Pelajar Diminta Buat Konten Kreatif daripada Ikut Tren FOMO di Media Sosial
loading...
A
A
A
LAMPUNG SELATAN - Fear of Missing Out (FOMO) merupakan fenomena psikologis yang semakin umum di era digital. Banyak orang merasa tertekan untuk selalu terhubung dan mengikuti perkembangan terbaru. Hal ini dapat mempengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan individu secara keseluruhan, termasuk dalam hal ini kalangan pelajar.Salah satu cara menghindari hal itu, para pelajar diminta membuat konten kreatif di media sosial agar tidak terseret dalam tren FOMO.
Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Lampung Selatan Andwika Cahyani Jelisia mengatakan, seseorang yang mengalami FOMO memiliki tingkat kepuasan hidup yang lebih rendah karena terus membandingkan hidupnya dengan orang lain.
”Gejala FOMO, misalnya selalu mengecek gadget, lebih peduli dengan media sosial daripada kehidupan nyata, selalu ingin tahu kehidupan orang lain, ingin tahu gosip terbaru, dan mengeluarkan uang melebihi kemampuan,” jelas Andwika dalam webinar literasi digital bertajuk ”Fenomena FOMO, Kritis Terhadap Berita Viral” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) RI bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, di Lampung Selatan, Kamis (22/8/2024).
Andwika menegaskan, media sosial berperan besar dalam menciptakan FOMO. Dengan berbagai platform yang menawarkan informasi cepat, seseorang merasa tertekan untuk selalu terhubung dan mengikuti setiap berita yang viral.
”Kita terjebak dalam FOMO, karena kebutuhan untuk merasa relevan dan terhubung dengan orang lain. Ketika melihat orang lain menikmati sesuatu, kita merasa terdorong untuk ikut serta, meskipun itu tidak selalu sesuai dengan minat kita,” ujar Andwika
Kecanduan terhadap berita viral, sambung Andwika, membuat kita sulit untuk fokus pada hal-hal yang lebih penting. Banyak orang seringkali menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengikuti berita yang sebenarnya tidak berdampak pada kehidupannya.
”Tips untuk mengatasi FOMO: atur waktu penggunaan media sosial, berfokus pada pengalaman pribadi, dan berlatih mindfulness. Dengan cara ini, kita bisa mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh FOMO,” tutup Andwika dalam diskusi yang diikuti para pelajar dengan menggelar nonton bareng (nobar) dari sekolah masing-masing.
Sejumlah sekolah yang menggelar nobar diskusi online di Kabupaten Lampung Selatan dan sekitarnya, antara lain: SMPN 4, SMPN 5, dan SMPN 6 Natar, SMPN 1 dan SMPN 2 Tanjungsari, SMA Tri Sukses Natar, SMAN 1 Bangunrejo, SMP YBL dan SMP Wiyata Bhakti Natar, SMAN 1 Sidomuyo, SMP Qur’an Darul Fattah, SMAN 1 Merbau Mataram, dan SMAN 1 Ketapang.
Sekretaris Yayasan Pendidikan Cendekia Utama Meithiana Indrasari meminta pelajar peserta diskusi lebih baik membuat konten kreatif budaya sendiri daripada ikut FOMO. ”Budaya asli Nusantara tersebar dari Sabang hingga Merauke. Buat konten sesuai nilai Pancasila dan sebarkan lewat media sosial,” tegasnya.
Sedangkan dosen Ilmu Komunikasi sekaligus Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur Eko Pamuji mengatakan, FOMO semakin sering terdengar seiring dengan berkembangnya media sosial.
Cepatnya arus informasi yang ada di media sosial membuat banyak orang pada akhirnya berlomba-lomba untuk terus mengikuti zaman. ”Tanpa sadar, masyarakat kemudian menjadi kecanduan dan merasakan kecemasan apabila tertinggal dari tren yang ada di media sosial,” tegas Eko Pamuji.
FOMO dipicu oleh penggunaan gadget yang berlebihan, membandingkan diri dengan orang lain, kurangnya rasa bersyukur, dan mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar. ”FOMO bisa dihindari dengan fokus pada diri sendiri, membangun hubungan sosial dengan orang sekitar, menghargai diri sendiri, membatasi penggunaan smartphone dan media sosial, dan bersyukur,” pungkas Eko Pamuji.
Lihat Juga: Ciptakan Ruang Digital Bersih, Pelajar dan Generasi Muda Harus Dijauhkan dari Judi Online
Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Lampung Selatan Andwika Cahyani Jelisia mengatakan, seseorang yang mengalami FOMO memiliki tingkat kepuasan hidup yang lebih rendah karena terus membandingkan hidupnya dengan orang lain.
”Gejala FOMO, misalnya selalu mengecek gadget, lebih peduli dengan media sosial daripada kehidupan nyata, selalu ingin tahu kehidupan orang lain, ingin tahu gosip terbaru, dan mengeluarkan uang melebihi kemampuan,” jelas Andwika dalam webinar literasi digital bertajuk ”Fenomena FOMO, Kritis Terhadap Berita Viral” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) RI bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, di Lampung Selatan, Kamis (22/8/2024).
Andwika menegaskan, media sosial berperan besar dalam menciptakan FOMO. Dengan berbagai platform yang menawarkan informasi cepat, seseorang merasa tertekan untuk selalu terhubung dan mengikuti setiap berita yang viral.
”Kita terjebak dalam FOMO, karena kebutuhan untuk merasa relevan dan terhubung dengan orang lain. Ketika melihat orang lain menikmati sesuatu, kita merasa terdorong untuk ikut serta, meskipun itu tidak selalu sesuai dengan minat kita,” ujar Andwika
Baca Juga
Kecanduan terhadap berita viral, sambung Andwika, membuat kita sulit untuk fokus pada hal-hal yang lebih penting. Banyak orang seringkali menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengikuti berita yang sebenarnya tidak berdampak pada kehidupannya.
”Tips untuk mengatasi FOMO: atur waktu penggunaan media sosial, berfokus pada pengalaman pribadi, dan berlatih mindfulness. Dengan cara ini, kita bisa mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh FOMO,” tutup Andwika dalam diskusi yang diikuti para pelajar dengan menggelar nonton bareng (nobar) dari sekolah masing-masing.
Sejumlah sekolah yang menggelar nobar diskusi online di Kabupaten Lampung Selatan dan sekitarnya, antara lain: SMPN 4, SMPN 5, dan SMPN 6 Natar, SMPN 1 dan SMPN 2 Tanjungsari, SMA Tri Sukses Natar, SMAN 1 Bangunrejo, SMP YBL dan SMP Wiyata Bhakti Natar, SMAN 1 Sidomuyo, SMP Qur’an Darul Fattah, SMAN 1 Merbau Mataram, dan SMAN 1 Ketapang.
Sekretaris Yayasan Pendidikan Cendekia Utama Meithiana Indrasari meminta pelajar peserta diskusi lebih baik membuat konten kreatif budaya sendiri daripada ikut FOMO. ”Budaya asli Nusantara tersebar dari Sabang hingga Merauke. Buat konten sesuai nilai Pancasila dan sebarkan lewat media sosial,” tegasnya.
Sedangkan dosen Ilmu Komunikasi sekaligus Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur Eko Pamuji mengatakan, FOMO semakin sering terdengar seiring dengan berkembangnya media sosial.
Cepatnya arus informasi yang ada di media sosial membuat banyak orang pada akhirnya berlomba-lomba untuk terus mengikuti zaman. ”Tanpa sadar, masyarakat kemudian menjadi kecanduan dan merasakan kecemasan apabila tertinggal dari tren yang ada di media sosial,” tegas Eko Pamuji.
FOMO dipicu oleh penggunaan gadget yang berlebihan, membandingkan diri dengan orang lain, kurangnya rasa bersyukur, dan mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar. ”FOMO bisa dihindari dengan fokus pada diri sendiri, membangun hubungan sosial dengan orang sekitar, menghargai diri sendiri, membatasi penggunaan smartphone dan media sosial, dan bersyukur,” pungkas Eko Pamuji.
Lihat Juga: Ciptakan Ruang Digital Bersih, Pelajar dan Generasi Muda Harus Dijauhkan dari Judi Online
(wyn)