Wacana Penarikan Guru Menguat

Kamis, 31 Mei 2018 - 07:42 WIB
Wacana Penarikan Guru Menguat
Wacana Penarikan Guru Menguat
A A A
JAKARTA - Pemerintah berwacana untuk menarik kewenangan guru dari pemerintah daerah ke pusat. Sejumlah kalangan mendukung kebijakan ini karena lebih baik untuk pemberdayaan guru.

Anggota Komisi X DPR Ferdiansyah mengatakan, wacana ini dari segi politik anggaran bisa terwujudkan. Prosesnya, kata dia, hanya memindahkan dana gaji guru dari APBN ke APBD. Ferdi mengungkapkan, diperlukan anggaran Rp76,8 Triliun untuk membayar gaji guru PNS dibawah kewenangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Diketahui, sebelumnya Menpan RB Asman Abnur melontarkan wacana penarikan kewenangan guru dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat. Alasannya agar urusan guru mudah diatur dan ditata. Kata dia, bahkan di Korea Selatan pengelolaan guru berada di bawah pemerintah pusat.

Menurut Politikus Partai Golongan Karya ini, uang tidak akan menjadi masalah seandainya pemerintah pusat jadi menarik kewenangan guru dari saat ini yang berada di bawah pemerintah daerah. Kata dia, anggarannya hanya menggeser dari kas APBN ke APBD. "Uang tidak menjadi masalah. Ini masalah kantong kanan ke kiri, dari APBN ke APBD. Kalau soal anggaran tinggal diambil dari APBN saya rasa tidak kesulitan," katanya pada diskusi Melihat Peluang Tata Kelola Guru dibawah Pemerintah Pusat di kantor Kemendikbud kemarin.

Ferdi menjelaskan, sebenarnya saat ini sudah terjadi penarikan guru ke pusat yakni guru-guru yang berada di bawah kewenangan Kementerian Agama. Diketahui, wacana penarikan guru ke pemerintah pusat ini sudah bergulir sekian tahun namun hingga kini masih menjadi isu yang diperdebatkan saja. Mengenai hal ini dia berpendapat, semestinya guru berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) bisa dengan mudah ditarik karena mereka harus tunduk dengan UU yakni bisa dipindahkan kemana saja.

Mengenai wacana ini kembali bergulir ditengah tahun politik, dia berpendapat, tidak hanya masalah guru namun buruh dan bidang lainnya pun bisa juga dipolitisasi. Namun dia meminta masyarakat untuk mengubah kerangka berpikirnya. Kata dia, jika memang kebijakannya baik mengapa tidak didukung kebijakan penarikan guru ke pusat ini.

Sementara Ketua PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Usman Tonda mengatakan, PGRI mendukung penarikan guru ke pusat ini sebab pemerintah daerah pun selama ini tidak serius menangani guru. Kata dia, hal ini terlihat dari APBD alokasi dana 20% untuk pendidikan, ternyata diambil dari dana alokasi umum (DAU) untuk guru. "Belum lagi kalau sedang pemilihan kepala daerah (pilkada), guru "diseret" kesana kemari. Jika tidak memihak, guru dimusuhi," ujarnya.

Selain itu, lanjut Usman, akibat lemahnya koordinasi membuat kebijakan pendidikan tidak sampai ke tingkat lokal. Ini berdampak tak hanya pada guru, tetapi kualitas pendidikan di daerah tersebut.

Pengamat Pendidikan dari Eduspec Indonesia Indra Charismiadji menuturkan pengalaman Kementerian Agama dalam tata kelola guru yakni meski dikelola pusat tidak berarti masalah guru selesai. "Ada dua sistem yang sudah berjalan, yaitu di Kemendikbud dan Kemenag. Saya lihat dua-duanya memiliki problem. Sebelum penarikan itu dilakukan, Kemdikbud harus belajar bagaimana memperbaiki sistem itu dulu," ujarnya.

Indra berharap pemerintah memanfaatkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) untuk melihat kebutuhan guru yang sebenarnya. Karena lewat data tersebut bisa diketahui secara pasti jumlah siswa per sekolah. "Benarkah kita kekurangan guru. Pemerintah seharusnya menggunakan Dapodik untuk kebutuhan guru. Karena itu kan data riil. Jika kurang, tarik guru ASN untuk mengajar di tempat itu. Sehingga guru terdistribusi dengan baik," tuturnya.

Indra juga menyayangkan kebijakan pendidikan pemerintah daerah masih bersifat copy paste dari pusat. Seharusnya pemerintah daerah memiliki program dan kebijakan yang merujuk pada kondisi di daerah masing-masing. (Neneng Zubaidah)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7214 seconds (0.1#10.140)