Mengukir Prestasi Tidak Mengenal Sekolah Negeri atau Swasta
A
A
A
JAKARTA - “Saya mau jadi peneliti, tapi untuk pemerintah. Jadi saya bisa berguna juga buat negara,” ucap Ahmad Dzaki. Siswa kelas 9 internasional pada SMP Bosowa Bina Insani itu sedang mengutarakan cita-citanya.
Belajar melalui sistem kurikulum internasional tidak lantas membuatnya ingin bekerja di negeri orang. Melalui ilmu yang dimilikinya, meskipun masih di jenjang sekolah menengah pertama, siswa yang biasa dipanggil Dzaki ini sudah punya impian besar bagi Indonesia.
Memang ilmu pengetahuan alam (IPA) menjadi pelajaran favoritnya hingga Dzaki mendapat Cambridge Learner Awards Indonesia untuk kategori “high achievement”dalam subjek Combined Science IGCSE pada November 2017.
Nilai Dzaki untuk pelajaran combined science atau IPA mendapat apresiasi langsung dari Cambridge. Dzaki mendapat nilai paling tinggi se-Indonesia di antara siswa Indonesia di sekolah SPK yang bekerja sama dengan Cambridge pada periode winter atau bulan Oktober-November.
Bagi Dzaki, IPA membuat segala rasa penasarannya terjawab. Banyak hal yang ingin dia tahu, dari fenomena alam atau reaksi kimia, bisa terjawab dengan belajar. “Bahasa anak zaman sekarang kepo ya, saya suka kepo, tapi alhamdulillah kepo positif,” ucapnya sembari tertawa ringan.
Mengambil program internasional dirasa membuatnya bisa belajar lebih maksimal hingga mengukir prestasi. Jumlah siswa yang sedikit di kelas membuatnya lebih konsentrasi dan guru pun dapat lebih fokus mengajar.
“Karena muridnya sedikit, guru-guru di kelas internasional lebih peduli jadi dekat dengan murid. Murid jadi lebih mengerti, lebih memotivasi, juga kami semangat deh,” ungkap siswa kelahiran 19 September 2002 ini.
Selain itu, Dzaki juga kepo cara belajar para pelajar yang menggunakan kurikulum Cambridge dari negara lain.
Dia mengamati bagaimana pelajar tersebut belajar sehingga menjadi terinspirasi dengan untuk mengikuti cara belajar dia. Di kelas internasional juga Dzaki dapat mencari sumber materi pelajaran maupun soal ujian lebih mudah karena referensi lebih banyak dari kurikulum di luar negeri lain yang hampir mirip dengan Cambridge.
“Ditambah pola soal ujian Cambridge lebih kelihatan dan sama sehingga soalsoal tahun sebelumnya mudah dipelajari oleh saya,” tambah Dzaki.
Prestasi lain Dzaki ialah menjadi juara di West Java Leader’s Reading Challenge dan medali Premieve’s Reading Challenge dari Pemerintah Australia selatan.
Tahun ini Dzaki menjadi juara 3 English Battle of Brain tingkat nasional pada Rancamaya Competition. Masih dalam bidang akademis baru-baru ini dia meraih nilai bintang A untuk IPA dan nilai A untuk matematika dalam ujian internasional Cambridge. Anak Indonesia tampaknya memang jagonya IPA.
Tidak kenal sekolah di mana, swasta berlabel internasional (sekolah SPK) ataupun sekolah milik pemerintah atau negeri. Prestasi pada bidang pelajaran yang digemari memang bisa membanggakan diri sendiri dan tentu saja sekolah.
Prawira Satya Darma, siswa kelas 11 SMA Negeri 8 Jakarta, berhasil menyabet emas untuk pelajaran fisika dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2017 yang digelar Kemendikbud. Berkat emas yang diraihnya dia pun berkesempatan mengikuti International Olympiad of Metropolises 2017, walaupun hanya mendapat medali perunggu.
Wira, biasa dia disapa, kini tengah menyiapkan diri ikut pelatihan nasional (pelatnas) guna bersaing di olimpiade internasional di Portugal. “Untuk bisa lolos ke Portugal akan ada tiga pelatnas yang harus diikuti. Saya sudah lolos dari pelatnas pertama, masih ada dua pelatnas lagi. Saya optimis bisa lolos dan berangkat ke Portugal,“ ungkapnya.
Wira ternyata langganan juara OSN sejak masih di bangku SMP. Karena belum bertemu fisika, favorit pelajarannya pun memang dalam urusan angka dan berhitung. Matematikalah yang membawanya mengukir prestasi di ajang OSN.
“Saya juga suka IPA karena IPA dapat mengubah cara berpikir, logika kita juga bisa berkembang. Dari SMP sudah suka IPA, tapi belum dipecah pecah fisika, kimia, biologi. Setelah tahu fisika, saya sangat tertarik dan lebih fokus menguasai fisika,” ujar remaja kelahiran Jakarta, 8 Mei 2001, ini.
Selain OSN Fisika tahun lalu, saat SMP dia mendapat medali emas di OSN IPA pada 2015. Prestasi mancanegaranya pun sudah dimulai pada 2014. Wira meraih medali emas dari International Mathematics Contest Union Singapore dan medali perak International Junior Science Olympiad setahun kemudian.
Ketika ditanya mengenai persaingan antarsekolah, dengan tersipu Wira juga bercerita dia pun sempat takut bersaing. “Ikut lomba dari SD, kalau dulu masih kecil jadi takut kalau berhadapan sama sekolah swasta atau internasional.
Makin lama makin percaya diri karena menyadari ternyata sama saja apa yang mereka pelajari juga saya pelajari,” kenang Wira. “Sekolah swasta mungkin lebih fokus diarahkan. Saya juga harus seperti mereka, fokus terhadap pelajaran yang saya kuasai.”
Maka, hal yang dilakukannya memang lebih banyak belajar sendiri. Waktunya digunakan seimbang antara main dan belajar. Wira bercerita bagaimana aktivitasnya sehari-hari, sepulang sekolah selalu menyempatkan diri untuk belajar dan berlatih soal-soal.
Dia pun punya waktu khusus untuk belajar fisika dengan guru privatnya. Selain tengah mempersiapkan untuk ikut olimpiade internasional, waktunya pun kini diisi dengan mulai mencari tahu beasiswa untuk kuliah di luar negeri.
Seperti apa tes beasiswa, caranya, dan persyaratan beasiswa menjadi bahan menarik yang kini diperhatikannya. Walaupun menyukai IPA, terlebih fisika, ternyata Wira punya cita-cita yang jauh dari pelajarannya.
“Saya ingin jadi pengusaha, entah di bidang apa, belum mulai juga dari sekarang. Tapi menurut saya, jadi pengusaha itu lebih baik karena bisa menciptakan la pangan pekerjaan untuk orang lain, tentunya jadi orang bermanfaat,” harapannya. (Ananda Nararya)
Belajar melalui sistem kurikulum internasional tidak lantas membuatnya ingin bekerja di negeri orang. Melalui ilmu yang dimilikinya, meskipun masih di jenjang sekolah menengah pertama, siswa yang biasa dipanggil Dzaki ini sudah punya impian besar bagi Indonesia.
Memang ilmu pengetahuan alam (IPA) menjadi pelajaran favoritnya hingga Dzaki mendapat Cambridge Learner Awards Indonesia untuk kategori “high achievement”dalam subjek Combined Science IGCSE pada November 2017.
Nilai Dzaki untuk pelajaran combined science atau IPA mendapat apresiasi langsung dari Cambridge. Dzaki mendapat nilai paling tinggi se-Indonesia di antara siswa Indonesia di sekolah SPK yang bekerja sama dengan Cambridge pada periode winter atau bulan Oktober-November.
Bagi Dzaki, IPA membuat segala rasa penasarannya terjawab. Banyak hal yang ingin dia tahu, dari fenomena alam atau reaksi kimia, bisa terjawab dengan belajar. “Bahasa anak zaman sekarang kepo ya, saya suka kepo, tapi alhamdulillah kepo positif,” ucapnya sembari tertawa ringan.
Mengambil program internasional dirasa membuatnya bisa belajar lebih maksimal hingga mengukir prestasi. Jumlah siswa yang sedikit di kelas membuatnya lebih konsentrasi dan guru pun dapat lebih fokus mengajar.
“Karena muridnya sedikit, guru-guru di kelas internasional lebih peduli jadi dekat dengan murid. Murid jadi lebih mengerti, lebih memotivasi, juga kami semangat deh,” ungkap siswa kelahiran 19 September 2002 ini.
Selain itu, Dzaki juga kepo cara belajar para pelajar yang menggunakan kurikulum Cambridge dari negara lain.
Dia mengamati bagaimana pelajar tersebut belajar sehingga menjadi terinspirasi dengan untuk mengikuti cara belajar dia. Di kelas internasional juga Dzaki dapat mencari sumber materi pelajaran maupun soal ujian lebih mudah karena referensi lebih banyak dari kurikulum di luar negeri lain yang hampir mirip dengan Cambridge.
“Ditambah pola soal ujian Cambridge lebih kelihatan dan sama sehingga soalsoal tahun sebelumnya mudah dipelajari oleh saya,” tambah Dzaki.
Prestasi lain Dzaki ialah menjadi juara di West Java Leader’s Reading Challenge dan medali Premieve’s Reading Challenge dari Pemerintah Australia selatan.
Tahun ini Dzaki menjadi juara 3 English Battle of Brain tingkat nasional pada Rancamaya Competition. Masih dalam bidang akademis baru-baru ini dia meraih nilai bintang A untuk IPA dan nilai A untuk matematika dalam ujian internasional Cambridge. Anak Indonesia tampaknya memang jagonya IPA.
Tidak kenal sekolah di mana, swasta berlabel internasional (sekolah SPK) ataupun sekolah milik pemerintah atau negeri. Prestasi pada bidang pelajaran yang digemari memang bisa membanggakan diri sendiri dan tentu saja sekolah.
Prawira Satya Darma, siswa kelas 11 SMA Negeri 8 Jakarta, berhasil menyabet emas untuk pelajaran fisika dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2017 yang digelar Kemendikbud. Berkat emas yang diraihnya dia pun berkesempatan mengikuti International Olympiad of Metropolises 2017, walaupun hanya mendapat medali perunggu.
Wira, biasa dia disapa, kini tengah menyiapkan diri ikut pelatihan nasional (pelatnas) guna bersaing di olimpiade internasional di Portugal. “Untuk bisa lolos ke Portugal akan ada tiga pelatnas yang harus diikuti. Saya sudah lolos dari pelatnas pertama, masih ada dua pelatnas lagi. Saya optimis bisa lolos dan berangkat ke Portugal,“ ungkapnya.
Wira ternyata langganan juara OSN sejak masih di bangku SMP. Karena belum bertemu fisika, favorit pelajarannya pun memang dalam urusan angka dan berhitung. Matematikalah yang membawanya mengukir prestasi di ajang OSN.
“Saya juga suka IPA karena IPA dapat mengubah cara berpikir, logika kita juga bisa berkembang. Dari SMP sudah suka IPA, tapi belum dipecah pecah fisika, kimia, biologi. Setelah tahu fisika, saya sangat tertarik dan lebih fokus menguasai fisika,” ujar remaja kelahiran Jakarta, 8 Mei 2001, ini.
Selain OSN Fisika tahun lalu, saat SMP dia mendapat medali emas di OSN IPA pada 2015. Prestasi mancanegaranya pun sudah dimulai pada 2014. Wira meraih medali emas dari International Mathematics Contest Union Singapore dan medali perak International Junior Science Olympiad setahun kemudian.
Ketika ditanya mengenai persaingan antarsekolah, dengan tersipu Wira juga bercerita dia pun sempat takut bersaing. “Ikut lomba dari SD, kalau dulu masih kecil jadi takut kalau berhadapan sama sekolah swasta atau internasional.
Makin lama makin percaya diri karena menyadari ternyata sama saja apa yang mereka pelajari juga saya pelajari,” kenang Wira. “Sekolah swasta mungkin lebih fokus diarahkan. Saya juga harus seperti mereka, fokus terhadap pelajaran yang saya kuasai.”
Maka, hal yang dilakukannya memang lebih banyak belajar sendiri. Waktunya digunakan seimbang antara main dan belajar. Wira bercerita bagaimana aktivitasnya sehari-hari, sepulang sekolah selalu menyempatkan diri untuk belajar dan berlatih soal-soal.
Dia pun punya waktu khusus untuk belajar fisika dengan guru privatnya. Selain tengah mempersiapkan untuk ikut olimpiade internasional, waktunya pun kini diisi dengan mulai mencari tahu beasiswa untuk kuliah di luar negeri.
Seperti apa tes beasiswa, caranya, dan persyaratan beasiswa menjadi bahan menarik yang kini diperhatikannya. Walaupun menyukai IPA, terlebih fisika, ternyata Wira punya cita-cita yang jauh dari pelajarannya.
“Saya ingin jadi pengusaha, entah di bidang apa, belum mulai juga dari sekarang. Tapi menurut saya, jadi pengusaha itu lebih baik karena bisa menciptakan la pangan pekerjaan untuk orang lain, tentunya jadi orang bermanfaat,” harapannya. (Ananda Nararya)
(nfl)