Plus Minus Kebijakan Sekolah Senin hingga Jumat
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang akan memberlakukan jam belajar minimal delapan jam setiap hari dari Senin hingga Jumat dinilai memiliki kelebihan dan kekurangan.
Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih mengatakan, sisi positifnya siswa dapat berkumpul bersama keluarga pada hari Sabtu. Hari Sabtu dikatakannya juga bisa digunakan untuk kegiatan ekstra kurikuler atau bahkan menambah kursus keterampilan. "Pada hari Sabtu Ahad untuk bekal bila tidak melanjutkan sekolah atau menambah kemampuan pendukung sekolah," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/6/2017). (Baca juga: Sabtu Libur, Waktu Belajar Siswa Ditambah Jadi Delapan Jam Sehari )
Namun, kebijakan itu juga dinilai memiliki sisi negatif. Pasalnya, banyak diniyah atau pendidikan agama yang digelar organisasi kemasyarakatan keagamaan pada sore hari. Seperti Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA), Madrasah Diniyah Wushtho (MWA) dan Madrasah Diniyah Ulya (MDU) atau santri kalong (sorogan) di hampir semua pesantren.
"Ini dikhawatirkan oleh para penyelenggara, terancam tutup karena kebijakan ini," ucapnya.
Di samping itu, menurut dia, kegiatan belajar mengajar yang sudah melewati pukul 14.00 WIB sudah tidak begitu efektif. "Bila makan siang ini dikoordinir sekolah maka biaya tinggi. Bila diserahkan kepada siswa masing-masing ini juga sangat tergantung orangtua mereka membekalinya," ungkapnya.
Dia menambahkan, hingga saat ini masih banyak orang tua yang tidak mampu memberi cukup bekal makan anaknya. "Sehingga dikhawatirkan ada siswa yang tidak makan siang," pungkasnya.
Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih mengatakan, sisi positifnya siswa dapat berkumpul bersama keluarga pada hari Sabtu. Hari Sabtu dikatakannya juga bisa digunakan untuk kegiatan ekstra kurikuler atau bahkan menambah kursus keterampilan. "Pada hari Sabtu Ahad untuk bekal bila tidak melanjutkan sekolah atau menambah kemampuan pendukung sekolah," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/6/2017). (Baca juga: Sabtu Libur, Waktu Belajar Siswa Ditambah Jadi Delapan Jam Sehari )
Namun, kebijakan itu juga dinilai memiliki sisi negatif. Pasalnya, banyak diniyah atau pendidikan agama yang digelar organisasi kemasyarakatan keagamaan pada sore hari. Seperti Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA), Madrasah Diniyah Wushtho (MWA) dan Madrasah Diniyah Ulya (MDU) atau santri kalong (sorogan) di hampir semua pesantren.
"Ini dikhawatirkan oleh para penyelenggara, terancam tutup karena kebijakan ini," ucapnya.
Di samping itu, menurut dia, kegiatan belajar mengajar yang sudah melewati pukul 14.00 WIB sudah tidak begitu efektif. "Bila makan siang ini dikoordinir sekolah maka biaya tinggi. Bila diserahkan kepada siswa masing-masing ini juga sangat tergantung orangtua mereka membekalinya," ungkapnya.
Dia menambahkan, hingga saat ini masih banyak orang tua yang tidak mampu memberi cukup bekal makan anaknya. "Sehingga dikhawatirkan ada siswa yang tidak makan siang," pungkasnya.
(dam)