Miris, 993 Gedung Sekolah di Lebak Banten Rusak Berat dan 3 di Antaranya Roboh

Minggu, 02 Januari 2022 - 14:30 WIB
loading...
Miris, 993 Gedung Sekolah...
Sebuah bangunan sekolah dasar di Lebak. Banten, roboh. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Lebak, Banten, menyebut sebanyak 993 gedung sekolah di di bumi Multatuli, Lebak, Banten, tercatat rusak berat dan tidak layak untuk kegiatan belajar mengajar (KBM) bagi siswa. Bahkan, di akhir 2021, 3 gedung sekolah dilaporkan roboh.

Tiga sekolah yang roboh di Lebak, Banten adalah, SMPN 1 Cibeber dan SMPN 2 Warunggunung yang roboh pada akhir November 2021. Selanjutnya Madrasah Ibtidaiyah (MI) Pasir Madang, Desa Parakan Lima, roboh pada akhir Desember 2021.



Namun, fenomena gunung es ini tidak hanya terjadi di Lebak, Banten. Menurut data Kemendikbudristek 2020 terdapat 1.222.064 ruang kelas yang rusak (kategori ringan, sedang & berat). Jumlah tersebut sama dengan 86% dari total 1.413.523 ruang kelas yang tercatat. Artinya, hanya 14% ruang kelas yang dalam kondisi baik di seluruh Indonesia.

“Banyaknya sekolah yang tidak layak untuk kegiatan belajar mengajar sungguh memprihatinkan. Bahkan sudah ada yang roboh dan itu sangat membahayakan keselamatan siswa. Sungguh Indonesia darurat sekolah rusak,” kata Ketua Gerakan Nasional Bela Sekolah Furqan AMC dalam keterangan pers, Sabtu (1/1/2021).

Menurutnya, saat ini pihaknya belum bisa memvalidasi apakah sekolah-sekolah yang rusak tersebut sudah diperbaiki atau belum pada 2021. Kalau melihat anggaran DAK Fisik (Dana Alokasi Khusus) yang dialokasikan Kemendikbudristek pada 2021 yang diperuntukan untuk rehabilitasi dan pembangunan prasarana pendidikan sebesar Rp17,7 Triliun, di atas kertas itu hanya mencover 31.695 sekolah.



"Apakah realisasinya di lapangan sudah tepat sasaran dan utuh (tidak menguap), juga perlu diselidiki lebih lanjut," tegas juru bicara Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia(PSI) tersebut.

Sementara, hasil evaluasi komisi X DPR, pemerintahan Kabupaten/Kota pun rata-rata hanya mengalokasikan 8-9% APBD-nya untuk fungsi pendidikan. Angka tersebut, menurutnya, sangat jauh dari yang diamanatkan Undang-Undang.

“Postur anggaran pendidikan secara keseluruhan, baik APBN maupun APBD menggambarkan sepenuhnya political will pemerintah untuk mengatasi persoalan darurat sekolah rusak ini,” jelas Furqan.

Dia menceritakan, 161 tahun lalu Multatuli, nama pena dari Eduard Douwes Dekker, mengguncang Eropa dengan novel satirnya, Max Havelaar, yang mengabarkan pedihnya derita rakyat Lebak dihisap oleh kolonialisme Belanda.

“Kini setelah 76 tahun Indonesia merdeka, sepertinya kita masih butuh 1000 Multatuli lagi untuk mengabarkan realitas masyarakat khususnya persoalan pendidikan ini,” tegas Furqan, agar bisa menumbuhkan 'sense of crisis' semua stakeholder khususnya pemerintah dari pusat hingga daerah.

Furqan menjelaskan lebih lanjut, dengan revolusi teknologi informasi saat ini, Multatuli-Multatuli tersebut tidak hanya bisa mengabarkan realitas melalui novel seperti Max Havelaar, tapi juga bisa dalam bentuk foto dan video yang eksplosif dan menggetarkan.

Jika semua warga mengambil inisiatif ‘citizen Journalism’, mengabarkan sekolah rusak di kecamatannya masing-masing, maka penanganan persoalan darurat sekolah rusak ini akan bisa menjadi agenda prioritas nasional. “Semoga menjadi resolusi kita bersama menyongsong tahun 2022,” harapnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak Wawan Ruswandi mengaku anggaran pemerintah daerah terbatas untuk memperbaiki ratusan sekolah itu. "Gedung yang rusak berat itu terdiri atas SD sebanyak 775 unit dan SMP 218 unit," kata Wawan di Lebak, baru-baru ini.

Kebanyakan gedung sekolah rusak di bagian atap, retak bagian dinding, kayu sudah rapuh hingga tanahnya retak-retak nyaris longsor. "Kami menerima laporan Selasa (23/11) tercatat dua sekolah roboh dan melukai lima siswa, beruntung tidak menimbulkan korban jiwa," katanya.

Menurut dia, gedung SMPN 1 Cibebersudah lama tidak diperbaiki. Namun, dia tidak menyebut satu sekolah lagi yang roboh pada Selasa.

Wawan menyarankan pengelola dua sekolah itu tidak menggunakan ruang bangunan yang rusak untuk KBM. Dikhawatirkan bangunan itu roboh, terlebih saat ini dilanda cuaca buruk, seperti hujan lebat disertai angin kencang. Termasuk SMPN 1 Cibeber diharapkan tak digunakan karena bangunannya sudah lapuk dimakan usia.

"Kami menyayangkan ruangan laboratorium SMPN 1 Cibeber yang roboh dan melukai lima siswa digunakan ruangan kesenian, padahal sebelumnya sudah diperingatkan agar tidak dipakai KBM, karena bangunan atap sudah rapuh," jelasnya.
(mpw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1640 seconds (0.1#10.140)