Pakar IPB: Awas! Jajanan Anak yang Tak Miliki Izin Edar Butuh Pengawasan Ketat

Rabu, 10 Agustus 2022 - 21:29 WIB
loading...
Pakar IPB: Awas! Jajanan...
BPOM meneliti bahan pangan yang terindikasi menggunakan zat-zat yang dilarang untuk dicampurkan pada makanan. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Pemerintah dinilai kurang serius untuk menyosialisasikan bagaimana penggunaan zat-zat kimia pangan dan zat-zat apa saja yang dilarang untuk dicampurkan pada makanan, khususnya jajanan anak .

Dosen dan Peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center, IPB University , Nugraha Edhi Suyatma, menyampaikan pangan yang tidak memiliki izin edar ini sulit untuk dijangkau oleh BPOM dan justru perlu pengawasan yang lebih ketat.



“Tapi, kalau untuk konsumsi besar, mereka kan sudah taat aturan. Mereka pasti akan meminta izin khusus dulu kalau mau menggunakan bahan-bahan tambahan melebihi dari batas yang sudah ditentukan,” ujar Nugraha dalam talkshow di MNC Trijaya FM, Rabu (10/8/2022).

Menurutnya, informasi mengenai zat-zat apa saja yang bisa digunakan untuk pangan dan batas-batas penggunaannya itu sudah diatur dalam peraturan BPOM dan sudah tersedia di website resmi BPOM. “Di sana diatur semua tentang keamanan pangan, tentang peraturan bahan tambahan pangan, itu sudah tertulis secara lengkap,” tukasnya.

Salah satu contoh perlunya pengawasan serius dari BPOM terhadap pangan adalah, peristiwa di mana baru-baru ini terjadi tubuh seorang anak berusia 5 tahun di Ponorogo tiba-tiba terbakar saat akan menikmati jajanan ice smoke yang diolah dengan menggunakan nitrogen cair. Akibatnya, anak tersebut menderita luka bakar 30% di tubuhnya.



Kepala Departemen Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof. Fredy Kurniawan menyampaikan pada saat berada di suhu yang sangat dingin, zat seperti nitrogen cair itu tidak boleh bersentuhan dengan organ manusia secara langsung.

Pasalnya, walau nitrogen tidak mengeluarkan api, zat ini bisa menyebabkan cold burn atau terbakar karena suhu yang amat dingin. "Bekas terbakar pada temperatur yang dingin, kulit seperti melepuh," ujarnya.

Dia mengatakan, makanan yang diolah dengan nitrogen cair dengan cara yang tak tepat bisa menyebabkan luka bakar serius. "Luka bakar serius (menjadi risiko paling bahaya). Ini benar-benar tidak boleh sampai tersentuh. Efek lain ketika nitrogen menguap yakni akan mengusir oksigen," ucapnya.

"Anda bayangkan kalau penjual itu tidak tahu, ditambahkan dalam jumlah agak banyak. Ada yang menguap, ada yang masih liquid. Yang liquid bisa masuk mulut dan menyebabkan terbakar mulutnya," tuturnya.

Selain itu, ada juga kasus temuan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Semarang terhadap belasan produk makanan jenis kerupuk dan mie yang beredar di tengah masyarakat Kabupaten Batang, Jawa Tengah, yang mengandung zat kimia berbahaya berupa auramin dan rhodamin B.

Termasuk penggunaan etilen oksida yang digunakan untuk sterilisasi rempah-rempah. Zat ini sering digunakan pada sebagian produk makanan, seperti es krim, sereal sarapan, permen, atau keju, yang berfungsi sebagai zat pengental atau penstabil.

Pakar farmasi dari Universitas Gadjah Mada Dr Arief Nurrochmad Msi Msc Apt, menyebut etilen oksida termasuk bahan berbahaya dan beracun yang bisa memicu dampak buruk bagi kesehatan.

Kemudian penggunaan logam berat antimon sebagai katalis dalam pembuatan plastik PET yang bisa memunculkan masalah kesehatan. Ada juga minyak sayur brominasi yang sering dipakai untuk menggoreng atau menumis. Minyak sayur brominasi diketahui meninggalkan residu pada lemak tubuh, otak, hati dan organ lainnya.

Lisa Lefferts, ilmuwan senior di pusat ilmu pengetahuan untuk kesehatan publik mengatakan bahwa, "Anak yang meminum banyak minuman bersoda yang mengandung minyak sayur brominasi akan mengalami toxicity bromine, di mana anak sering gugup, bermasalah dengan memori otak dan masalah kulit.”

Selanjutnya, racun kimia yang umumnya digunakan untuk membunuh pestisida pada buah-buahan dan sayuran yang disukai anak-anak. Residu dari bahan kimia ini biasanya tertinggal atau menempel pada apel, stroberi, melon, ketimun dan sayuran lain yang menggugah untuk segera dimakan.

Residu pestisida yang ikut termakan oleh anak bisa menyebabkan disabilitas, perkembangan otak bermasalah dan gangguan saraf. Ini sangat berbahaya pula jika dikonsumsi oleh ibu hamil. Salah satu unsur kimia pestisida yang paling berbahaya adalah Chlorpyrifos yang dapat mematikan sel saraf anak.

Zat-zat kimia pangan lainnya yang perlu pengawasan serius BPOM adalah arsenik yang ada pada makanan cereal, snack, dan beras bubur yang biasa dikonsumsi anak-anak. Arsenic ini dapat menahan laju berat badan pada bayi dan anak-anak.

Ini membuat mereka tetap kurus walau telah banyak makan. Selain itu, dampak yang lebih serius adalah tumbuhnya sel kanker dan impotensi pada orang dewasa.

Phthalates, juga perlu diwaspadai. Zat ini biasa ditemukan pada plastik dan pembungkus makanan. Efeknya memang tidak langsung terlihat, tapi berbahaya untuk jangka panjang.

Aspartam atau pemanis buatan yang lebih manis daripada gula juga bisa menyebabkan kanker dan diabetes, dan sangat berbahaya bagi anak.

Zat kimia pangan lainnya yang berbahaya bagi kesehatan ada pada produk susu, dairy dan daging yang disebut-sebut sangat bergizi bagi anak. Namun, hampir semua produk tersebut mengandung antibiotik dan zat-zat pertumbuhan hormon dengan bakteri bersifat resisten.

Amerika dan Kanada pernah menolak pemasokan produk-produk ini karena dapat mempercepat masa pubertas pada anak-anak serta tumbuhnya sel kanker di usia muda.

Tidak hanya pada makanan saja, menurut Nugraha, zat-zat kimia yang ada pada kemasan juga perlu diwaspadai. Untuk kemasan plastik misalnya, semua zat kimia pada plastik itu berbahaya untuk kesehatan, sehingga perlu adanya pengaturan batas amannya dari BPOM.

Dia menyebut jenis plastik galon polikarbonat dan jenis PET, jika mengacu pada peraturan BPOM, itu terdapat migrasi spesifik pada kedua jenis plastik itu. Kalau di polikarbonat migrasi spesifik yang diatur adalah BPA, dan di PET juga diatur etilen glikolnya karena terdapat zat-zat berbahaya di situ.

“Tapi, saya kira untuk perusahaan besar yang pasti sudah mendaftarkan pre market di BPOM, itu pasti sudah diawasi mutu dari galon yang mereka pakai dan sudah tentu aman untuk digunakan. Yang perlu diawasi itu justru yang belum ada izin edarnya,” katanya.
(mpw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2986 seconds (0.1#10.140)