Sosiolog: Indonesia Belum Siap Terapkan Full Day School
A
A
A
JAKARTA - Indonesia diyakini belum siap menerapkan gagasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy tentang sekolah sepanjang hari (full day school) untuk SD dan SMP negeri maupun swasta.
Sosiolog Musni Umar menilai, baru di kota-kota besar yang mungkin bisa menjalankan full day school, walaupun persiapan sarana dan prasarana dan guru cukup.
"Kalau di desa-desa, saya tidak setuju diberlakukan. Bukan saja tidak memiliki segala macam kesiapan, tetapi anak masih berfungsi sebagai tenaga perbantuan orangtua untuk ikut menopang kehidupan ekonomi keluarga," ujar Musni kepada Sindonews, Senin (8/8/2016).
Dia berpendapat, gagasan full day school cocok diterapkan di Singapura, Malaysia dan negara lain yang sudah maju. Pertama, lanjut dia, tingkat kesibukan kedua orangtua sangat tinggi, karena keduanya bekerja di luar rumah untuk menopang kehidupan ekonomi keluarga. Sehingga lebih baik kalau anak lebih lama di sekolah ketimbang di rumah yang tidak ditemani oleh siapapun.
Kedua, sambung dia, tingkat kehidupan ekonomi keluarga sudah memadai, sehingga mampu memberi dana yang cukup kepada putera-puterinya jika full day school. Ketiga, segala macam kegiatan ekstrakurikuler disediakan di sekolah, sehingga anak bisa memilih kegiatan yang disukai
"Keempat, fasilitas sekolah dan lingkungannya sangat mendukung," tutur wakil rektor I Universitas Ibnu Chaldun Jakarta ini.
Yang terakhir atau kelima, jumlah guru harus cukup memadai, sehingga mampu melayani dan membimbing anak-anak sekolah. Oleh karena itu, dia menyarankan sebaiknya gagasan full day school dikaji secara mendalam dan jika perlu dilakukan uji coba di DKI Jakarta untuk melihat efektivitasnya. "Di Indonesia belum siap," paparnya.
Sosiolog Musni Umar menilai, baru di kota-kota besar yang mungkin bisa menjalankan full day school, walaupun persiapan sarana dan prasarana dan guru cukup.
"Kalau di desa-desa, saya tidak setuju diberlakukan. Bukan saja tidak memiliki segala macam kesiapan, tetapi anak masih berfungsi sebagai tenaga perbantuan orangtua untuk ikut menopang kehidupan ekonomi keluarga," ujar Musni kepada Sindonews, Senin (8/8/2016).
Dia berpendapat, gagasan full day school cocok diterapkan di Singapura, Malaysia dan negara lain yang sudah maju. Pertama, lanjut dia, tingkat kesibukan kedua orangtua sangat tinggi, karena keduanya bekerja di luar rumah untuk menopang kehidupan ekonomi keluarga. Sehingga lebih baik kalau anak lebih lama di sekolah ketimbang di rumah yang tidak ditemani oleh siapapun.
Kedua, sambung dia, tingkat kehidupan ekonomi keluarga sudah memadai, sehingga mampu memberi dana yang cukup kepada putera-puterinya jika full day school. Ketiga, segala macam kegiatan ekstrakurikuler disediakan di sekolah, sehingga anak bisa memilih kegiatan yang disukai
"Keempat, fasilitas sekolah dan lingkungannya sangat mendukung," tutur wakil rektor I Universitas Ibnu Chaldun Jakarta ini.
Yang terakhir atau kelima, jumlah guru harus cukup memadai, sehingga mampu melayani dan membimbing anak-anak sekolah. Oleh karena itu, dia menyarankan sebaiknya gagasan full day school dikaji secara mendalam dan jika perlu dilakukan uji coba di DKI Jakarta untuk melihat efektivitasnya. "Di Indonesia belum siap," paparnya.
(kri)