Dosen UB Manfaatkan Limbah Pisang dan Enceng Gondok untuk Tingkatkan Produktivitas Padi

Jum'at, 12 Juli 2024 - 14:24 WIB
loading...
Dosen UB Manfaatkan...
Pemanfaatan limbah pisang dan enceng gondok untuk sektor pertanian Foto/Humas FTP UB.
A A A
MALANG - Dosen Universitas Brawijaya (UB) mengolah limbah pisang, enceng godok, dan daun paitan melalui pita mulsa organik. Pemanfaatan limbah ini bertujuan mencegah pertumbuhan gulma dan mengurangi laju evaporasi.

Dosen Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UB Rita Parmawati menuturkan, pita mulsa organik merupakan sebuah teknologi, yang menggantikan mulsa dari plastik yang dianggap tidak ramah lingkungan karena tidak bisa terurai dengan baik.

Baca juga: Universitas Brawijaya Masuk 100 Kampus Dunia Berkontribusi Atasi Kelaparan Global

Menurutnya, kelemahan dari penggunaan mulsa plastik terhadap pertumbuhan tanaman, adalah dapat menurunkan pertumbuhan, dan hasil tanaman, meningkatkan serangan hama, meningkatkan kontaminasi mikroplastik, genangan air hilangnya struktur tanah, dan mengurangi aktivitas mikroorganisme tanah.

"Oleh karena itu, kita manfaatkan bersama enceng gondok dan daun paitan untuk dihancurkan, dicacah dan di cetak menjadi sebuah lembaran selebar 25 sentimeter," ucap Rita Parmawati, dikonfirmasi pada Jumat (12/7/2024).

Baca juga: Fenomena Cuaca Panas Melanda Indonesia dan Negara ASEAN, Begini Penjelasan Guru Besar UB

Pemanfaatan teknologi ini disebut Rita telah diterapkan di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT), saat mendekati musim tanam kedua, dengan melimpahnya limbah pisang yang ada.

"Ini mampu menekan pertumbuhan gulma dan mengurangi laju evaporasi sampai dengan 40 persen, dan jika terkena matahari pita mulsa organik akan terurai menjadi pupuk," ujarnya.

Saat ini, kata dia, proses penerapan pita mulsa dilakukan pada skala laboratorium, dan sudah pada tahap sosialisasi pada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malaka, dan beberapa gapoktan serta kepala dinas di lingkungan Kabupaten Malaka.

Baca juga: Profesor IPB Ciptakan Rumah Ramah Lingkungan Berbasis Kayu, Kuat 30 Tahun dan Tahan Api

"Kenapa kita pilih Kabupaten Malaka sebagai lokasi penerapan teknologi pita mulsa organik, karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan pertanian di daerah tersebut masih rendah. Padahal masyarakat Kabupaten Malaka menggantungkan sistem perekonomiannya dari bidang pertanian," jelas dosen FTP Universitas Brawijaya ini.

Rita menambahkan, Kabupaten Malaka juga termasuk wilayah perbatasan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rendah. Apalagi di sana produktivitas padi menjadi permasalahan. Sebab dari tahun 2020 hingga 2022, juga terjadi penurunan dan kesulitan untuk pasokan benih padi.

"Dan ada permasalahan pertanian lain seperti gulma, evaporasi, suhu tanah, dan sistem irigasi. Hal itulah yang saat ini berusaha kita pecahkan dan harapannya produktivitas padi di tahun 2024 itu mengalami kenaikan," paparnya.

"Kami akan Ke Malaka akhir Juli ini. Untuk proses pembuatan pita mulsa bagi lahan 10 hektar kami bekerjasama dengan pabrik mesin PT. Widjaya Teknik Indonesia (Witech)," imbuhnya.

Untuk keberlanjutan penerapan teknologi, masyarakat akan diajarkan pembuatan pita mulsa organik, mulai dari pengenalan bahan, mencacah, pembuatan bubur pita, pengeringan dan pengepresan, sehingga harapannya masyarakat mampu memproduksi secara mandiri pita mulsa organik.
(nnz)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1658 seconds (0.1#10.140)