Kemendikbud Kaji PMP Diajarkan Lagi

Rabu, 28 November 2018 - 10:44 WIB
Kemendikbud Kaji PMP...
Kemendikbud Kaji PMP Diajarkan Lagi
A A A
JAKARTA - Pemerintah sedang mengkaji wacana penghidupan kembali mata pelajaran (mapel) Pendidikan Moral Pancasila (PMP).

Materinya akan mengalami pembaruan terutama untuk mencegah radikalisme. Mapel PMP ini sebelumnya sudah dihapus karena berganti nama menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang saat ini masih melakukan pengkajian memastikan bahwa muatan kurikulum mapel PMP yang baru akan diperbarui sehingga isinya akan berbeda dengan materi PMP lama. “Muatan kurikulumnya pasti sangat berbeda. Sebab kalau sama dengan PMP lama, ya berarti tidak berkemajuan,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy di Jakarta, kemarin.

Meski demikian, Mendikbud belum bisa memastikan apakah PMP bisa diajarkan pada tahun ajaran baru 2019 nanti. “Masih dalam pengkajian,” katanya.

Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini menjelaskan, salah satu pengkajian yang belum tuntas ini adalah mapel PMP akan masuk ke mapel PKn atau akan menjadi satu mapel tersendiri yang akan diajarkan di seluruh jenjang sekolah.

Mendikbud menyatakan, pengkajian yang intensif ini dilakukan sebab pemerintah tidak menginginkan Pancasila hanya sekadar pengetahuan. Namun, Pancasila harus sebagai penanaman nilai kepada seluruh siswa.

Dia mengatakan, materi pembelajaran utama yang harus diajarkan di mapel PMP nanti ialah bagaimana pencegahan radikalisme di sekolah bisa tercapai.

Sementara itu, pada Pra Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) III, Mendikbud menyampaikan bahwa kongres diharapkan dapat menemukan solusi dari berbagai persoalan kebudayaan, salah satunya budaya intoleransi yang muncul di kalangan masyarakat. “Saat ini kita menghadapi berbagai persoalan budaya. Yang paling mendasar adalah munculnya budaya intoleransi. Tidak ada pilihan lain, kehidupan bermasyarakat kita harus berlandaskan pada toleransi dan tenggang rasa.

Segala macam bentuk intoleransi dan sikap negatif yang mengarah pada tindakan intoleransi menja di tantangan kita semua,” katanya. Muhajdir menuturkan, tantangan terhadap kebudayaan nasional itu hanya bisa di jawab apabila kebudayaan ditempatkan sebagai hulunya pembangunan.

“Kebudayaan mesti mewarnai setiap lini pembangunan. Di sinilah agenda pengarusutamaan kebudayaan (mainstreaming culture) menjadi penting,” tuturnya.

Undang-Undang No 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, mencerminkan semangat itu seperti yang tercantum dalam Pasal 7 yang berbunyi, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pengarusutamaan kebudayaan melalui pendidikan untuk mencapai tujuan pemajuan kebudayaan. (Neneng Zubaidah)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1905 seconds (0.1#10.140)