bahwa skripsi itu susah?
Secara umum susah atau tidaknya membuat skripsi dipengaruhi banyak faktor sehingga tidak tepat apabila disimpulkan bahwa membuat tugas skripsi itu sulit. Untuk menjawab hal itu artikel kali akan membahasnya secara tuntas terkait anggapan bahwa skripsi itu sulit.
Skripsi Itu Susah Apabila Mengabaikan 8 Hal Ini
1. Keberadaan Dosen Pembimbing
Faktor pertama yang bisa bikin skripsi itu susah adalah meremehkan keberadaan dosen pembimbing. Percaya atau tidak, sebagian mahasiswa menganggap bahwa dosen pembimbing sebatas ada hanya untuk memberi perizinan sidang ataupun presentasi saja.
Padahal, benarkah seperti itu? Tentu saja tidak! Dosen pembimbing justru punya peranan besar yang selayaknya tidak diremehkan dan dianggap sepele oleh mahasiswa. Lebih-lebih buat kamu yang ingin lulus cepat dan IPK-nya tinggi, pastikan kamu tidak meremehkan dosen pembimbing.
Sikap yang selayaknya mahasiswa miliki terhadap dosen pembimbing adalah interaktif dan totalitas. Mahasiswa yang sukses menyelesaikan skripsi biasanya cenderung aktif dalam menjalin interaksi dengan dosen pembimbing, memaksimalkan setiap peluang maupun kesempatan konsultasi, dan bersikap sungguh-sungguh dalam menerima segala macam arahan dari dosen pembimbing.
Sebaliknya, mahasiswa yang malas berkomunikasi dan melaporkan progress berkala pada dosen pembimbing lebih riskan berakhir kerepotan dan terjebak dalam mindset “skripsi itu susah”.
2. Malas Berdiskusi dengan Kakak Tingkat maupun Teman Angkatan
Berikutnya, faktor yang kerap membuat skripsi itu susah adalah meremehkan aktivitas diskusi dengan teman satu jurusan. Baik teman dari satu angkatan yang sama maupun berbeda tahun, mereka semua adalah salah satu kunci kesuksesan skripsi yang bisa kita manfaatkan!
Bagaimana cara memanfaatkannya? Pastinya bukan dengan sembarangan nongkrong ria dan menghabiskan waktu secara sia-sia. Melainkan, ajaklah mereka untuk sesekali rutin berdiskusi secara santai sekaligus serius mengenai bahasan yang berkaitan dengan skripsi kita.
Diskusi bersama kakak tingkat maupun teman angkatan bisa jadi solusi skripsi di masa-masa pandemi ini. Dari diskusi kecil-kecilan, banyak ide brilian yang bisa tercipta dan dieksekusi menjadi sebuah karya luar biasa; termasuk skripsi.
3. Meninggalkan Habit Membaca
Ketiga, faktor yang bisa bikin skripsi itu susah buat sebagian mahasiswa adalah meninggalkan kebiasaan membaca. Seringkali mahasiswa pejuang skripsi hanya ingin menulis dan menyusun skripsi secepat mungkin, tanpa harus capek-capek melakukan aktivitas fundamental semacam membaca.
Padahal, kebiasaan membaca justru adalah salah satu kunci dasar sekaligus pembeda utama antara orang-orang yang sukses skripsian dengan yang gagal selesai tepat waktu. Kebiasaan membaca tidak boleh diremehkan bagi mahasiswa manapun yang ingin lulus secepat dan setepat mungkin.
Hanya saja, membaca pun tidak harus selalu terbatas pada jurnal ilmiah saja. Kebiasaan membaca karya tulis ilmiah setiap hari memang termasuk habit yang bagus, namun tidak semua orang bisa cocok dengan habit tersebut. Mengembangkan kebiasaan membaca bisa sesederhana dengan membaca artikel web yang ringan-ringan, maupun tulisan jurnalistik dari media massa yang reputable.
4. Lemah Dalam Manajemen Waktu
Mengelola atau memanajemen waktu terkadang dianggap terlalu mengekang kebebasan diri dalam menikmati kehidupan di masa kini. Kalau pengaturannya terlalu ketat, memang hasilnya akan seperti itu. Namun, hidup setiap hari tanpa punya softskill manajemen waktu justru bisa menyebabkan bahaya yang lebih parah; waktu terbuang habis dengan percuma tanpa progress apa-apa.
Manajemen waktu mampu mempengaruhi seberapa cepat seorang mahasiswa dalam menyusun dan menyelesaikan skripsinya. Terlepas dari faktor apapun yang terlibat, keahlian manajemen waktu hampir bisa dipastikan selalu berbanding lurus dengan tingkat kecepatan atau kesuksesan skripsi pada seorang mahasiswa.
Kendati begitu, bukan berarti mahasiswa yang sudah “terlambat” jadi tak butuh belajar manajemen waktu. Justru, mahasiswa yang “terlambat” skripsian-nya makin butuh belajar manajemen waktu supaya tidak tertinggal lebih jauh lagi.
5.Kurang Minat Terhadap Penelitian
Sebagus apapun bakat seseorang, jika tidak memiliki minat maka akan dirasakan sangat kurang. Antusiasme atau minat yang tinggi akan mengajak seseorang untuk memperoleh jawaban atas segala pertanyaan. Mungkin termasuk mengapa dirimu diputuskan terlalu cepat.
Hindari diri sudah mengetahui segalanya karena ini akan menutup diri menerima informasi penting yang sebelumnya kamu belum tau. Minat akan mendorong seseorang untuk terus bertanya mengapa begini, mengapa begitu.. hingga akhirnya dia telah menguasai ilmunya bahkan tanpa disadari.
6.Jarang Update Kondisi Terkini
Bisakah kamu merasakan topik skripsi itu sedikit membosankan karena memiliki judul yang itu itu saja? Padahal skripsi itu adalah penelitian, bisa penelitian unik asalkan masih sesuai dengan bidang ilmu yang kamu miliki.
Mengapa tidak memilih analisis kelayakan usaha tempe mendoan, dibanding harus preferensi konsumen terhadap produk? Ya, keduanya memang tidak masalah.. tetapi preferensi konsumen biasanya sedikit mudah ditebak hasilnya.
7.Tidak Mengetahui Format Penelitian
Rasa ketakutan sebelum memulai membuat mahasiswa biasanya malah menghindar. Padahal, tidak ada cara lain yang lebih tepat kecuali dengan mengenal lebih jauh dengan skripsi. Makin kenal maka makin cepat kamu akan melewati proses ini. Makin kenal maka status sarjana akan semakin mudah didapat.
Meskipun keliatannya membosankan, sebenarnya format laporan penelitian seperti skripsi mempunyai format baku. Format ini justru akan salah jika tidak dicontek. Seperti isi pendahuluan, metode, pembahasan, dan lain – lain. Jika kamu menulis isi bab metode yang seharusnya diisi di bab pembahasan, tentu akan salah.
8.Kurang Paham Tujuan Skripsi
Tujuan skripsi adalah untuk melatih mahasiswa merasakan proses dunia penelitian sehingga mental untuk kritis itu bisa muncul. Dalam proses skripsi, kamu akan dinilai bagaimana pemecahan masalah dan mengorganisasikan sesuatu. Ini pendapat saya pribadi lho
Jadi, jika kamu menemui masalah data baik dalam pengumpulan maupun pengolahan, jangan dulu berpikir dunia akan runtuh. Nikmati proses itu dan diskusikanlah kepada teman atau yang ahli. Karena dosen pun seharusnya tidak akan memaksakan sebuah penelitian yang memang tidak bisa dilanjutkan.
Lihat Juga: Daftar 4 Judul Penelitian Anies Baswedan yang Dipamerkan di Linkedin, Bikin HRD Merinding
(wyn)