Bijak Menghadapi Tingkah Anak
A
A
A
PESAN teks yang muncul di ponsel pintarnya dari guru sekolah anaknya, membuat Puteri urung berangkat kerja. Lagi-lagi sang buah hatinya membuat ulah di sekolah.
Sebetulnya bukan kali ini saja hal itu terjadi. Sudah beberapa kali guru itu memanggil dirinya ke sekolah akibat perbuatan si kecil di kelas. “Kemarin karena Sofia gigit tangan temannya sampai biru dan berbekas. Pernah juga karena dia ganggu kakak kelasnya. Kakak kelasnya itu sampai mengadu ke guru Sofia, belum lagi dia enggak mau diam di kelas,” keluh Puteri.
Di rumah, ada saja perangai putrinya itu yang selalu membuat sang adik menangis. Psikolog anak Michele Borba EdD menyarankan untuk memperhatikan sikap anak dengan seksama. Lihat sikapnya tersebut dan cari tahu faktor apa yang menjadikan mereka berbuat demikian.
Kemudian teliti apakah kenakalan yang dilakukan adalah wajar untuk anak seusianya. “Salah satu cara mengasuh yang baik adalah dengan memahami perkembangan anak. Lihat apakah tindakan yang dilakukannya pantas untuk anak seumurnya,” kata Michele yang sekaligus penulis buku The Big Book of Parenting Solutions ini seperti dikutip dari webmd.com. Mungkin saja anak melakukan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan pada usianya.
“Misalnya anak berumur tiga tahun melemparkan kemarahan pada sekitarnya, ini normal. Tidak sama jika hal itu dilakukan anak usia 16 tahun, nah ini biasanya yang menjadi masalah,” kata Glenn Kashurba MD, psikiater anak.
Memang masa-masa pertama masuk sekolah menjadi hal yang berat bagi anak. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka dapat menikmati sekolah dan berperilaku lebih baik. Jika pun sikap mereka tidak berubah, maka ini patut Anda perhatikan. Michele mengatakan, cermati sikap buruk yang dilakukan anak, apakah hanya terjadi di sekolah, di rumah atau di rumah temannya.
Apakah sikap buruk itu hanya ditunjukkannya di hadapan Anda, atau sama rata, baik ke kakek nenek, guru, hingga teman. Lalu seberapa serius sikapnya itu. Cari tahu apakah anak terlibat argumentasi dengan temannya, atau mungkin menekannya.
Apakah anak cenderung menggunakan kekerasan jika kemauannya tidak dituruti. Normalnya, anak yang terlibat perkelahian, hanya mendorong lawannya. Akan lain masalahnya jika anak 7 tahun memukul temannya. “Anak itu bisa saja punya masalah mengontrol emosi,” ujar Kashurba.
Sikap buruk biasa ditunjukkan anak jika mereka tidak mampu menangani stres yang terjadi dalam kehidupan. Sebut saja karena masalah perceraian orang tua atau perpindahan ke kota yang baru. Anak pun menunjukkan sikap tidak suka dengan terlibat masalah di sekolah, terlalu sering bermain video game bertemakan kekerasan dan kurang tidur. Tidak heran jika pada akhirnya mereka melakukan bullying atau sinyalsinyal kekerasan.
Coba berbicara dari hati ke hati dengan anak. Anda juga dapat meminta bantuan kepada guru, pembimbing konseling di sekolah, atau dokter anak yang telah mengetahui anak Anda dengan baik. Jika mereka tidak dapat membantu memecahkan masalah ini, minta dokter untuk memberi rujukan pada psikolog anak atau psikiater untuk mengevaluasi masalah tersebut.
Hasil evaluasi dapat menentukan apakah perangai anak hanya masalah kenakalan biasa untuk seusianya atau lebih dari itu, ia memiliki masalah seperti depresi atau ADHD (attention deficit hyperactivity disorder ). Label “pembuat masalah” bagi anak dapat menurunkan harga diri dan citranya sekaligus.
“Anak akan bersikap sebagaimana ia merasa orang lain berpikir terhadapnya,” kata Glenn. Ia mengingatkan, jangan mencoba untuk menghilangkan sikap-sikap buruk anak dalam waktu bersamaan. Melainkan fokus pada satu masalah di satu waktu. Bukannya berhasil mengubah sikap buruk itu, malah Anda akhirnya tidak berhasil membenahi satu pun sikapnya. “Memang tidak mudah, Anda perlu melakukan pendekatan berulang kali hingga ia akhirnya mau mengerti, namun jangan cepat putus asa,” pungkas Kashurba.
Sebetulnya bukan kali ini saja hal itu terjadi. Sudah beberapa kali guru itu memanggil dirinya ke sekolah akibat perbuatan si kecil di kelas. “Kemarin karena Sofia gigit tangan temannya sampai biru dan berbekas. Pernah juga karena dia ganggu kakak kelasnya. Kakak kelasnya itu sampai mengadu ke guru Sofia, belum lagi dia enggak mau diam di kelas,” keluh Puteri.
Di rumah, ada saja perangai putrinya itu yang selalu membuat sang adik menangis. Psikolog anak Michele Borba EdD menyarankan untuk memperhatikan sikap anak dengan seksama. Lihat sikapnya tersebut dan cari tahu faktor apa yang menjadikan mereka berbuat demikian.
Kemudian teliti apakah kenakalan yang dilakukan adalah wajar untuk anak seusianya. “Salah satu cara mengasuh yang baik adalah dengan memahami perkembangan anak. Lihat apakah tindakan yang dilakukannya pantas untuk anak seumurnya,” kata Michele yang sekaligus penulis buku The Big Book of Parenting Solutions ini seperti dikutip dari webmd.com. Mungkin saja anak melakukan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan pada usianya.
“Misalnya anak berumur tiga tahun melemparkan kemarahan pada sekitarnya, ini normal. Tidak sama jika hal itu dilakukan anak usia 16 tahun, nah ini biasanya yang menjadi masalah,” kata Glenn Kashurba MD, psikiater anak.
Memang masa-masa pertama masuk sekolah menjadi hal yang berat bagi anak. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka dapat menikmati sekolah dan berperilaku lebih baik. Jika pun sikap mereka tidak berubah, maka ini patut Anda perhatikan. Michele mengatakan, cermati sikap buruk yang dilakukan anak, apakah hanya terjadi di sekolah, di rumah atau di rumah temannya.
Apakah sikap buruk itu hanya ditunjukkannya di hadapan Anda, atau sama rata, baik ke kakek nenek, guru, hingga teman. Lalu seberapa serius sikapnya itu. Cari tahu apakah anak terlibat argumentasi dengan temannya, atau mungkin menekannya.
Apakah anak cenderung menggunakan kekerasan jika kemauannya tidak dituruti. Normalnya, anak yang terlibat perkelahian, hanya mendorong lawannya. Akan lain masalahnya jika anak 7 tahun memukul temannya. “Anak itu bisa saja punya masalah mengontrol emosi,” ujar Kashurba.
Sikap buruk biasa ditunjukkan anak jika mereka tidak mampu menangani stres yang terjadi dalam kehidupan. Sebut saja karena masalah perceraian orang tua atau perpindahan ke kota yang baru. Anak pun menunjukkan sikap tidak suka dengan terlibat masalah di sekolah, terlalu sering bermain video game bertemakan kekerasan dan kurang tidur. Tidak heran jika pada akhirnya mereka melakukan bullying atau sinyalsinyal kekerasan.
Coba berbicara dari hati ke hati dengan anak. Anda juga dapat meminta bantuan kepada guru, pembimbing konseling di sekolah, atau dokter anak yang telah mengetahui anak Anda dengan baik. Jika mereka tidak dapat membantu memecahkan masalah ini, minta dokter untuk memberi rujukan pada psikolog anak atau psikiater untuk mengevaluasi masalah tersebut.
Hasil evaluasi dapat menentukan apakah perangai anak hanya masalah kenakalan biasa untuk seusianya atau lebih dari itu, ia memiliki masalah seperti depresi atau ADHD (attention deficit hyperactivity disorder ). Label “pembuat masalah” bagi anak dapat menurunkan harga diri dan citranya sekaligus.
“Anak akan bersikap sebagaimana ia merasa orang lain berpikir terhadapnya,” kata Glenn. Ia mengingatkan, jangan mencoba untuk menghilangkan sikap-sikap buruk anak dalam waktu bersamaan. Melainkan fokus pada satu masalah di satu waktu. Bukannya berhasil mengubah sikap buruk itu, malah Anda akhirnya tidak berhasil membenahi satu pun sikapnya. “Memang tidak mudah, Anda perlu melakukan pendekatan berulang kali hingga ia akhirnya mau mengerti, namun jangan cepat putus asa,” pungkas Kashurba.
(don)