Pembelajaran Jarak Jauh Harus Didukung dengan Ketersediaan Sinyal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Belum usainya pandemi Covid-19 memaksa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendorong kegiatan pembelajaran sekolah maupun kuliah tetap dilanjutkan dari rumah. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) tersebut bisa dilakukan secara daring (online) maupun luring (offline).
(Baca juga: 658 WNI di Luar Negeri Sembuh Corona, 1.037 Positif dan 316 Orang Dirawat)
Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDIP, Andreas Hugo Pereira, mengatakan pandemi corona telah mendorong sektor pendidikan bermigrasi dalam keterpaksaan. Ia mengaitkan dengan gagasan Merdeka Belajar yang belum dibarengi dengan Merdeka Sinyal.
(Baca juga: Fraksi PPP Dukung Maklumat MUI Tentang RUU HIP)
"Di tengah pandemi, sinyal bukan lagi alat bantu. Tapi merupakan alat kebutuhan yang sangat penting. Makanya ini suatu problematika besar dalam penanganan pendidikan di tengah pandemi," kata Andreas dalam diskusi daring, Sabtu (13/6/2020).
Ia menyadari, masih banyak daerah yang belum mendapat akses sinyal. Hal itu membuat sulit untuk menjangkau internet. (Baca juga: Gelar Pilkada di Tengah Pandemi, 218 Daerah Perlu Perhatian Ekstra)
"Masih ada di daerah-daerah, handphone Android itu hanya dalam mimpi. Ini perbedaan yang jelas masih terjadi di Indonesia. Kalau Merdeka Sinyal ini tidak dilakukan secepat mungkin, ini ada gap (kesenjangan) pendidikan yang tinggi antara di kota maupun di desa yang terpencil," terangnya.
Andreas menambahkan, keterbatasan itu sudah dilakukan DPR dengan mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menyediakan menara atau tower untuk membuka sinyal terhadap internet. Langkah itu sejalan dengan program Merdeka Sinyal atau bebas blank spot pada 2024.
Menurut dia, situasi pandemi ini semakin menyadari bahwa teknologi sangat dibutuhkan untuk mendorong pendidikan di Indonesia. Karena itu, ketersediaan sinyal ini menjadi salah satu fasilitas yang sangat penting untuk menunjang pelaksanaan pendidikan, terutama belajar jarak jauh secara daring.
"Merdeka Belajar harus didukung Merdeka Sinyal. Harus bebas dari blank spot sehingga internet bisa digunakan sebagai alat bantu pendidikan," imbuhnya.
Tak hanya itu, Andreas juga mengingatkan agar Kemendikbud memberikan ruang bebas bagi sekolah dalam menerapkan pelaksanaan tahun ajaran baru yang dimulai pada pertengahan Juli nanti. Namun, pelaksanaan itu tentu membutuhkan pedoman protokol dan rambu-rambu dari Kemendikbud.
Berkaitan dengan Merdeka Sinyal, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ahmad M Ramli mengatakan pemerintah bersama operator seluler telah membangun jaringan 4G di lebih dari 11 ribu desa/kelurahan di wilayah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).
"Sebanyak 11.228 dari 20.341 desa di wilayah 3T sudah terkover," tutur Ramli, Rabu (10/6) lalu.
Secara akumulatif, sudah 70.670 desa dari total 83.218 desa/kelurahan di seluruh Indonesia yang sudah terjangkau layanan 4G, termasuk desa di wilayah 3T.
(Baca juga: 658 WNI di Luar Negeri Sembuh Corona, 1.037 Positif dan 316 Orang Dirawat)
Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDIP, Andreas Hugo Pereira, mengatakan pandemi corona telah mendorong sektor pendidikan bermigrasi dalam keterpaksaan. Ia mengaitkan dengan gagasan Merdeka Belajar yang belum dibarengi dengan Merdeka Sinyal.
(Baca juga: Fraksi PPP Dukung Maklumat MUI Tentang RUU HIP)
"Di tengah pandemi, sinyal bukan lagi alat bantu. Tapi merupakan alat kebutuhan yang sangat penting. Makanya ini suatu problematika besar dalam penanganan pendidikan di tengah pandemi," kata Andreas dalam diskusi daring, Sabtu (13/6/2020).
Ia menyadari, masih banyak daerah yang belum mendapat akses sinyal. Hal itu membuat sulit untuk menjangkau internet. (Baca juga: Gelar Pilkada di Tengah Pandemi, 218 Daerah Perlu Perhatian Ekstra)
"Masih ada di daerah-daerah, handphone Android itu hanya dalam mimpi. Ini perbedaan yang jelas masih terjadi di Indonesia. Kalau Merdeka Sinyal ini tidak dilakukan secepat mungkin, ini ada gap (kesenjangan) pendidikan yang tinggi antara di kota maupun di desa yang terpencil," terangnya.
Andreas menambahkan, keterbatasan itu sudah dilakukan DPR dengan mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menyediakan menara atau tower untuk membuka sinyal terhadap internet. Langkah itu sejalan dengan program Merdeka Sinyal atau bebas blank spot pada 2024.
Menurut dia, situasi pandemi ini semakin menyadari bahwa teknologi sangat dibutuhkan untuk mendorong pendidikan di Indonesia. Karena itu, ketersediaan sinyal ini menjadi salah satu fasilitas yang sangat penting untuk menunjang pelaksanaan pendidikan, terutama belajar jarak jauh secara daring.
"Merdeka Belajar harus didukung Merdeka Sinyal. Harus bebas dari blank spot sehingga internet bisa digunakan sebagai alat bantu pendidikan," imbuhnya.
Tak hanya itu, Andreas juga mengingatkan agar Kemendikbud memberikan ruang bebas bagi sekolah dalam menerapkan pelaksanaan tahun ajaran baru yang dimulai pada pertengahan Juli nanti. Namun, pelaksanaan itu tentu membutuhkan pedoman protokol dan rambu-rambu dari Kemendikbud.
Berkaitan dengan Merdeka Sinyal, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ahmad M Ramli mengatakan pemerintah bersama operator seluler telah membangun jaringan 4G di lebih dari 11 ribu desa/kelurahan di wilayah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).
"Sebanyak 11.228 dari 20.341 desa di wilayah 3T sudah terkover," tutur Ramli, Rabu (10/6) lalu.
Secara akumulatif, sudah 70.670 desa dari total 83.218 desa/kelurahan di seluruh Indonesia yang sudah terjangkau layanan 4G, termasuk desa di wilayah 3T.
(maf)