Soal Hasil Penelitian, Indonesia Disarankan Bentuk Satu Data
A
A
A
JAKARTA - Untuk menentukan arah pembangunan, kebijakan yang dilakukan Pemerintah Indonesia tentu mengacu pada data yang diperoleh dari hasil penelitian.
Tak heran, di seluruh Kementerian serta Badan Negara memiliki bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) yang masing-masing memiliki produk data sebagai acuan penentuan kebijakan.
Kalangan akademisi juga selalu melakukan penelitian yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan yang lebih komprehensif dan bersumber dari penelitian ilmiah.
Hasil penelitian yang baik akan ditentukan oleh kualitas data yang baik. Jika data tidak mencakup kriteria validitas, akurasi, konsistensi, kelengkapan dan aktualitas, maka data dapat dikatakan tidak mumpuni untuk mendukung kebijakan yang diambil.
Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, data terkait badan publik, kegiatan dan kinerja, serta laporan keuangan wajib untuk disampaikan oleh instansi terkait minimal enam bulan sekali.
Khusus untuk data kesehatan, menurut Kepmenkes Nomor 116 Tahun 2003 seharusnya setiap pemerintah tingkat kota/kabupaten hingga nasional mengeluarkan satu profil kesehatan setiap tahunnya sesuai cakupan pemerintahan.
Desrina Sitompul, selaku Project Officer DEAL menyatakan, ketersediaan, akses, serta kelengkapan data menjadi catatan penting dalam pelaksanaan penelitian ini.
“Kesenjangan kualitas data disebabkan oleh perbedaan kapabilitas petugas yang terlibat dalam seluruh proses pengelolaan sistem informasi kesehatan. Untuk itu, selain melakukan penelitian, DEAL juga mengadakan peningkatan kapasitas bagi peneliti internal maupun peneliti di universitas lokasi penelitian," ujar Desrina Sitompul, Jumat (26/10/2018).
DEAL adalah studi yang meneliti dampak negatif akibat perubahan lahan hutan terhadap kesehatan masyarakat. Penelitian DEAL diharapkan dapat menjadi landasan perumusan kebijakan terkait pemanfaatan hutan.
Melalui kegiatan peningkatan kapasitas penelitian yang dilakukan oleh DEAL, diharapkan kesenjangan pengetahuan dan kemampuan antar peneliti dapat diminimalisasi serta meningkatkan kemampuan penelitian secara komprehensif.
Prof Wiku Adisasmito selaku koordinator INDOHUN yang juga merupakan Ketua Dewan Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Univeritas Indonesia mengatakan, bahwa integrasi data mencegah adanya tumpang tindih dan perbedaan data yang kerap ditemukan.
"Saat ini kan permasalahannya tiap badan dan lembaga punya data yang berbeda, sehingga pemerintah bingung mengambil kebijakan berdasarkan data yang mana.Jika sudah ada satu data yang terintegrasi, pemerintah dapat mengambil kebijakan berdasarkan data yang berkualitas, sehingga meningkatkan kepercayaan publik juga terhadap pemerintah," tegas Wiku.
Tak heran, di seluruh Kementerian serta Badan Negara memiliki bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) yang masing-masing memiliki produk data sebagai acuan penentuan kebijakan.
Kalangan akademisi juga selalu melakukan penelitian yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan yang lebih komprehensif dan bersumber dari penelitian ilmiah.
Hasil penelitian yang baik akan ditentukan oleh kualitas data yang baik. Jika data tidak mencakup kriteria validitas, akurasi, konsistensi, kelengkapan dan aktualitas, maka data dapat dikatakan tidak mumpuni untuk mendukung kebijakan yang diambil.
Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, data terkait badan publik, kegiatan dan kinerja, serta laporan keuangan wajib untuk disampaikan oleh instansi terkait minimal enam bulan sekali.
Khusus untuk data kesehatan, menurut Kepmenkes Nomor 116 Tahun 2003 seharusnya setiap pemerintah tingkat kota/kabupaten hingga nasional mengeluarkan satu profil kesehatan setiap tahunnya sesuai cakupan pemerintahan.
Desrina Sitompul, selaku Project Officer DEAL menyatakan, ketersediaan, akses, serta kelengkapan data menjadi catatan penting dalam pelaksanaan penelitian ini.
“Kesenjangan kualitas data disebabkan oleh perbedaan kapabilitas petugas yang terlibat dalam seluruh proses pengelolaan sistem informasi kesehatan. Untuk itu, selain melakukan penelitian, DEAL juga mengadakan peningkatan kapasitas bagi peneliti internal maupun peneliti di universitas lokasi penelitian," ujar Desrina Sitompul, Jumat (26/10/2018).
DEAL adalah studi yang meneliti dampak negatif akibat perubahan lahan hutan terhadap kesehatan masyarakat. Penelitian DEAL diharapkan dapat menjadi landasan perumusan kebijakan terkait pemanfaatan hutan.
Melalui kegiatan peningkatan kapasitas penelitian yang dilakukan oleh DEAL, diharapkan kesenjangan pengetahuan dan kemampuan antar peneliti dapat diminimalisasi serta meningkatkan kemampuan penelitian secara komprehensif.
Prof Wiku Adisasmito selaku koordinator INDOHUN yang juga merupakan Ketua Dewan Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Univeritas Indonesia mengatakan, bahwa integrasi data mencegah adanya tumpang tindih dan perbedaan data yang kerap ditemukan.
"Saat ini kan permasalahannya tiap badan dan lembaga punya data yang berbeda, sehingga pemerintah bingung mengambil kebijakan berdasarkan data yang mana.Jika sudah ada satu data yang terintegrasi, pemerintah dapat mengambil kebijakan berdasarkan data yang berkualitas, sehingga meningkatkan kepercayaan publik juga terhadap pemerintah," tegas Wiku.
(maf)