President University Gelar Konferensi Internasional Bahas Ilmu Humaniora dalam Pandemi Covid-19

Jum'at, 29 Oktober 2021 - 12:33 WIB
loading...
President University Gelar Konferensi Internasional Bahas Ilmu Humaniora dalam Pandemi Covid-19
Fakultas Humaniora President University (PresUniv) menggelar International Conference on Humanities and Social Science (ICHSS) 2021. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto jadi pembicara kunci. Foto/Tangkapan layar
A A A
BEKASI - Fakultas Humaniora President University (PresUniv) menggelar International Conference on Humanities and Social Science (ICHSS) 2021, Selasa-Rabu (26-27 Oktober 2021). Ini adalah konferensi internasional perdana Fakultas Humaniora PresUniv.

Konferensi internasional ini bertema “The Opportunities of Crisis: International Experiences and Best Practices in the Time of Covid-19 and Beyond in Society 5.0”. Ada lima sub tema yang dibahas pada konferensi ini, yaitu International Relations and Other Social & Cultural Issues, Communication Science, Law, Education, dan Biodiversity.

"Saya berharap konferensi ini menjadi agenda yang penting bagi mahasiswa dan segenap civitas academica humaniora di tingkat global dan bisa dilakukan setiap tahun," kata Prof Budi Susilo Soepandji, DEA, Ketua Yayasan Pendidikan Universitas Presiden (YPUP) saat membuka kegiatan.

Prof Budi mengatakan, tema tersebut sangat kontekstual dengan kondisi saat ini. Sekaligus mengingatkan bahwa situasi pandemi ini telah mengubah peradaban global secara drastis dan tidak terprediksi sebelumnya.

Lebih lanjut dikatakan, beberapa cendekiawan dan tokoh sebenarnya telah memprediksi akan adanya perubahan pesat di peradaban manusia. Namun, tak satupun dari mereka yang memprediksi bahwa pandemi akan memengaruhi percepatan dari perubahan itu sendiri.

Dia membahas salah satu buku dari mantan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Al Gore yang berjudul The Future: Six Drivers of Global Change. Ada enam faktor yang memicu terjadinya perubahan secara global di masa depan, yakni eskalasi globalisasi ekonomi, pesatnya perkembangan komunikasi digital dan jaringan internet, menurunnya peran AS sebagai pemimpin global, akumulasi dampak kerusakan lingkungan dan berkurangnya sumber daya alam yang vital bagi umat manusia, pesatnya perkembangan bioteknologi dan ilmu hayati, dan ketidakharmonisan antara peradaban manusia dan sistem ekologi.

"Di sini terlihat bahwa Al Gore tidak memprediksi bahwa pandemi menjadi salah satu faktor yang mendorong percepatan dari perubahan global," katanya.

Menurut Budi, pandemi membuat masyarakat kurang memiliki interaksi fisik dibandingkan sebelumnya. Dalam konteks yang lebih luas, menurutnya, hal ini memicu pertanyaan mendasar tentang apa kontribusi yang dapat diberikan Ilmu Humaniora untuk menanggapi situasi saat ini. Ia berharap melalui konferensi ini civitas academica global dari Hubungan Internasional, Ilmu Hukum, Ilmu Komunikasi, Pendidikan, dan Biodiversity dapat berbagi pandangan dan ilmu yang berharga untuk bertahan dalam kondisi sekarang.



ICHSS 2021 menghadirkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai pembicara kunci. Pada sesi yang dipandu oleh Natasya Kusumawardani, dosen Prodi Hubungan Internasional PresUniv, Airlangga memaparkan update dari penanganan Covid-19 di Indonesia.

"Penanganan kasus aktif di Indonesia lebih baik jika dibandingkan secara global. Dilihat dari kasus rata-rata, dalam tujuh hari ada kurang dari 1.000 kasus, yaitu 728, dan terus menurun. Pada Minggu (24/10) sudah menjadi 460 kasus," ungkap Airlangga Hartarto.

Dia menegaskan, meski jumlah kasus menurun sangat drastis, itu bukan karena pemerintah mengurangi jumlah tes. “Pemerintah tidak pernah mengurangi jumlah tes," tegasnya.

Mengutip Indeks Nikkei, Airlangga memaparkan bahwa penanganan Covid-19 di Indonesia bahkan lebih baik dari Filipina, Malaysia, Singapura, India, United Kingdom dan bahkan AS. Dia menjelaskan menjelaskan tiga strategi yang diterapkan pemerintah dalam menangani kasus Covid-19, yaitu deteksi, perubahan perilaku, dan vaksinasi.

Pada tahap deteksi, pemerintah meningkatkan screening dan epidemiological test, serta contact tracing. Tidak hanya itu, pemerintah juga melakukan pengawasan genomik, karantina yang ketat, dan wajib PCR.

Untuk perubahan perilaku, pemerintah mengonversi 30%-40% tempat tidur rumah sakit dan memasok semua logistik rumah sakit dan sumber daya manusia. Dokter magang dan co-assistant, sebagai tambahan tenaga kesehatan, dikerahkan, kriteria pasien rawat inap diperketat, dan tempat penampungan sebagai pusat isolasi ditingkatkan.

Sedangkan untuk vaksinasi, 50% pasokan vaksin dialokasikan untuk wilayah umum dan tingkat mobilitas yang tinggi, serta 80% masyarakat Indonesia ditargetkan sudah mendapatkan vaksin hingga akhir tahun ini.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4227 seconds (0.1#10.140)