Pentingnya Agen Sosialisasi untuk Lestarikan Mainan Tradisional

Minggu, 29 Juli 2018 - 14:27 WIB
Pentingnya Agen Sosialisasi...
Pentingnya Agen Sosialisasi untuk Lestarikan Mainan Tradisional
A A A
Untuk melestarikan permainan tradisional yang sepertinya makin ditinggalkan, sejumlah agen sosialisasi diminta ikut berperan.
Seperti diketahui, mainan berbasis teknologi atau aktivitas bercengkrama dengan gawai (gadget ) menjadi pilihan utama si buah hati untuk menghabiskan waktu luangnya. Padahal permainan tradisional seperti petak umpet, lompat tali, gobak sodor, taplak gunung, gangsing, kelereng terbukti paling baik dan lengkap untuk menstimulasi perkembangan fisik dan mental anak.

Jika tak dilestarikan, permainan tradisional bakal terancam punah dan menghilang dari masyarakat. Saat ini permainan tradisional diketahui berjumlah sekitar 2.500 jenis yang persebarannya meliputi seluruh Nusantara.

Satiti Shakuntala, sosiolog dari Universitas Indonesia (UI), mengutarakan, perkembangan teknologi yang semakin maju di dunia memang tak bisa dihindarkan. Hal itu yang membuat permainan berbasis teknologi dan alat canggih makin banyak dirancang.

Selain itu, menurut dia, persoalan keamanan lingkungan terkait dengan maraknya kejadian kejahatan se per ti penculikan anak membuat orang tua makin khawatir membiarkan anaknya bermain di luar. “Orang tua sekarang makin protect karena banyaknya kejadian penculikan, lingkungan jadi kurang aman.

Solusinya memberikan gadget untuk bermain di dalam rumah,” kata Satiti ketika dihubungi KORAN SINDO , Jumat (27/7). Apalagi, lanjut Satiti, lahan bermain saat ini seperti lapangan olahraga ataupun taman makin berkurang karena efek pembangunan yang tidak memihak masyarakat.

Namun dia memuji Pemerintah Provin si (Pemprov) DKI Jakarta yang berinisiatif membangun ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) di sejumlah lokasi yang bisa dijadikan sarana bermain bagi si kecil. Mes ki begitu anak-anak tetap harus diawasi saat main bersama teman sebayanya di luar rumah.

“Sering kali anak-anak sudah kumpul bareng, tapi sambil main di gadget. Sama saja. Padahal bermain yang baik adalah ada aspek geraknya dan tubuh ikut aktif,” ujar Satiti.

Dosen sosiologi di FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengatakan, untuk mengembalikan kejayaan permainan tradisional sejumlah pihak yang disebut agen sosialisasi mesti ikut berperan.

Pertama, menurut dia, tentu saja keluarga sebagai orang terdekat anak. Ayah atau ibu harus rajin mem perkenalkan jenis-jenis permainan tradisional dan bagaimana aturan mainnya, bisa melalui video atau gambar.

Lalu pihak sekolah juga bisa kembali menghidupkan permainan tradisional, misalnya saat jam istirahat atau di sela-sela waktu olahraga. “Atau bisa juga dikenalkan kembali dari rubrik atau artikel di majalah dinding sekolah sehingga anak bisa baca dan tertarik untuk main,” tutur Satiti.

Media massa, menurut Satiti, terutama media elektronik, juga berperan penting dengan mengenalkan kembali permainan tradisional melalui tayangan televisi atau cuplikan adegan di sinetron.

Sementara itu Naomi Soetikno, psikolog anak dan remaja dari Universitas Tarumanegara Jakarta, melalui sam bungan telepon mengemukakan, perkembangan perilaku manusia memang terkait dengan lingkungan sosial dan perubahan zaman.

Jadi tidak aneh bila berbicara permainan saat ini, mainan berteknologi canggih atau gadget makin dominan. “Saat ini zaman serbadigital dan serba elektronik, jadi anak-anak zaman sekarang mau tidak mau ikut terpapar permainan elektronik. Hal itu memang wajar,” ucapnya.

Pertanyaannya, apakah anak-anak tersebut tidak mau melakukan permainan tradisional di luar rumah? Menurut Naomi, sebenarnya bukan tidak mau. Setiap tingkah laku dan keputusan yang diambil anak, menurut dia, dipengaruhi stimulus lingkungan sekitarnya, yaitu keluarga dan teman-temannya.

Jadi kalaupun anak-anak zaman now jarang bermain dengan permainan tradisional, itu karena teman-temannya tidak main itu atau orang tuanya tidak mengajaknya bermain. Naomi mencontohkan euforia ajang Piala Dunia yang terjadi belum lama ini.

Saat itu banyak anak yang ikutan bermain bola di kompleks perumahan atau lapangan bersama teman-teman sebayanya. Hal itu membuktikan anakanak terpengaruh dan terbawa suasana sehingga kembali bermain bola yang selama ini semakin ditinggalkan.

“Jadi memang untuk membangkitkan permainan tradisional, dari lingkungannya seperti di kompleks perumahan para orang tua mesti ajak anak-anaknya untuk bermain di luar rumah pada sore hari,” sebutnya. Dengan membudayakan bermain di luar rumah, menurutnya, permainan tradisional yang sempat terlupakan akan semakin muncul kembali.

Anak-anak tentu akan bersemangat dan bergairah atas permainan luar ruang karena memiliki teman bermain dan diberi kesempatan untuk mempraktikkannya. Saat membeli mainan untuk anak pun, menurut Naomi, orang tua mesti membeli permainan yang lebih berguna dan menstimulasi otaknya.

Terutama untuk membantu pertumbuhan anak baik dari aspek motorik, sosial, bahasa maupun berpikir. “Jangan sampai saat di kereta atau bus misalnya, anak biar diam dikasih main gadget . Orang tua bisa membelikan buku cerita, mainan kecil atau mobil-mobilan yang lebih bermanfaat,” ujarnya.

Bermain gadget memang tak sepenuh nya negatif. Namun Naomi mengung kap kan, saat bermain gawai atau game online di gadget , perkebangan sosial anak tidak terasah. Sementara permainan tradisional menguntungkan dari segala segi perkem bangan anak. Bermain congklak misalnya.

Salah satu penelitian mengungkapkan, bermain congklak dapat membantu meningkatkan memori kerja otak sehingga aktivitas berpikir anak menjadi lebih cepat. Dampaknya, menurut dia, prestasi anak, terutama dalam menyerap pelajaran matematika, akan menjadi lebih baik.

“Ajak main anak dengan permainan tradisional setiap hari, terbukti dapat berpengaruh pada nilai sekolahnya. Anak juga nantinya akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih peduli, kreatif, dan sportif. Ini demi kemajuan sumber daya manusia Indonesia juga,” sebut Naomi.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2754 seconds (0.1#10.140)