Pandemi Corona, Kemendikbud Diminta Benahi Sistem Belajar Jarak Jauh
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dunia pendidikan tengah gamang menentukan langkah di tengah pandemi Covid-19 atau virus Corona. Tantangan di depan mata yang harus dihadapi adalah memulai tahun ajaran baru, siswa-siswi masuk sekolah atau tetap di rumah.
(Baca juga: Pemerhati Pendidikan Sebut Sebaiknya Ajaran Baru Diundur Mulai Awal 2021)
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyarankan tahun ajaran baru pada Juli nanti tetap menggunakan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ). Ini memang tidak ideal dalam kegiatan belajar mengajar. Guru tidak bisa menghadirkan kondisi normal dalam PJJ.
"Pemerintah harus bekerja dari sekarang. Jangan kaget-kaget enggak ada listrik. Nadiem masa tidak tahu ada daerah yang enggak ada listriknya. Kelamaan di luar negeri sih. Kami juga kaget lihat menteri kayak gitu," ujar Wasekjen FSGI Satriwan Salim saat dihubungi SINDOnews, Selasa (19/5/2020).
(Baca juga: IPB Ciptakan Software Covid Solver untuk Pantau Pandemi Corona)
FSGI meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mengebut perbaikan permasalahan PJJ pada semester ini. Pemerintah harus memenuhi dulu jaringan internet ke daerah-daerah. Mungkin bisa bekerja sama dengan provider telekomunikasi.
Satriwan mengatakan, untuk daerah-daerah yang tidak ada jaringan internet dan listrik itu bisa guru-gurunya datang ke rumah-rumah muridnya. Ini pilihan sulit memang karena memperbaiki dan membangun jaringan listrik dan internet membutuh waktu lama dan biaya besar.
"Tapi gurunya harus dikasih insentif biar semangat. Dia kan mengeluarkan ongkos untuk ke rumah siswa. Ada guru di Kabupaten bima yang datang ke rumah siswa dan mereka memberikan sembako. Kenapa? Orang tuanya miskin, enggak ada internet. Yang memberikan pendidikan langsung ke rumah harus diapresiasi," terangnya.
Sementara itu, sistem PJJ tak lepas dari masalah, antara lain, penguasaan teknologi yang lemah dari guru dan siswa yang tak memiliki gawai. Satriwan mengatakan Kemendikbud tidak melepaskan semuanya ke daerah
"Dia wajib memberikan pelatihan agar guru-guru tidak gaptek. Harus berikan pelatihan dan pendampingan. Jangan kebanyakan kaget," tegasnya.
Kemendikbud pun harus membuat format untuk pengenalan lingkungan sekolah (PLS) yang biasa dilakukan pada tahun ajaran baru. FSGI mengusulkan dua skema, yakni daring dan di luar jaringan (luring). Yang daring, PLS-nya melalui virtual.
Satriwan memprediksi untuk tingkat sekolah menengah pertama (SMP) dan atas (SMA) di perkotaan metode ini tidak akan bermasalah. Sementara itu, untuk di daerah yang tidak ada jaringan internet dan listrik, boleh melakukan pengenalan guru dan siswa dengan protokol kesehatan. "Jangan dipaksakan seperti yang daring," pungkasnya.
(Baca juga: Pemerhati Pendidikan Sebut Sebaiknya Ajaran Baru Diundur Mulai Awal 2021)
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyarankan tahun ajaran baru pada Juli nanti tetap menggunakan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ). Ini memang tidak ideal dalam kegiatan belajar mengajar. Guru tidak bisa menghadirkan kondisi normal dalam PJJ.
"Pemerintah harus bekerja dari sekarang. Jangan kaget-kaget enggak ada listrik. Nadiem masa tidak tahu ada daerah yang enggak ada listriknya. Kelamaan di luar negeri sih. Kami juga kaget lihat menteri kayak gitu," ujar Wasekjen FSGI Satriwan Salim saat dihubungi SINDOnews, Selasa (19/5/2020).
(Baca juga: IPB Ciptakan Software Covid Solver untuk Pantau Pandemi Corona)
FSGI meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mengebut perbaikan permasalahan PJJ pada semester ini. Pemerintah harus memenuhi dulu jaringan internet ke daerah-daerah. Mungkin bisa bekerja sama dengan provider telekomunikasi.
Satriwan mengatakan, untuk daerah-daerah yang tidak ada jaringan internet dan listrik itu bisa guru-gurunya datang ke rumah-rumah muridnya. Ini pilihan sulit memang karena memperbaiki dan membangun jaringan listrik dan internet membutuh waktu lama dan biaya besar.
"Tapi gurunya harus dikasih insentif biar semangat. Dia kan mengeluarkan ongkos untuk ke rumah siswa. Ada guru di Kabupaten bima yang datang ke rumah siswa dan mereka memberikan sembako. Kenapa? Orang tuanya miskin, enggak ada internet. Yang memberikan pendidikan langsung ke rumah harus diapresiasi," terangnya.
Sementara itu, sistem PJJ tak lepas dari masalah, antara lain, penguasaan teknologi yang lemah dari guru dan siswa yang tak memiliki gawai. Satriwan mengatakan Kemendikbud tidak melepaskan semuanya ke daerah
"Dia wajib memberikan pelatihan agar guru-guru tidak gaptek. Harus berikan pelatihan dan pendampingan. Jangan kebanyakan kaget," tegasnya.
Kemendikbud pun harus membuat format untuk pengenalan lingkungan sekolah (PLS) yang biasa dilakukan pada tahun ajaran baru. FSGI mengusulkan dua skema, yakni daring dan di luar jaringan (luring). Yang daring, PLS-nya melalui virtual.
Satriwan memprediksi untuk tingkat sekolah menengah pertama (SMP) dan atas (SMA) di perkotaan metode ini tidak akan bermasalah. Sementara itu, untuk di daerah yang tidak ada jaringan internet dan listrik, boleh melakukan pengenalan guru dan siswa dengan protokol kesehatan. "Jangan dipaksakan seperti yang daring," pungkasnya.
(maf)