Sejumlah Perguruan Tinggi Nilai Skripsi Masih Penting

Sabtu, 20 Juni 2015 - 03:16 WIB
Sejumlah Perguruan Tinggi Nilai Skripsi Masih Penting
Sejumlah Perguruan Tinggi Nilai Skripsi Masih Penting
A A A
BANDUNG - Adanya wacana dari Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi untuk menghapuskan skripsi sebagai salah satu penentu kelulusan mahasiswa Strata 1 (S1), disayangkan oleh sejumlah pihak.

Karena, metode penulisan skripsi sebagai pertanggung jawaban dan metode dokumentasi bagi mahasiswa, masih dinilai penting.

Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Kadarsah Suryadi mengatakan, pihaknya tetap membutuhkan skripsi bagi mahasiswa.

Pasalnya, kemampuan mahasiswa dalam menulis skripsi dijadikannya sebagai kemampuan dalam berkomunikasi lewat tulisan.

Diakuinya, kebutuhan skripsi ini sangat bergantung pada kebutuhan setiap program studi (prodi).

“Untuk ilmu sosial mungkin skripsi sangat diperlukan, apalagi jika mahasiswa tersebut akan melanjutkan ke jenjang S2 dan S3. Tapi mungkin untuk prodi yang bersentuhan pada praktik langsung dengan industri, skripsi belum tentu dibutuhkan,” ujarnya.

Kementerian dalam hal ini, kata Kadarsah, memberikan pilihan pada setiap prodi maupun universitas sesuai dengan kebutuhan keilmuannya. Akan tetapi, hingga saat ini, ITB sendiri akan tetap memberlakukan adanya skripsi.

“Kami ingin mahasiswa terlatih dalam berkomunikasi baik secara verbal apalagi secara tulisan. Untuk itu skripsi masih kami anggap penting,” timpalnya.

Sementara itu, Rektor Universitas Padjadjaran Tri Hanggono Achmad menyebutkan yang perlu dilihat, kebijakan itu bukan pada skripsinya. Menurut dia, masih banyak metode lain yang bisa ditempuh.

"Prinsipnya, kompetensi yang akan dicapai adalah kemampuan berpikir komprehensif dan akademik writing. Bentuknya tidak harus skripsi," ujar Tri.

Yang kalah penting, hasil akademik itu harus bisa diseminasikan. Bentuknya dapat berupa publikasi. Tri menyebutkan tanpa skripsi di akhir studi justru akan lebih sederhana.

Menurut Tri, skripsi itu hanya momentumnya. Ide penelitian dapat muncul dari awal. Bahkan ide itu dapat menjadi bagian riset dosen.

Dia menyebutkan, beberapa program studi malah tidak lagi menggunakan skripsi di akhir studi.

Terkait dengan kriteria kelulusan, Tri menyebutkan perlu dilakukan pengujian yang komprehensif. Tugas penulisan itu hanya menjadi bagian dari kriteria kelulusan.

Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Furqon mengemukakan pihaknya melihat hal itu masih sekedar wacana saja.

Dia menyakini bahwa pemerintah punya pertimbangan khusus untuk kebaikan masyarakat. Akan tetapi, dia juga berharap pemerintah bisa melihat perkembangan dunia pendidikan secara internasional juga.

“Di Amerika saja antar universitas memiliki syarat kelulusan yang berbeda-beda. Kita juga harus terbuka dengan dinamika perkembangan dunia pendidikan yang ada. Tapi tentu kita harus waspada dan tidak hanya sekedar ikut tren dalam membuat kebijakan semacam itu,” jelas mantan Kepala Badan Litbang Kemendikbud ini.

Meski demikian, menurutnya, mahasiswa S1 wajib belajar menulis. Pasalnya, salah satu kompetensi yang harus dimiliki mahasiswa tingkatan tersebut yakni kemampuan menyampaikan gagasan secara tertulis.

Perihal bentuk tulisannya seperti apa, itu bisa diatur sesuai kebutuhan. Karena jika tidak dengan skripsi pun, kata Furqon, masih ada jalur membuat Tugas Akhir atau membuat praktikum/kajian teoritik.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7006 seconds (0.1#10.140)