Klarifikasi STIE GICI Dikategorikan Kampus Abal-abal
A
A
A
JAKARTA - Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) GICI memberikan klarifikasi terkait pengumuman Kemenristek Dikti yang mengategorikannya sebagai kampus abal-abal. Dalam pengumuman tersebut, STIE GICI akan dinonaktifkan oleh Kemenristek Dikti.
Kuasa Hukum STIE GICI Yusril Ihza Mahendra menyatakan, tudingan Kemenristek Dikti kepada kliennya yang dituduh telah melanggar Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan Tinggi, PP No. 4 tahun 2014 tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi dan pengelolaan perguruan tinggi, Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti tidak menunjuk satu pun pasal atau norma hukum yang dilanggar GICI.
"Tuduhan tersebut cenderung menyesatkan dan menggeneralisir," ujar Yusril saat jumpa pers di kantor Ihza & Ihza Law Firm 88 Kasablanka Office Tower A Lantai 19 Kota Kasablanka, Casablanca, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (5/10/2015).
Pakar Hukum Tata Negara ini menyebut, tuduhan pelanggaran yang ditujukan kepada GICI tidak jelas dan kabur. Selain itu, tuduhan Kemenristek Dikti terhadap GICI yang menilai perguruan tinggi tersebut telah melanggar penetapan daya tampung mahasiswa sebagaimana Surat Edaran (SE) Dirjen Dikti No 2920/DT/2007 tanggal 28 September 2007 dinilai, Kemnristek Dikti telah mengabaikan fakta keberadaan kampus tersebut.
Menurut Yusril, Kampus GICI yang berpusat di Jalan Margonda Raya, Depok, Jawa Barat, memiliki tiga kampus 'cabang' di Jakarta, Bekasi, Bogor. STIE GICI juga telah memenuhi syarat daya tampung mahasiswa sebagaimana diatur dalam SE Dirjen Dikti.
Daya tampung itu meliputi, Kampus GICI Depok dengan luas 216 M2 (Gedung 3 lantai), Jakarta dengan luas 672 M2 (Gedung 4 lantai), GICI Bekasi dengan luas 3.365 M2 (gedung 2 lantai), dan kampus Bogor dengan luas 1.874 M2 (gedung 3 lantai).
Oleh karenanya pula, berdasarkan SE Dirjen Dikti No 101/E2.3/T/2015 tanggal 7 Januari 2015 perihal Nisbah Dosen/Mahasiswa pada angka 1 disebutkan bahwa nisbah dosen/mahasiswa adalah 1:25 secara umum dan diperbaharui pada tahun 2010 menjadi IPA 1 :30 dan IPS 1 : 45.
"Dengan demikian rasio Dosen tetap terhadap Mahasiswa GICI telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam peraturan tersebut," tutur Yusril.
Sementara Kepala GICI Nurdin Rifai mengklaim tidak pernah menyelenggarakan 'pendidikan abal-abal' dan praktik jual beli ijazah. Adapun terkait keberadaan GICI di Batam, pihaknya mengaku kampus tersebut merupakan Yayasan yang melakukan kerja sama dengan pihak lain.
Kerja sama tersebut tidak melanggar aturan perguruan tinggi. "Sarannya untuk menghentikan proses dengan yang di Batam. Ini kayak ada satu kementerian datang dari satu kementerian dan berbeda. Yayasan itu berbeda," ungkap Nurdin.
Sebelumnya, Kemenristek Dikti telah mengeluarkan pengumuman/ penyebaran informasi mengenai 'Daftar 243 Perguruan Tinggi yang di Non Aktifkan dan dianggap abal-abal'. Penyebaran informasi tersebut telah dipublikasikan di sejumlah surat kabar baik cetak maupun elektronik.
Dari ratusan perguruan tinggi itu, termasuk Kampus GICI, dituduh telah melakukan pelanggaran tehadap UU No.12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi No.4 tahun 2014 tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi dan pengelolaan perguruan tinggi, keputusan menteri pendidikan nasional nomor 234/U/2000 tentang pedoman pendirian perguruan tinggi, surat edaran Dirjen Dikti 2920/D/T/2007 tentang daya tampung mahasiswa, pelanggaran terhadap standar/pedoman akademik secara sistematik dan masif, serta manipulasi data akademik.
Kuasa Hukum STIE GICI Yusril Ihza Mahendra menyatakan, tudingan Kemenristek Dikti kepada kliennya yang dituduh telah melanggar Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan Tinggi, PP No. 4 tahun 2014 tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi dan pengelolaan perguruan tinggi, Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti tidak menunjuk satu pun pasal atau norma hukum yang dilanggar GICI.
"Tuduhan tersebut cenderung menyesatkan dan menggeneralisir," ujar Yusril saat jumpa pers di kantor Ihza & Ihza Law Firm 88 Kasablanka Office Tower A Lantai 19 Kota Kasablanka, Casablanca, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (5/10/2015).
Pakar Hukum Tata Negara ini menyebut, tuduhan pelanggaran yang ditujukan kepada GICI tidak jelas dan kabur. Selain itu, tuduhan Kemenristek Dikti terhadap GICI yang menilai perguruan tinggi tersebut telah melanggar penetapan daya tampung mahasiswa sebagaimana Surat Edaran (SE) Dirjen Dikti No 2920/DT/2007 tanggal 28 September 2007 dinilai, Kemnristek Dikti telah mengabaikan fakta keberadaan kampus tersebut.
Menurut Yusril, Kampus GICI yang berpusat di Jalan Margonda Raya, Depok, Jawa Barat, memiliki tiga kampus 'cabang' di Jakarta, Bekasi, Bogor. STIE GICI juga telah memenuhi syarat daya tampung mahasiswa sebagaimana diatur dalam SE Dirjen Dikti.
Daya tampung itu meliputi, Kampus GICI Depok dengan luas 216 M2 (Gedung 3 lantai), Jakarta dengan luas 672 M2 (Gedung 4 lantai), GICI Bekasi dengan luas 3.365 M2 (gedung 2 lantai), dan kampus Bogor dengan luas 1.874 M2 (gedung 3 lantai).
Oleh karenanya pula, berdasarkan SE Dirjen Dikti No 101/E2.3/T/2015 tanggal 7 Januari 2015 perihal Nisbah Dosen/Mahasiswa pada angka 1 disebutkan bahwa nisbah dosen/mahasiswa adalah 1:25 secara umum dan diperbaharui pada tahun 2010 menjadi IPA 1 :30 dan IPS 1 : 45.
"Dengan demikian rasio Dosen tetap terhadap Mahasiswa GICI telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam peraturan tersebut," tutur Yusril.
Sementara Kepala GICI Nurdin Rifai mengklaim tidak pernah menyelenggarakan 'pendidikan abal-abal' dan praktik jual beli ijazah. Adapun terkait keberadaan GICI di Batam, pihaknya mengaku kampus tersebut merupakan Yayasan yang melakukan kerja sama dengan pihak lain.
Kerja sama tersebut tidak melanggar aturan perguruan tinggi. "Sarannya untuk menghentikan proses dengan yang di Batam. Ini kayak ada satu kementerian datang dari satu kementerian dan berbeda. Yayasan itu berbeda," ungkap Nurdin.
Sebelumnya, Kemenristek Dikti telah mengeluarkan pengumuman/ penyebaran informasi mengenai 'Daftar 243 Perguruan Tinggi yang di Non Aktifkan dan dianggap abal-abal'. Penyebaran informasi tersebut telah dipublikasikan di sejumlah surat kabar baik cetak maupun elektronik.
Dari ratusan perguruan tinggi itu, termasuk Kampus GICI, dituduh telah melakukan pelanggaran tehadap UU No.12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi No.4 tahun 2014 tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi dan pengelolaan perguruan tinggi, keputusan menteri pendidikan nasional nomor 234/U/2000 tentang pedoman pendirian perguruan tinggi, surat edaran Dirjen Dikti 2920/D/T/2007 tentang daya tampung mahasiswa, pelanggaran terhadap standar/pedoman akademik secara sistematik dan masif, serta manipulasi data akademik.
(hyk)