Publikasi Ilmiah Internasional Indonesia Salip Thailand
A
A
A
SURABAYA - Publikasi ilmiah internasional yang dulu lesu mulai bisa diperbaiki. Para dosen di perguruan tinggi dituntut untuk terus berproduksi dalam menulis serta melakukan riset ilmiah.
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir menuturkan, beberapa tahun lalu jumlah publikasi internasional hanya ada 2.500. Jumlah itu kalah jauh dari Malaysia serta Thailand.
"Sekarang jumlah publikasi internasional dari Indonesia sudah merangsek naik menjadi 12.500. Jumlah itu sudah unggul dari Thailand yang baru mencapai 10.000," ujar Nasir ketika ditemui di sela-sela Inovator Inovasi Indonesia Expo di Grand City Surabaya, Kamis (19/10/2017).
Ia melanjutkan, aktivitas riset di perguruan tinggi harus bisa dipacu sehingga para dosen bisa lebih produktif dalam melakukan publikasi internasional. Mereka juga bisa memiliki pengalaman lebih dan tidak hanya terjebak dalam rutinitas mengajar. Pemerintah, menurutnya, juga tegas kepada perguruan tinggi yang seenaknya saja dalam mengelola lembaga pendidikan. Opsi penutupan pun akan diberlakukan dengan tegas bagi mereka yang melanggar.
"Kalau nggak mau tutup, kami yang akan menutupnya. Semua ini dilakukan untuk mendapatkan kualitas pendidikan di Indonesia," jelasnya.
Saat ini, menurut Nasir, pihaknya juga ingin pemerataan pendidikan bisa terjadi di Indonesia. Disparitas antara kampus di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa akan digerus. Kualitas harus bisa terjaga di tiap daerah. Standar pendidikan pun akhirnya bisa tercipta.
Pemerataan ini tak lepas dari kondisi tahun ini dengan adanya 17 perguruan tinggi di Indonesia masuk ke dalam 400 peringkat kampus terbaik di Asia versi Quacquarelli Symonds (QS). Dalam laporan bertajuk QS Asia University Rankings 2018 itu, Universitas Indonesia (UI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) masuk dalam 100 kampus terbaik di Asia. QS Asia University Rankings tahun sebelumnya merilis laporan yang berisi 11 kampus Indonesia masuk dalam 351 kampus terbaik.
Enam kampus Indonesia yang berhasil masuk dalam 400 terbaik tahun ini adalah Universitas Hasanuddin (Makassar), Universitas Pelita Harapan (Tangerang), Universitas Udayana (Denpasar), Universitas Sebelas Maret (Solo), Universitas Katolik Atma Jaya (Jakarta), dan Universitas Katholik Parahyangan (Bandung).
"Akreditasinya harus bisa diperbaiki. Ini jadi langkah awal bagi perguruan tinggi di luar Jawa. Kami yakin pemerataan ini bisa dilakukan," jelasnya.
Dosen Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Deny Djatmiko mengatakan, riset dan publikasi internasional memang menjadi salah satu tugas dosen. Pihaknya mendukung upaya pemerintah dalam memperbanyak publikasi internasional. "Adanya publikasi internasional juga bisa menambah kemampuan dosen dalam mengajar di kelas," katanya.
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir menuturkan, beberapa tahun lalu jumlah publikasi internasional hanya ada 2.500. Jumlah itu kalah jauh dari Malaysia serta Thailand.
"Sekarang jumlah publikasi internasional dari Indonesia sudah merangsek naik menjadi 12.500. Jumlah itu sudah unggul dari Thailand yang baru mencapai 10.000," ujar Nasir ketika ditemui di sela-sela Inovator Inovasi Indonesia Expo di Grand City Surabaya, Kamis (19/10/2017).
Ia melanjutkan, aktivitas riset di perguruan tinggi harus bisa dipacu sehingga para dosen bisa lebih produktif dalam melakukan publikasi internasional. Mereka juga bisa memiliki pengalaman lebih dan tidak hanya terjebak dalam rutinitas mengajar. Pemerintah, menurutnya, juga tegas kepada perguruan tinggi yang seenaknya saja dalam mengelola lembaga pendidikan. Opsi penutupan pun akan diberlakukan dengan tegas bagi mereka yang melanggar.
"Kalau nggak mau tutup, kami yang akan menutupnya. Semua ini dilakukan untuk mendapatkan kualitas pendidikan di Indonesia," jelasnya.
Saat ini, menurut Nasir, pihaknya juga ingin pemerataan pendidikan bisa terjadi di Indonesia. Disparitas antara kampus di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa akan digerus. Kualitas harus bisa terjaga di tiap daerah. Standar pendidikan pun akhirnya bisa tercipta.
Pemerataan ini tak lepas dari kondisi tahun ini dengan adanya 17 perguruan tinggi di Indonesia masuk ke dalam 400 peringkat kampus terbaik di Asia versi Quacquarelli Symonds (QS). Dalam laporan bertajuk QS Asia University Rankings 2018 itu, Universitas Indonesia (UI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) masuk dalam 100 kampus terbaik di Asia. QS Asia University Rankings tahun sebelumnya merilis laporan yang berisi 11 kampus Indonesia masuk dalam 351 kampus terbaik.
Enam kampus Indonesia yang berhasil masuk dalam 400 terbaik tahun ini adalah Universitas Hasanuddin (Makassar), Universitas Pelita Harapan (Tangerang), Universitas Udayana (Denpasar), Universitas Sebelas Maret (Solo), Universitas Katolik Atma Jaya (Jakarta), dan Universitas Katholik Parahyangan (Bandung).
"Akreditasinya harus bisa diperbaiki. Ini jadi langkah awal bagi perguruan tinggi di luar Jawa. Kami yakin pemerataan ini bisa dilakukan," jelasnya.
Dosen Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Deny Djatmiko mengatakan, riset dan publikasi internasional memang menjadi salah satu tugas dosen. Pihaknya mendukung upaya pemerintah dalam memperbanyak publikasi internasional. "Adanya publikasi internasional juga bisa menambah kemampuan dosen dalam mengajar di kelas," katanya.
(amm)