IADI Tak Ingin Sekolah Dibuka saat Masih Pandemi Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun ajaran baru 2020-2021dimulai 13 Juli mendatang. Namun, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan bukan berarti siswa kembali belajar di sekolah. Pengajaran jarak jauh tetap dilanjutkan seperti yang sudah dilakukan sejak awal pandemi ini.
Hal itu senada dengan anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang dikeluarkan pada 22 Mei lalu. Pembelajaran bagi anak usia sekolah dan remaja sebaiknya tetap dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran jarak jauh karena diperkirakan akan sulit melakukan pengendalian transmisi apabila terbentuk kerumunan. Terlebih pada Juli pandemi ini belum dapat teratasi dengan baik.
IDAI mencatat per 18 Mei 2020, sudah 14 anak meninggal dari 584 anak yang dinyatakan positif mengidap Covid-19. Sementara itu, jumlah anak yang meninggal dunia dengan berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19 pun lebih banyak lagi, yakni berjumlah 129 anak dari 3.324 anak.
Dokter spesialis anak dari RSCM, Nastiti Kaswandani menjelaskan, gejala terinfeksi Covid pada anak sama dengan dewasa, yakni menyerang saluran pernapasan. Gejala utama yang dihadapi demam, batuk, serta gejala Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) lainnya seperti pilek, sakit tenggorokan, gejala tambahan lain sakit kepala, bahkan hingga diare. (Baca: Memasuki Era Normal Baru, Keselamatan Anak Harus Diutamankan)
"Diare ini yang mengkhawatirkan, sebab sudah ada penelitian yang mengatakan jika Covid-19 bisa menular melalui feses. Ini yang membuat IDAI berharap sekolah tidak dibuka, sangat rentan penularan terjadi mengingat urusan sanitasi di sekolah yang belum tentu bersih," jelasnya.
Nastiti menegaskan, tidak mudah untuk kembali membuka sekolah saat pandemi. Namun, jika nanti terdapat daerah yang sudah lebih dulu mengalami indikator epidemiologis membaik, kemudian mereka bersiap masuk new normal, maka butuh adaptasi yang besar untuk anak bersekolah kembali.
"Ada tatanan hidup baru yang harus dilakukan. Mulai dari fasilitas sekolah hingga orang tua juga harus siap dengan segala risiko. Maka butuh persiapan dari jauh hari sebelumnya," ungkapnya.
Nastiti menyarankan, mulai dari sekarang saat sekolah belum dibuka, orang tua sudah harus mempersiapkan anak agar betah menggunakan masker. Anak harus bertahan menggunakan masker dalam waktu lama. Akan ada banyak cara baru dalam kehidupan yang harus mulai dikenalkan. Seperti, tidak bersentuhan tangan yang sesungguhnya menjadi budaya di Indonesia. Termasuk juga budaya anak-anak harus salim atau cium tangan kepada orang yang lebih tua. Tentunya, kebiasaan pasca-pandemi kemungkinan tidak cium tangan dulu kepada guru.
"Orang tua juga harus terus mengedukasi jaga jarak. Bermain tidak lagi seperti dulu, begitu juga dengan peralatan makan tidak boleh meminjam punya teman. Berbagi makanan kepada teman pun harus disarankan yang masih dalam kemasan saja," sarannya.
Persiapan ini sangat penting meskipun belum ada kepastian sekolah dibuka. Baru Jawa Barat yang memiliki wacana untuk membuka sekolah pada Januari 2021. "Kita berdoa saja Januari sudah dapat dikendalikan pandemi ini. Sehingga, dari sekarang orang tua mampu mengenalkan tatanan hidup baru kepada anak. Lebih baik dibiasakan sedari dini, sekarang waktu yang tepat menurut saya menuju Januari 2021," ujar konsultan Respirologi Anak FKUI ini. (Baca juga: PKS Tolak Sekolah Dibuka saat Corona: Itu Sama Saja Pertaruhkan Nyawa)
Butuh waktu agar anak dapat mengikuti protokol pencegahan Covid-19 ini. Sehingga, jika ada lembaga pendidikan baik formal maupun non formal yang mengadakan pengajaran tatap muka saat ini, itu salah besar.
"Hak hidup anak pertama yang paling utama pendidikan belakangan. Terlebih anak belum dibiasakan menggunakan masker. Terlalu berisiko jika orang tua sekarang berani melepas anak belajar di luar rumah," tegasnya.
Asupan vitamin bagi anak yang diyakini mampu menangkal virus, menurut Nastiti sebetulnya tidak cukup. Bahkan, jika para orang tua memiliki persepsi tersebut, sangat berbahaya. Membuat orangtua abai untuk menjaga jarak anak-anak dengan orang lain.
"Vitamin hanya mendukung daya tahan tubuh anak. Tetapi sama sekali tidak bisa mencegah dari tertular virus," sambungnya.
Meskipun anjuran IDAI agar dilakukan pengajaran jarak jauh. Pantauan KORAN SINDO di lapangan, beberapa lembaga pendidikan non formal memilih untuk membuka sekolah mereka. Jauh dari zona merah membuat, kegiatan belajar mengajar akan digelar seperti biasa.
Salah satu orang tua yang siap mengikuti pembelajaran langsung itu adalah Rahma Hutami, 31, warga Depok. Dia akan kembali melanjutkan kursus membaca dan menghitung bagi putrinya yang berusia 6 tahun setelah memutuskan tidak melanjutkan ke TK. Rahma yakin dengan keadaan sekitar rumah dan tempat kursus yang tidak ada kasus positif Covid-19. (Baca juga: Pandemi Corona, Keselamatan Siswa Harus Diutamakan)
"Nanti berangkat harus pakai masker, mau masuk kelas cuci tangan. Saat belajar masker dilepas, tapi nanti anak saya akan tetap pakai masker ditambah face shield," jelas Rahma.
Dia menambahkan, tempat kursus tersebut juga menerapkan protokol pencegahan Covid-19 dengan mewajibkan setiap anak membawa hand sanitizer. Jumlah murid dikelas dibagi dua, biasanya 12 anak sekarang hanya enam anak dan kelas yang dipisah. Waktu kursus pun tidak lama juga jam operasional hanya hingga pukul 12 siang. Orang tua murid juga tidak boleh menunggu agar tidak terjadi kerumunan.
Menanggapi temuan tersebut, Ciput Eka Purwanti, Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) menegaskan tetap merekomendasikan sekolah baik formal maupun non formal tidak dibuka. Meskipun Ketua Harian Gugus Tugas sudah menyampaikan ada 102 kota kabupaten/kota yang dianggap zona hijau dan boleh menerapkan kebijakan new normal. Namun, KemenPPA tetap meminta untuk sekolah menjadi kluster terakhir yang dibuka seperti awal penerapan social distancing. Sekolah menjadi kelompok yang diselamatkan terlebih dahulu.
"Indonesia sudah berada di jalur yang benar untuk melindungi anak. Anak layak untuk hidup, terlalu mahal untuk dipertaruhkan dengan alasan apa pun," ujar Ciput.
Pemangku kebijakan untuk pendidikan sudah punya kurikulum darurat untuk pembelajaran jarak jauh. Kini yang perlu dilakukan adalah me-review kembali tantangan apa yang dihadapi tiga bulan terakhir.
Kewenangan pengaturan pendidikan sesuai UU diatur menurut jenjang. Untuk SMA oleh pusat, sedangkan PAUD hingga SMP oleh dinas pendidikan kota dan kabupaten. Ciput berharap kepala daerah mampu satu suara dengan Kemedikbud, Kemenag dan KemenPPA untuk tidak membuka sekolah baik formal maupun non formal.
"Masyarakat diminta aktif untuk melaporkan jika ada lembaga pendidikan yang buka terutama untuk anak-anak. Karena kita sudah dilevel bertahan bersama tidak lagi bisa cuek untuk urusan ini," tambahnya.
Ciput menyarankan jika orang tua kesulitan mengajarkan anak, dapat mencari cara lain seperti menggunakan guru privat bukan belajar bersama-sama membuka kelas. "Menurut saya apa pun protokoler yang diterapkan jangan diberi celah dulu untuk membuka pengajaran tatap muka, tidak untuk saat ini," tegasnya.
New normal pasca-pandemi sebuah keniscayaan, sebab vaksin saja belum ditemukan, sehingga saat ini Indonesia mulai memasuki fase transisi hingga Desember. (Lihat Videonya: Bayi Berusia 6 Hari di NTB Terinfeksi Virus Corona)
Ciput mengatakan, setiap daerah sudah mulai menyiapkan new normal. Dinas pendidikan daerah harus sudah sudah mulai menyiapkan kesiapan satuan pendidikan untuk menyiapkan sekolah yang aman. Pemda juga seharusnya mulai berbenah infrastuktur mulai gedung sekolah hingga transportasi, pelayanan kesehatan serta mekanisme pelaksanaan.
Sementara itu pemerhati anak, Seto Mulyadi dalam live Instagram bersama SINDOnews, Jumat (29/5/2020) menjelaskan, masih ada opsi lain untuk orang tua jika tidak ingin belajar di sekolah hingga ditemukan vaksin.
Berdasarkan UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, ada tiga jalur pendidikan yakni formal, non formal dan informal itu saling melengkapi dan mengganti.
Pria yang akrab disapa Kak Seto ini meminta semua pihak menghargai sikap orang tua yang sama sekali tidak ingin anak mereka keluar rumah. Kak Seto menyarankan agar orang tua mengikuti homeschooling, sebab materi yang diberikan memang sudah berbasis pengajaran di rumah.
"Materi dari sekolah diberikan kepada orang tua, kemudian orang tua yang akan mengajarkan kepada anak. Sesekali sekolah langsung memberi materi ke anak," jelasnya.
Kak Seto menambahkan, sudah ada konsep khusus belajar di rumah sehingga belajar akan menyenangkan dan tidak dipersulit. (Baca juga: Oxford Univeritas Terbaik Sejagat, Tsinghua Pimpin Asia)
Homescooling ini sudah banyak dilakukan oleh anak Indonesia yang tidak bisa ke sekolah kondisi yang tidak memungkinkan untuk datang setiap hari ke sekolah. Homeschooling ini juga sudah ada asosiasi yang mengawasi dan mendukung, yakni Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena). Kak Seto mengatakan, Asah Pena juga kini aktif membantu orang tua yang mulai homeschooling.
Jika sudah melakukan homeschooling dan ingin kembali masuk sekolah formal saat pandemi ini berlalu, ada kebijakan multientri multri exit yang dapat digunakan. Kak Seto berharap, Kemendikbud dapat mendukung ini dengan memudahkan anak masuk ke sekolah formal jika virus sudah melandai dan orang tua memutuskan untuk mengizinkan anak belajar di luar rumah. (Ananda Nararya)
Hal itu senada dengan anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang dikeluarkan pada 22 Mei lalu. Pembelajaran bagi anak usia sekolah dan remaja sebaiknya tetap dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran jarak jauh karena diperkirakan akan sulit melakukan pengendalian transmisi apabila terbentuk kerumunan. Terlebih pada Juli pandemi ini belum dapat teratasi dengan baik.
IDAI mencatat per 18 Mei 2020, sudah 14 anak meninggal dari 584 anak yang dinyatakan positif mengidap Covid-19. Sementara itu, jumlah anak yang meninggal dunia dengan berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19 pun lebih banyak lagi, yakni berjumlah 129 anak dari 3.324 anak.
Dokter spesialis anak dari RSCM, Nastiti Kaswandani menjelaskan, gejala terinfeksi Covid pada anak sama dengan dewasa, yakni menyerang saluran pernapasan. Gejala utama yang dihadapi demam, batuk, serta gejala Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) lainnya seperti pilek, sakit tenggorokan, gejala tambahan lain sakit kepala, bahkan hingga diare. (Baca: Memasuki Era Normal Baru, Keselamatan Anak Harus Diutamankan)
"Diare ini yang mengkhawatirkan, sebab sudah ada penelitian yang mengatakan jika Covid-19 bisa menular melalui feses. Ini yang membuat IDAI berharap sekolah tidak dibuka, sangat rentan penularan terjadi mengingat urusan sanitasi di sekolah yang belum tentu bersih," jelasnya.
Nastiti menegaskan, tidak mudah untuk kembali membuka sekolah saat pandemi. Namun, jika nanti terdapat daerah yang sudah lebih dulu mengalami indikator epidemiologis membaik, kemudian mereka bersiap masuk new normal, maka butuh adaptasi yang besar untuk anak bersekolah kembali.
"Ada tatanan hidup baru yang harus dilakukan. Mulai dari fasilitas sekolah hingga orang tua juga harus siap dengan segala risiko. Maka butuh persiapan dari jauh hari sebelumnya," ungkapnya.
Nastiti menyarankan, mulai dari sekarang saat sekolah belum dibuka, orang tua sudah harus mempersiapkan anak agar betah menggunakan masker. Anak harus bertahan menggunakan masker dalam waktu lama. Akan ada banyak cara baru dalam kehidupan yang harus mulai dikenalkan. Seperti, tidak bersentuhan tangan yang sesungguhnya menjadi budaya di Indonesia. Termasuk juga budaya anak-anak harus salim atau cium tangan kepada orang yang lebih tua. Tentunya, kebiasaan pasca-pandemi kemungkinan tidak cium tangan dulu kepada guru.
"Orang tua juga harus terus mengedukasi jaga jarak. Bermain tidak lagi seperti dulu, begitu juga dengan peralatan makan tidak boleh meminjam punya teman. Berbagi makanan kepada teman pun harus disarankan yang masih dalam kemasan saja," sarannya.
Persiapan ini sangat penting meskipun belum ada kepastian sekolah dibuka. Baru Jawa Barat yang memiliki wacana untuk membuka sekolah pada Januari 2021. "Kita berdoa saja Januari sudah dapat dikendalikan pandemi ini. Sehingga, dari sekarang orang tua mampu mengenalkan tatanan hidup baru kepada anak. Lebih baik dibiasakan sedari dini, sekarang waktu yang tepat menurut saya menuju Januari 2021," ujar konsultan Respirologi Anak FKUI ini. (Baca juga: PKS Tolak Sekolah Dibuka saat Corona: Itu Sama Saja Pertaruhkan Nyawa)
Butuh waktu agar anak dapat mengikuti protokol pencegahan Covid-19 ini. Sehingga, jika ada lembaga pendidikan baik formal maupun non formal yang mengadakan pengajaran tatap muka saat ini, itu salah besar.
"Hak hidup anak pertama yang paling utama pendidikan belakangan. Terlebih anak belum dibiasakan menggunakan masker. Terlalu berisiko jika orang tua sekarang berani melepas anak belajar di luar rumah," tegasnya.
Asupan vitamin bagi anak yang diyakini mampu menangkal virus, menurut Nastiti sebetulnya tidak cukup. Bahkan, jika para orang tua memiliki persepsi tersebut, sangat berbahaya. Membuat orangtua abai untuk menjaga jarak anak-anak dengan orang lain.
"Vitamin hanya mendukung daya tahan tubuh anak. Tetapi sama sekali tidak bisa mencegah dari tertular virus," sambungnya.
Meskipun anjuran IDAI agar dilakukan pengajaran jarak jauh. Pantauan KORAN SINDO di lapangan, beberapa lembaga pendidikan non formal memilih untuk membuka sekolah mereka. Jauh dari zona merah membuat, kegiatan belajar mengajar akan digelar seperti biasa.
Salah satu orang tua yang siap mengikuti pembelajaran langsung itu adalah Rahma Hutami, 31, warga Depok. Dia akan kembali melanjutkan kursus membaca dan menghitung bagi putrinya yang berusia 6 tahun setelah memutuskan tidak melanjutkan ke TK. Rahma yakin dengan keadaan sekitar rumah dan tempat kursus yang tidak ada kasus positif Covid-19. (Baca juga: Pandemi Corona, Keselamatan Siswa Harus Diutamakan)
"Nanti berangkat harus pakai masker, mau masuk kelas cuci tangan. Saat belajar masker dilepas, tapi nanti anak saya akan tetap pakai masker ditambah face shield," jelas Rahma.
Dia menambahkan, tempat kursus tersebut juga menerapkan protokol pencegahan Covid-19 dengan mewajibkan setiap anak membawa hand sanitizer. Jumlah murid dikelas dibagi dua, biasanya 12 anak sekarang hanya enam anak dan kelas yang dipisah. Waktu kursus pun tidak lama juga jam operasional hanya hingga pukul 12 siang. Orang tua murid juga tidak boleh menunggu agar tidak terjadi kerumunan.
Menanggapi temuan tersebut, Ciput Eka Purwanti, Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) menegaskan tetap merekomendasikan sekolah baik formal maupun non formal tidak dibuka. Meskipun Ketua Harian Gugus Tugas sudah menyampaikan ada 102 kota kabupaten/kota yang dianggap zona hijau dan boleh menerapkan kebijakan new normal. Namun, KemenPPA tetap meminta untuk sekolah menjadi kluster terakhir yang dibuka seperti awal penerapan social distancing. Sekolah menjadi kelompok yang diselamatkan terlebih dahulu.
"Indonesia sudah berada di jalur yang benar untuk melindungi anak. Anak layak untuk hidup, terlalu mahal untuk dipertaruhkan dengan alasan apa pun," ujar Ciput.
Pemangku kebijakan untuk pendidikan sudah punya kurikulum darurat untuk pembelajaran jarak jauh. Kini yang perlu dilakukan adalah me-review kembali tantangan apa yang dihadapi tiga bulan terakhir.
Kewenangan pengaturan pendidikan sesuai UU diatur menurut jenjang. Untuk SMA oleh pusat, sedangkan PAUD hingga SMP oleh dinas pendidikan kota dan kabupaten. Ciput berharap kepala daerah mampu satu suara dengan Kemedikbud, Kemenag dan KemenPPA untuk tidak membuka sekolah baik formal maupun non formal.
"Masyarakat diminta aktif untuk melaporkan jika ada lembaga pendidikan yang buka terutama untuk anak-anak. Karena kita sudah dilevel bertahan bersama tidak lagi bisa cuek untuk urusan ini," tambahnya.
Ciput menyarankan jika orang tua kesulitan mengajarkan anak, dapat mencari cara lain seperti menggunakan guru privat bukan belajar bersama-sama membuka kelas. "Menurut saya apa pun protokoler yang diterapkan jangan diberi celah dulu untuk membuka pengajaran tatap muka, tidak untuk saat ini," tegasnya.
New normal pasca-pandemi sebuah keniscayaan, sebab vaksin saja belum ditemukan, sehingga saat ini Indonesia mulai memasuki fase transisi hingga Desember. (Lihat Videonya: Bayi Berusia 6 Hari di NTB Terinfeksi Virus Corona)
Ciput mengatakan, setiap daerah sudah mulai menyiapkan new normal. Dinas pendidikan daerah harus sudah sudah mulai menyiapkan kesiapan satuan pendidikan untuk menyiapkan sekolah yang aman. Pemda juga seharusnya mulai berbenah infrastuktur mulai gedung sekolah hingga transportasi, pelayanan kesehatan serta mekanisme pelaksanaan.
Sementara itu pemerhati anak, Seto Mulyadi dalam live Instagram bersama SINDOnews, Jumat (29/5/2020) menjelaskan, masih ada opsi lain untuk orang tua jika tidak ingin belajar di sekolah hingga ditemukan vaksin.
Berdasarkan UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, ada tiga jalur pendidikan yakni formal, non formal dan informal itu saling melengkapi dan mengganti.
Pria yang akrab disapa Kak Seto ini meminta semua pihak menghargai sikap orang tua yang sama sekali tidak ingin anak mereka keluar rumah. Kak Seto menyarankan agar orang tua mengikuti homeschooling, sebab materi yang diberikan memang sudah berbasis pengajaran di rumah.
"Materi dari sekolah diberikan kepada orang tua, kemudian orang tua yang akan mengajarkan kepada anak. Sesekali sekolah langsung memberi materi ke anak," jelasnya.
Kak Seto menambahkan, sudah ada konsep khusus belajar di rumah sehingga belajar akan menyenangkan dan tidak dipersulit. (Baca juga: Oxford Univeritas Terbaik Sejagat, Tsinghua Pimpin Asia)
Homescooling ini sudah banyak dilakukan oleh anak Indonesia yang tidak bisa ke sekolah kondisi yang tidak memungkinkan untuk datang setiap hari ke sekolah. Homeschooling ini juga sudah ada asosiasi yang mengawasi dan mendukung, yakni Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena). Kak Seto mengatakan, Asah Pena juga kini aktif membantu orang tua yang mulai homeschooling.
Jika sudah melakukan homeschooling dan ingin kembali masuk sekolah formal saat pandemi ini berlalu, ada kebijakan multientri multri exit yang dapat digunakan. Kak Seto berharap, Kemendikbud dapat mendukung ini dengan memudahkan anak masuk ke sekolah formal jika virus sudah melandai dan orang tua memutuskan untuk mengizinkan anak belajar di luar rumah. (Ananda Nararya)
(ysw)