Potensi Ilmuwan Diaspora Mendesak Dipetakan

Kamis, 26 Juli 2018 - 10:54 WIB
Potensi Ilmuwan Diaspora Mendesak Dipetakan
Potensi Ilmuwan Diaspora Mendesak Dipetakan
A A A
JAKARTA - Diaspora ilmuwan semakin banyak yang berkiprah di luar negeri. Namun hingga kini belum ada pemetaan potensi mereka secara jelas. Pemetaan potensi penting karena sangat berguna bagi kemajuan bangsa.

Ketua Umum Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) Deden Rukmana mengatakan, di Amerika Serikat saat ini ada 89 ilmuwan diaspora yang bergelar PhD. Mereka mengajar dan juga bekerja di universitas maupun lembaga riset di negeri Paman Sam tersebut.

Deden mengatakan, ilmuwan diaspora pastinya juga tersebar di negara lain seperti Kanada, Jepang, Australia dan angkanya terus bertambah. Dia menganggap, mereka berpotensi bagi bangsa makanya harus dipetakan. "Saat ini kami tengah mendata potensi ilmuwan diaspora Indonesia di seluruh dunia," katanya di Jakarta.

Profesor Perencanaan dan Studi Perkotaan di Savannah State University ini menjelaskan, pemetaan ini penting sebab pihaknya mau mengajak diaspora ini untuk bersinergi dengan ilmuwan Indonesia di dalam negeri. Misinya adalah, ujar Deden, untuk memanfaatkan sebesar-besarnya potensi diaspora bagi kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan sumber daya manusia Indonesia khususnya di perguruan tinggi.

Alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengungkapkan, diaspora Indonesia yang berprofesi sebagai ilmuwan masih tergolong jauh baik dari sisi kuantitas maupun kualitas jika dibandingkan dengan ilmuwan diaspora China, India atau pun Korea. Kendati demikian, Deden mengapresiasi berbagai bentuk kolaborasi riset yang sudah dijalin para ilmuwan diaspora. "Saya melihat ada potensi besar yang dapat diperankan ilmuwan diaspora untuk kemajuan iptek dan SDM Indonesia," terangnya.

Deden melihat, bahwa para ilmuwan ini sejatinya akan senang hati berbuat untuk kemajuan Indonesia. Asalkan mereka disediakan media untuk berkiprah. Misalnya sudah ada kerjasama penelitian dengan ilmuwan Indonesia baik di perguruan tinggi atau lembaga penelitian seperti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Deden pun menyambut baik adanya Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) yang akan diselenggarakan Kemenristekdikti. Ajang ini diharapkan menjadi jembatan kolaborasi antara ilmuwan dalam negeri dengan ilmuwan diaspora.

Kegiatan SCKD ini merupakan wadah berkontribusi dan berbagi, sekaligus berpartisipasi pada pembangunan Indonesia. Acara ini satu di antara bentuk perhatian pemerintah kepada segenap anak bangsa. "Menariknya ada open market di mana konsultan, transaksi, dan negosiasi gagasan akademis diperbincangkan," tuturnya.

SCKD akan dihelat pada tanggal 12-18 Agustus di Jakarta. Tahun ini, dari total 90 lebih ilmuwan diaspora yang mendaftar online melalui laman diaspora.ristekdikti.go.id, Ditjen Sumber Daya Iptek dan Dikti (SDID) telah mengumumkan 51 orang ilmuwan diaspora yang diundang mengikuti SCKD. Para ilmuwan diaspora ini nantinya akan dikirim ke berbagai daerah untuk memberikan workshop, coaching, hingga membuka peluang kerja sama dengan perguruan tinggi tujuan.

Dirjen SDID Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti mengatakan, program SCKD dapat diibaratkan sebuah jembatan bagi ilmuwan diaspora untuk kembali mengenal dunia keilmuan di negara mereka sendiri dan ilmuwan dalam negeri untuk mengenal dunia keilmuan di luar negeri.

“Ilmuwan diaspora merupakan jembatan yang akan membawa ilmuwan dalam negeri menuju gerbang pengetahuan dunia. Keberadaan mereka juga bisa dimanfaatkan sebagai tempat bertanya sekaligus berlindung oleh anak bangsa yang pergi menuntut ilmu ke negeri tempat mereka tinggal,” tuturnya. (Neneng Zubaidah)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4680 seconds (0.1#10.140)