Liburan Panjang, Isi Kegiatan Edukatif
A
A
A
BANDUNG - Libur panjang sekolah yang berbarengan dengan libur Ramadan dan Lebaran harus diisi siswa dengan kegiatan edukatif.
Beberapa pemerintah daerah merancang beragam program agar para siswa di daerahnya bisa mengisi liburan dengan hal-hal positif. Tujuannya agar masa liburan menjadi berkualitas dan menyenangkan. Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat (Jabar) tengah mengatur kegiatan pendidikan karakter.
“Mungkin ada kegiatan yang mengangkat nilai-nilai religius semisal mengadakan pesantren kilat di sekolah,” ujar Kepala Disdik Jabar Ahmad Hadadi. Menurut dia, kegiatan itu bisa dilaksanakan di sekolah atau melibatkan pesantren yang ada di lingkungan sekitar.
Tak hanya itu, siswa juga bisa diarahkan untuk memiliki kegiatan yang melibatkan masyarakat. Ahmad mengungkap kan, pendidikan karakter penting diberikan kepada siswa saat Ramadan untuk menambah pengetahuan moral dan budi pekerti. Hal itu untuk memperkuat pendidikan karakter remaja.
Karakter yang dimaksud adalah karakter moral dan akhlak yang baik. “Apa artinya anak cerdas kalau dia tidak jujur? Karena itu kita ingin moralnya dia baik, kinerjanya juga baik,” sebutnya. Ke depan Disdik akan memberikan surat edaran kepada setiap kepala dinas untuk dilanjutkan ke sekolah dengan mewajibkan anak-anak ikut kegiatan keagamaan dan kegiatan positif lainnya.
Ketua Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Kota Bandung Dwi Subawanto mengatakan, pemerintah atau sekolah mestinya tetap memfasilitasi siswa agar tetap melakukan kegiatan selama Ramadan. Bentuknya pun bisa beragam seperti kegiatan kerohanian bagaimana budi pekerti, etika, dan spiritual diperdalam.
“Jadi pembelajaran tidak harus di ruang kelas. Apalagi kurikulum sekarang ini bisa di ruang terbuka, bisa dengan model sosiodrama dan pesantren kilat,” papar Dwi.
Menurut dia, kegiatan saat libur menjadi penting karena infrastruktur kegiatan remaja di setiap kelurahan atau lingkungan seperti gelanggang remaja sangat minim.
Alasan itulah yang membuat pelajar sulit mengekspresikan dirinya baik dalam bidang seni, olahraga, organisasi, keagamaan maupun lainnya. “Tapi ini kan tidak setiap kelurahan di tempat kita ada fasilitas itu. Makanya sekolah harus memfasilitasi mereka, tetapi jangan membebani orang tua.
Jangan dipakai ajang jualan buku, alat tulis, apalagi komersialisasi agama,” tuturnya. Libur panjang tanpa kegiatan positif, menurut Dwi, bisa mengarahkan siswa pada kenakalan remaja, geng motor, narkoba, dan lainnya.
Karena kreativitas mereka tidak tersalurkan, remaja akan melakukan kegiatan negatif seperti nongkrong dan menyebabkan munculnya perilaku kriminal.
Berbeda halnya di DI Yogyakarta, beberapa sekolah siap untuk melakukan karya wisata ke beberapa daerah yang memiliki nilai potensi wisata cukup tinggi.
Destinasi wisata yang dikunjungi tidak hanya sebagai tempat berwisata semata, melainkan juga memiliki nilai edukasi. Dengan demikian para siswa ikut mendapat kan pengetahuan dan wawasan tentang daerah yang dikunjunginya.
Lokasi tujuan wisata yang ditargetkan beberapa sekolah di DI Yogyakarta bukan hanya wisata lokal, tetapi juga wisata ke daerah lain. Untuk wisata lokal, Kota Gudeg ini memiliki banyak objek yang bisa dikunjungi, terutama desa-desa wisata. Saat ini beberapa desa wisata tersebut tercatat telah dipesan oleh beragam kalangan, baik untuk kunjungan wisata edukasi, outbond ataupun kemah.
Menurut Doto, pengelola desa wisata Pentingsari, Umbulharjo, Cangkringan, beberapa sekolah bahkan telah memesan desa tersebut selama beberapa pekan ke depan.
“Sekolah yang sudah booking bukan hanya dari Yogyakarta, tapi juga banyak yang dari Jakarta. Mereka akan mengadakan liburan dengan outbond dan kemah di tempat ini pada awal Juni nanti,” tutur Doto.
Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Sleman, Sudarningsih, mengatakan di Sleman selain terdapat objek wisata candi yang bisa dikunjungi sebagai wisata edukasi, terutama yang berhubungan dengan sejarah dan peradaban masa lalu, juga banyak desa wisata yang menawarkan wisata edukasi lain seperti ekowisata, peternakan, pertanian, dan kearifan lokal.
Menurut Sudarningsih, dengan berkunjung ke desa wisata tersebut, selain dapat menikmati keunikan tradisi dan budaya masyarakat setempat, para siswa atau wisatawan pun bisa membaur dengan aktivitas mereka sehari-hari.
Hal ini tentu akan membawa wisatawan untuk menikmati pengalaman kehidupan sehari-hari, baik yang menyangkut dengan tradisi, kesenian maupun budaya masyarakat setempat. Adapun di desa wisata Pentingsari, Umbulharjo, Cangkringan, wisatawan dapat belajar tentang wisata pertanian, yaitu bagaimana mengolah kopi merapi dan budi daya jamur.
“Selain itu juga ada desa wisata agro, fauna, dan kerajinan yang semuanya dapat menjadi inspirasi dan pendidikan,” ungkapnya.
Kepala Disdik Sleman Sri Wantini menambahkan, meski tidak ada kebijakan agar dalam liburan sekolah mereka mesti mengisinya dengan liburan edukasi, untuk libur panjang sekolah akan sangat mendukung bila diisi dengan wisata edukasi tersebut.
Misalnya mengunjungi tempat-tempat wisata yang menawarkan pendidikan langsung, baik yang ada di DIY maupun luar DIY. Dengan demikian siswa bukan hanya mengerti, tetapi dapat berpraktik langsung di tempat tersebut. “Meski untuk masalah ini diserahkan kepada sekolah masingmasing, hal ini bisa menjadi bahan evaluasi untuk ke depannya,” tambahnya. (Priyo Setyawan/Arif Budianto)
(nfl)
Beberapa pemerintah daerah merancang beragam program agar para siswa di daerahnya bisa mengisi liburan dengan hal-hal positif. Tujuannya agar masa liburan menjadi berkualitas dan menyenangkan. Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat (Jabar) tengah mengatur kegiatan pendidikan karakter.
“Mungkin ada kegiatan yang mengangkat nilai-nilai religius semisal mengadakan pesantren kilat di sekolah,” ujar Kepala Disdik Jabar Ahmad Hadadi. Menurut dia, kegiatan itu bisa dilaksanakan di sekolah atau melibatkan pesantren yang ada di lingkungan sekitar.
Tak hanya itu, siswa juga bisa diarahkan untuk memiliki kegiatan yang melibatkan masyarakat. Ahmad mengungkap kan, pendidikan karakter penting diberikan kepada siswa saat Ramadan untuk menambah pengetahuan moral dan budi pekerti. Hal itu untuk memperkuat pendidikan karakter remaja.
Karakter yang dimaksud adalah karakter moral dan akhlak yang baik. “Apa artinya anak cerdas kalau dia tidak jujur? Karena itu kita ingin moralnya dia baik, kinerjanya juga baik,” sebutnya. Ke depan Disdik akan memberikan surat edaran kepada setiap kepala dinas untuk dilanjutkan ke sekolah dengan mewajibkan anak-anak ikut kegiatan keagamaan dan kegiatan positif lainnya.
Ketua Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Kota Bandung Dwi Subawanto mengatakan, pemerintah atau sekolah mestinya tetap memfasilitasi siswa agar tetap melakukan kegiatan selama Ramadan. Bentuknya pun bisa beragam seperti kegiatan kerohanian bagaimana budi pekerti, etika, dan spiritual diperdalam.
“Jadi pembelajaran tidak harus di ruang kelas. Apalagi kurikulum sekarang ini bisa di ruang terbuka, bisa dengan model sosiodrama dan pesantren kilat,” papar Dwi.
Menurut dia, kegiatan saat libur menjadi penting karena infrastruktur kegiatan remaja di setiap kelurahan atau lingkungan seperti gelanggang remaja sangat minim.
Alasan itulah yang membuat pelajar sulit mengekspresikan dirinya baik dalam bidang seni, olahraga, organisasi, keagamaan maupun lainnya. “Tapi ini kan tidak setiap kelurahan di tempat kita ada fasilitas itu. Makanya sekolah harus memfasilitasi mereka, tetapi jangan membebani orang tua.
Jangan dipakai ajang jualan buku, alat tulis, apalagi komersialisasi agama,” tuturnya. Libur panjang tanpa kegiatan positif, menurut Dwi, bisa mengarahkan siswa pada kenakalan remaja, geng motor, narkoba, dan lainnya.
Karena kreativitas mereka tidak tersalurkan, remaja akan melakukan kegiatan negatif seperti nongkrong dan menyebabkan munculnya perilaku kriminal.
Berbeda halnya di DI Yogyakarta, beberapa sekolah siap untuk melakukan karya wisata ke beberapa daerah yang memiliki nilai potensi wisata cukup tinggi.
Destinasi wisata yang dikunjungi tidak hanya sebagai tempat berwisata semata, melainkan juga memiliki nilai edukasi. Dengan demikian para siswa ikut mendapat kan pengetahuan dan wawasan tentang daerah yang dikunjunginya.
Lokasi tujuan wisata yang ditargetkan beberapa sekolah di DI Yogyakarta bukan hanya wisata lokal, tetapi juga wisata ke daerah lain. Untuk wisata lokal, Kota Gudeg ini memiliki banyak objek yang bisa dikunjungi, terutama desa-desa wisata. Saat ini beberapa desa wisata tersebut tercatat telah dipesan oleh beragam kalangan, baik untuk kunjungan wisata edukasi, outbond ataupun kemah.
Menurut Doto, pengelola desa wisata Pentingsari, Umbulharjo, Cangkringan, beberapa sekolah bahkan telah memesan desa tersebut selama beberapa pekan ke depan.
“Sekolah yang sudah booking bukan hanya dari Yogyakarta, tapi juga banyak yang dari Jakarta. Mereka akan mengadakan liburan dengan outbond dan kemah di tempat ini pada awal Juni nanti,” tutur Doto.
Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Sleman, Sudarningsih, mengatakan di Sleman selain terdapat objek wisata candi yang bisa dikunjungi sebagai wisata edukasi, terutama yang berhubungan dengan sejarah dan peradaban masa lalu, juga banyak desa wisata yang menawarkan wisata edukasi lain seperti ekowisata, peternakan, pertanian, dan kearifan lokal.
Menurut Sudarningsih, dengan berkunjung ke desa wisata tersebut, selain dapat menikmati keunikan tradisi dan budaya masyarakat setempat, para siswa atau wisatawan pun bisa membaur dengan aktivitas mereka sehari-hari.
Hal ini tentu akan membawa wisatawan untuk menikmati pengalaman kehidupan sehari-hari, baik yang menyangkut dengan tradisi, kesenian maupun budaya masyarakat setempat. Adapun di desa wisata Pentingsari, Umbulharjo, Cangkringan, wisatawan dapat belajar tentang wisata pertanian, yaitu bagaimana mengolah kopi merapi dan budi daya jamur.
“Selain itu juga ada desa wisata agro, fauna, dan kerajinan yang semuanya dapat menjadi inspirasi dan pendidikan,” ungkapnya.
Kepala Disdik Sleman Sri Wantini menambahkan, meski tidak ada kebijakan agar dalam liburan sekolah mereka mesti mengisinya dengan liburan edukasi, untuk libur panjang sekolah akan sangat mendukung bila diisi dengan wisata edukasi tersebut.
Misalnya mengunjungi tempat-tempat wisata yang menawarkan pendidikan langsung, baik yang ada di DIY maupun luar DIY. Dengan demikian siswa bukan hanya mengerti, tetapi dapat berpraktik langsung di tempat tersebut. “Meski untuk masalah ini diserahkan kepada sekolah masingmasing, hal ini bisa menjadi bahan evaluasi untuk ke depannya,” tambahnya. (Priyo Setyawan/Arif Budianto)
(nfl)