Guru Usia 45 Tahun ke Atas Dilarang Mengajar Tatap Muka di Sekolah
loading...
A
A
A
BANDUNG - Pemprov Jawa Barat melalui Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat melarang guru berusia 45 tahun ke atas mengajar dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka yang bakal digelar SMA/SMK di Provinsi Jabar.
Kepala Disdik Jabar, Dedi Supandi mengatakan, pembatasan usia guru yang dibolehkan mengajar tersebut merupakan bagian dari protokol keselamatan dan kesehatan dalam rencana KBM tatap muka SMA/SMK di Jabar.
Selain berusia di bawah 45 tahun, lanjut Dedi, guru yang diizinkan mengajar dalam KBM tatap muka tidak memiliki penyakit penyerta (comorbid), agar risiko kesehatan dan keselamatan guru selama mengajar dalam KBM tatap muka dapat ditekan. (Baca juga: 163 Daerah Zona Kuning Bisa Sekolah Tatap Muka )
Tidak hanya itu, seperti yang sempat diberitakan sebelumnya, seluruh guru yang dibolehkan mengajar dalam KBM tatap muka juga diwajibkan menjalani swab test guna memastikan guru yang bersangkutan tidak terpapar COVID-19.
"Tidak semua guru dapat terlibat dalam kegiatan belajar tatap muka. Guru yang berusia di bawah 45 dan tidak mengidap penyakit penyerta (comorbid) yang dapat mengajar. Setelah memenuhi klasifikasi tersebut, guru juga wajib menjalani swab test untuk memastikan guru dalam kondisi sehat," papar Dedi dalam konferensi pers di GOR Saparua, Kota Bandung, Jumat (7/8/2020).
Lebih lanjut Dedi mengatakan, pihaknya sangat mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam rencana pelaksanaan KBM tatap muka SMA/SMK di Jabar. Menurutnya, keselamatan dan kesehatan peserta didik, termasuk guru menjadi prioritas.
Pihaknya juga sudah menetapkan sejumlah indikator pelaksanaan KBM tatap muka, di antaranya lokasi sekolah berada di zona hijau. Selain itu, KBM tatap muka diprioritaskan bagi peserta didik yang tinggal di wilayah dengan jaringan internet yang tidak mumpuni atau blank spot. (Baca juga: Pemerintah Membolehkan Sekolah Tatap Muka di Zona Kuning )
Dedi menekankan, sekolah yang berada di zona hijau dan akan menggelar KBM tatap muka wajib mengajukan kesiapan KBM tatap muka terlebih dahulu kepada Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Jabar. Kemudian, pengawas dari Kantor Cabang Pendidikan Wilayah Jabar akan mengecek indikator-indikator kegiatan tatap muka yang harus dipenuhi sekolah.
"Rekomendasi dari pengawas akan diteruskan ke gugus tugas kabupaten/kota. Nanti, gugus tugas kabupaten/kota meninjau ulang protokol kesehatan di sekolah," katanya.
Lalu, sekolah yang akan membuka KBM tatap muka juga wajib membentuk satuan tugas (satgas), menjalin kerja sama dengan Puskesmas, membatasi waktu kegiatan belajar hanya sampai dengan 4 jam, menyediakan tempat cuci tangan, dan protokol kesehatan lainnya, hingga izin dari orang tua siswa.
"Sekolah juga harus membagi rombongan belajar atau shif karena peserta didik per kelas dibatasi hanya 18 siswa. Jadi, nantinya KBM menerapkan blended learning atau mengombinasikan kegiatan belajar tatap muka dengan daring. Minggu ini kelas 10, minggu depan kelas 11, minggu depannya lagi kelas 12. Minggu ini tatap muka, minggu depan daring lagi," paparnya lagi.
"Khusus SMK, kegiatan belajar tatap muka akan diisi dengan pelajaran yang sifatnya praktik karena untuk mendapatkan sertifikat keahlian harus ditempuh dengan praktik dan praktik bisa ditempuh dengan tatap muka," sambung Dedi.
Dedi melanjutkan, hingga 5 Agustus 2020, kecamatan berstatus zona hijau di Jabar sebanyak 228 kecamatan atau berkurang dibandingkan pekan lalu yang mencapai 266 kecamatan dari total 627 kecamatan di seluruh Jabar.
Menurutnya, hingga saat ini, pihaknya masih melakukan verifikasi kesiapan SMA/SMK untuk menggelar KBM tatap muka. Bahkan, kata Dedi, pihaknya masih membutuhkan waktu dua pekan untuk merampungkan verifikasi tersebut.
"Bagi kami, keselamatan dan kesehatan peserta didik jadi yang utama, makanya kami sangat hati-hati. Dari 228 kecamatan zona hijau, tidak semuanya juga dipastikan menggelar KBM tatap muka, kami prediksi hanya sekitar 20 persen saja yang akan menggelar KBM tatap muka," tandasnya.
Kepala Disdik Jabar, Dedi Supandi mengatakan, pembatasan usia guru yang dibolehkan mengajar tersebut merupakan bagian dari protokol keselamatan dan kesehatan dalam rencana KBM tatap muka SMA/SMK di Jabar.
Selain berusia di bawah 45 tahun, lanjut Dedi, guru yang diizinkan mengajar dalam KBM tatap muka tidak memiliki penyakit penyerta (comorbid), agar risiko kesehatan dan keselamatan guru selama mengajar dalam KBM tatap muka dapat ditekan. (Baca juga: 163 Daerah Zona Kuning Bisa Sekolah Tatap Muka )
Tidak hanya itu, seperti yang sempat diberitakan sebelumnya, seluruh guru yang dibolehkan mengajar dalam KBM tatap muka juga diwajibkan menjalani swab test guna memastikan guru yang bersangkutan tidak terpapar COVID-19.
"Tidak semua guru dapat terlibat dalam kegiatan belajar tatap muka. Guru yang berusia di bawah 45 dan tidak mengidap penyakit penyerta (comorbid) yang dapat mengajar. Setelah memenuhi klasifikasi tersebut, guru juga wajib menjalani swab test untuk memastikan guru dalam kondisi sehat," papar Dedi dalam konferensi pers di GOR Saparua, Kota Bandung, Jumat (7/8/2020).
Lebih lanjut Dedi mengatakan, pihaknya sangat mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam rencana pelaksanaan KBM tatap muka SMA/SMK di Jabar. Menurutnya, keselamatan dan kesehatan peserta didik, termasuk guru menjadi prioritas.
Pihaknya juga sudah menetapkan sejumlah indikator pelaksanaan KBM tatap muka, di antaranya lokasi sekolah berada di zona hijau. Selain itu, KBM tatap muka diprioritaskan bagi peserta didik yang tinggal di wilayah dengan jaringan internet yang tidak mumpuni atau blank spot. (Baca juga: Pemerintah Membolehkan Sekolah Tatap Muka di Zona Kuning )
Dedi menekankan, sekolah yang berada di zona hijau dan akan menggelar KBM tatap muka wajib mengajukan kesiapan KBM tatap muka terlebih dahulu kepada Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Jabar. Kemudian, pengawas dari Kantor Cabang Pendidikan Wilayah Jabar akan mengecek indikator-indikator kegiatan tatap muka yang harus dipenuhi sekolah.
"Rekomendasi dari pengawas akan diteruskan ke gugus tugas kabupaten/kota. Nanti, gugus tugas kabupaten/kota meninjau ulang protokol kesehatan di sekolah," katanya.
Lalu, sekolah yang akan membuka KBM tatap muka juga wajib membentuk satuan tugas (satgas), menjalin kerja sama dengan Puskesmas, membatasi waktu kegiatan belajar hanya sampai dengan 4 jam, menyediakan tempat cuci tangan, dan protokol kesehatan lainnya, hingga izin dari orang tua siswa.
"Sekolah juga harus membagi rombongan belajar atau shif karena peserta didik per kelas dibatasi hanya 18 siswa. Jadi, nantinya KBM menerapkan blended learning atau mengombinasikan kegiatan belajar tatap muka dengan daring. Minggu ini kelas 10, minggu depan kelas 11, minggu depannya lagi kelas 12. Minggu ini tatap muka, minggu depan daring lagi," paparnya lagi.
"Khusus SMK, kegiatan belajar tatap muka akan diisi dengan pelajaran yang sifatnya praktik karena untuk mendapatkan sertifikat keahlian harus ditempuh dengan praktik dan praktik bisa ditempuh dengan tatap muka," sambung Dedi.
Dedi melanjutkan, hingga 5 Agustus 2020, kecamatan berstatus zona hijau di Jabar sebanyak 228 kecamatan atau berkurang dibandingkan pekan lalu yang mencapai 266 kecamatan dari total 627 kecamatan di seluruh Jabar.
Menurutnya, hingga saat ini, pihaknya masih melakukan verifikasi kesiapan SMA/SMK untuk menggelar KBM tatap muka. Bahkan, kata Dedi, pihaknya masih membutuhkan waktu dua pekan untuk merampungkan verifikasi tersebut.
"Bagi kami, keselamatan dan kesehatan peserta didik jadi yang utama, makanya kami sangat hati-hati. Dari 228 kecamatan zona hijau, tidak semuanya juga dipastikan menggelar KBM tatap muka, kami prediksi hanya sekitar 20 persen saja yang akan menggelar KBM tatap muka," tandasnya.
(mpw)