Kisah Inspiratif Maria Cellina, Alumnus FK Unair yang Diterima Kuliah S2 di Universitas Harvard
loading...
A
A
A
SURABAYA - Alumnus Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) dr Maria Cellina Wijaya patut berbangga. Dia diterima belajar di Harvard University, Amerika Serikat.
Maria membagikan cerita menarik seputar dunia kedokteran setelah sekarang berstatus sebagai mahasiswa di perguruan tinggi tertua di Amerika Serikat itu
“Konotasi anak FK itu kan yang belajar terus, ya emang bener sih. Karena, kalo nggak ya, ga bisa survive gitu. Tapi, teman-temanku juga mengalami hal yang sama. Jadi, aku dan teman-temanku jadi punya ikatan yang kuat,” ungkap Maria yang merupakan mahasiswa S2 kesehatan publik itu.
Dia mengaku beruntung karena masuk kedokteran tanpa tes, atau hanya dengan nilai rapor. Kesempatan belajar di Unair tidak ia sia-siakan. Berangkat dari Kabupaten Jember, Cellina sempat kaget dengan lingkungan kampus yang kompetitif, terutama di kedokteran.
Walaupun mahasiswa kedokteran sering dikaitkan dengan belajar terus-terusan, ia tak hanya fokus pada perkuliahan. CIMSA (center for Indonesian medical student activities) membawanya mendapat kesempatan untuk terbang ke berbagai negara, salah satunya Taiwan dalam rangka workshop.
“Aku sebenarnya suka banget olahraga. Jadi, dulu bikin komunitas running gitu namanya FKRUNNER,” imbuhnya. Salah satu momen yang paling diingat oleh mahasiswa Harvard itu adalah mata kuliah ilmu kesehatan masyarakat. Di mana mahasiswa kedokteran ditempatkan di daerah untuk menerapkan ilmu yang dipelajari di perkuliahan.
Bagi Maria, tak pernah terbayang akan studi ke Amerika Serikat. Namun, penanganan Covid-19 yang buruk membuat dr Celline sadar dan termotivasi untuk mendalami public health.
Saat ia berselancar di internet mencari universitas yang menyediakan program studi itu, Harvard menjadi tempat nomor satu yang muncul dalam rekomendasi. Tanpa ragu, dr Celline mencoba untuk mendaftar dan terbukti pilihannya tak salah karena saat ini dirinya lolos menjadi mahasiswa S2 tahun kedua Harvard University.
“Saat aku praktik di puskesmas di Mojokerto, dan seperti yang kita tahu awal-awal Covid-19 kan buruk banget penanganannya. Hal itu membuatku termotivasi untuk mendalami public health, mungkin itu yang dibutuhkan oleh Indonesia sekarang,” jelasnya.
Ia juga mendaftar beasiswa LPDP setelah diterima oleh Harvard. Celline memberikan insight terkait beasiswa tersebut. Di mana hal terpenting untuk menerima beasiswa adalah melalui esai yang ditulis.
Mulai tujuan, apa pentingnya bagi Indonesia, hingga personal statement untuk meyakinkan bahwa kita layak dapat beasiswa tersebut. Ada pula tips wawancara yang ia berikan. “Kita harus bener-bener tau apa yg dicari oleh universitas itu. Apa yang mereka inginkan, kandidat seperti apa yang mereka mau,” tutupnya.
Maria membagikan cerita menarik seputar dunia kedokteran setelah sekarang berstatus sebagai mahasiswa di perguruan tinggi tertua di Amerika Serikat itu
“Konotasi anak FK itu kan yang belajar terus, ya emang bener sih. Karena, kalo nggak ya, ga bisa survive gitu. Tapi, teman-temanku juga mengalami hal yang sama. Jadi, aku dan teman-temanku jadi punya ikatan yang kuat,” ungkap Maria yang merupakan mahasiswa S2 kesehatan publik itu.
Dia mengaku beruntung karena masuk kedokteran tanpa tes, atau hanya dengan nilai rapor. Kesempatan belajar di Unair tidak ia sia-siakan. Berangkat dari Kabupaten Jember, Cellina sempat kaget dengan lingkungan kampus yang kompetitif, terutama di kedokteran.
Walaupun mahasiswa kedokteran sering dikaitkan dengan belajar terus-terusan, ia tak hanya fokus pada perkuliahan. CIMSA (center for Indonesian medical student activities) membawanya mendapat kesempatan untuk terbang ke berbagai negara, salah satunya Taiwan dalam rangka workshop.
“Aku sebenarnya suka banget olahraga. Jadi, dulu bikin komunitas running gitu namanya FKRUNNER,” imbuhnya. Salah satu momen yang paling diingat oleh mahasiswa Harvard itu adalah mata kuliah ilmu kesehatan masyarakat. Di mana mahasiswa kedokteran ditempatkan di daerah untuk menerapkan ilmu yang dipelajari di perkuliahan.
Dari Unair Menuju Harvard
Bagi Maria, tak pernah terbayang akan studi ke Amerika Serikat. Namun, penanganan Covid-19 yang buruk membuat dr Celline sadar dan termotivasi untuk mendalami public health.
Saat ia berselancar di internet mencari universitas yang menyediakan program studi itu, Harvard menjadi tempat nomor satu yang muncul dalam rekomendasi. Tanpa ragu, dr Celline mencoba untuk mendaftar dan terbukti pilihannya tak salah karena saat ini dirinya lolos menjadi mahasiswa S2 tahun kedua Harvard University.
“Saat aku praktik di puskesmas di Mojokerto, dan seperti yang kita tahu awal-awal Covid-19 kan buruk banget penanganannya. Hal itu membuatku termotivasi untuk mendalami public health, mungkin itu yang dibutuhkan oleh Indonesia sekarang,” jelasnya.
Ia juga mendaftar beasiswa LPDP setelah diterima oleh Harvard. Celline memberikan insight terkait beasiswa tersebut. Di mana hal terpenting untuk menerima beasiswa adalah melalui esai yang ditulis.
Mulai tujuan, apa pentingnya bagi Indonesia, hingga personal statement untuk meyakinkan bahwa kita layak dapat beasiswa tersebut. Ada pula tips wawancara yang ia berikan. “Kita harus bener-bener tau apa yg dicari oleh universitas itu. Apa yang mereka inginkan, kandidat seperti apa yang mereka mau,” tutupnya.
(wyn)