Kurikulum Pendidikan di Tengah Pusaran Perubahan Gaya Hidup
A
A
A
IMPIAN Abinusama bisa berkuliah di luar negeri akhirnya terpenuhi. Tahun lalu, namanya masuk dalam daftar mahasiswa baru di The Australian National University (ANU). Kampusnya terletak Canberra, Ibu Kota Australia. Perguruan tinggi ini tercatat sebagai kampung nomor wahid di Negeri Kanguru. Kalau secara global, berdasarkan Times Higher Education (THE) yang merilis World University Ranking (WUR), tahun ini ANU bercokol di urutan ke-48 terbaik dunia.
Di sana, Abi—sapaan akrabnya—mengambil program magister (S2) Hubungan Internasional. Bidang studi itu sama dengan pendidikan sarjananya ketika berkuliah di Universitas Kristen Indonesia, 2010 silam. "Enggak salah milih, ini kampus impian," pujinya untuk ANU, saat bercerita kepada SINDO Weekly, Jumat (1/3/2018) dua pekan lalu.
Yang membuatnya kagum dengan kampus itu adalah fasilitas dan sistem belajarnya yang sangat berbeda dibandingkan di Indonesia. Abi mengaku, ANU punya fasilitas belajar yang lengkap. Setiap ruang kuliah, komputer, perpustakaan, laboratorium, didukung dengan sistem teknologi yang canggih. Bahkan, sistem perkuliahannya juga serbadigital. Pola itu sudah berlangsung sekian tahun lalu. Tepatnya, sejak 2000-an. "Dosen dan mahasiswanya enggak lepas dari teknologi. Bisa pakai device, laptop sendiri, enggak dibatasi," terang pria 25 tahun asal Papua tersebut.
Bahkan, lanjut Abi, pembelajaran juga bisa dilakukan tanpa tatap muka. Umumnya disebut Massive Open Online Courses (MOOCs) atau cyber class. Metode belajar daring tersebut sudah lama diadopsi ANU. Selain lebih efisien dan praktis dalam bertukar informasi, konsep perkuliahan itu membuat mahasiswa lebih inovatif. Baik dosen maupun mahasiswa harus aktif mencari informasi, seperti data, buku atau jurnal digital (e-book), isu-isu, dan kasus yang dibutuhkan untuk bahan perkuliahan dan penelitian.
Sebagai kampus unggulan, ANU juga dikenal sebagai universitas riset (research university) yang silabus perkuliahannya mengedepankan penelitian. WUR menilai segi pengajaran ANU meraih 52,7 poin dan penelitian 72,0.
Cerita Abi menunjukkan bahwa digitalisasi juga membawa perubahan besar dalam pendidikan tinggi. Lalu apa saja yang dilakukan kampus-kampus dunia dalam menyikapi perubahan ini? Baca laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 01-07 Tahun 2018 yang terbit Senin (5/3/2018).
Di sana, Abi—sapaan akrabnya—mengambil program magister (S2) Hubungan Internasional. Bidang studi itu sama dengan pendidikan sarjananya ketika berkuliah di Universitas Kristen Indonesia, 2010 silam. "Enggak salah milih, ini kampus impian," pujinya untuk ANU, saat bercerita kepada SINDO Weekly, Jumat (1/3/2018) dua pekan lalu.
Yang membuatnya kagum dengan kampus itu adalah fasilitas dan sistem belajarnya yang sangat berbeda dibandingkan di Indonesia. Abi mengaku, ANU punya fasilitas belajar yang lengkap. Setiap ruang kuliah, komputer, perpustakaan, laboratorium, didukung dengan sistem teknologi yang canggih. Bahkan, sistem perkuliahannya juga serbadigital. Pola itu sudah berlangsung sekian tahun lalu. Tepatnya, sejak 2000-an. "Dosen dan mahasiswanya enggak lepas dari teknologi. Bisa pakai device, laptop sendiri, enggak dibatasi," terang pria 25 tahun asal Papua tersebut.
Bahkan, lanjut Abi, pembelajaran juga bisa dilakukan tanpa tatap muka. Umumnya disebut Massive Open Online Courses (MOOCs) atau cyber class. Metode belajar daring tersebut sudah lama diadopsi ANU. Selain lebih efisien dan praktis dalam bertukar informasi, konsep perkuliahan itu membuat mahasiswa lebih inovatif. Baik dosen maupun mahasiswa harus aktif mencari informasi, seperti data, buku atau jurnal digital (e-book), isu-isu, dan kasus yang dibutuhkan untuk bahan perkuliahan dan penelitian.
Sebagai kampus unggulan, ANU juga dikenal sebagai universitas riset (research university) yang silabus perkuliahannya mengedepankan penelitian. WUR menilai segi pengajaran ANU meraih 52,7 poin dan penelitian 72,0.
Cerita Abi menunjukkan bahwa digitalisasi juga membawa perubahan besar dalam pendidikan tinggi. Lalu apa saja yang dilakukan kampus-kampus dunia dalam menyikapi perubahan ini? Baca laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 01-07 Tahun 2018 yang terbit Senin (5/3/2018).
(amm)