Guru Besar Bahas Agama-Kebangsaan
A
A
A
JAKARTA - Belum tuntasnya relasi agama dan kebangsaan yang antara lain ditandai munculnya kelompok yang akan mengganti ideologi Pancasila akhir-akhir ini menjadi perhatian serius Kementerian Agama (Kemenag).
Untuk mendiskusikan kembali isu-isu tersebut, Kemenag akan mengumpulkan ratusan guru besar di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) dalam kegiatan bertajuk The 2nd Islamic Higher Education Professors (IHEP) Summit. Pertemuan ilmiah yang akan diikuti sekitar 120 guru besar ini akan berlangsung di Bandung, Jawa Barat, Jumat-Minggu (7-9/12) mendatang.
Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag Arskal Salim menjelaskan, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Guru Besar yang digelar untuk kedua kalinya ini tepat sebagai forum untuk merumuskan berbagai hal menyangkut isu agama dan kebangsaan. Pada pertemuan kali ini, pihaknya akan lebih memfokuskan bahasan tersebut melalui penelaahan kritis sesuai kepakaran guru besar masing-masing. “Para guru besar akan diminta speak out atas gagasan-gagasan yang mereka kuasai sehingga memberikan pemikiran yang berharga bagi bangsa ini,” ujar Arskal di Jakarta, kemarin.
Menurut Arskal, tema besar ‘Membingkai Agama dan Kebangsaan’ yang diusung dalam KTT Guru Besar kali ini mendesak untuk mendapatkan respons akademik. Belum tuntasnya relasi antara agama dan kebangsaan nyatanya menjadi masalah serius yang belum juga selesai dan harus dicarikan solusi terbaik. Dia mengugkapkan, fenomena masyarakat yang masih mempertanyakan konsensus kebangsaan ini tak hanya muncul di kehidupan masyarakat secara umum, melainkan juga kalangan terdidik, termasuk juga akademisi di perguruan tinggi.
Kondisi ini tentu tak bisa dibiarkan. Sebab, bangsa ini telah dibangun atas kesepakatan-kesepakatan para pendiri dengan mempertimbangkan kebhinekaan yang ada di dalamnya. Kasus menyeruaknya ideologi dan gerakan yang berorientasi untuk mengganti Pancasila, dengan idoelogi lain, tandas Arskal, adalah salah satu bukti belum tuntasnya relasi agama dan kebangsaan tersebut. “Ideologi dan gerakan semacam ini hadir dalam besaran yang semakin lama cenderung semakin membesar," ujarnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa polarisasi atas relasi agama dan kebangsaan dewasa ini makin mengkhawatirkan. Untuk itu, KTT Guru Besar menjadi forum efektif untuk menghadirkan resolusi atau jawaban atas dinamika yang muncul di tengah masyarakat Indonesia saat ini. Untuk mengefektifkan pembahasan, KTT nanti akan dibuat dalam beberapa komisi. Muaranya adalah para guru besar bisa merumuskan berbagai hal terkait isu agama dan kebangsaan demi menciptakan tatanan baru kehidupan beragama di Indonesia yang lebih baik.
Tindak lanjut rumusan-rumusan itu pun disesuaikan dengan sasaran penyelesaian seperti halnya perguruan tinggi, pesantren, sekolah dan lain sebagainya. Dengan demikian, rumusan akan lebih terarah dan tepat sasaran.
Moderasi Beragama
Arskal menandaskan, Kemenag berkomitmen untuk mengusung prinsip moderasi beragama di Indonesia. Hal ini penting karena hanya dengan penanaman Islam yang moderat (washatiyah), maka Pancasila, UUD 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia akan terus bisa terawat serta terjaga.
Untuk memberikan pemahaman Islam yang moderat ini, Kemenag melalui Direktorat Pendidikan Tinggi telah banyak menggelar kegiatan guna menanamkan prinsip-prinsip tersebut seperti menyasar mahasiswa. “Kami banyak menyiapkan buku-buku maupun referensi yang formal ataupun nonformal,” terangnya.
Selain membahas isu tersebut, Arskal mengatakan, KTT Guru Besar PTKI Ke-2 ini juga menelaah menguatnya fenomena globalisasi yang ditandai dengan kemajuan peradaban teknis-material melalui beragam inovasi. Hadirnya teknologi mulai dari perangkat lunak dan keras, membuat referensi ideologi dan praktik domestik mendapatkan tantangan dari luar.
Menurut Arskal, tantangan ini bisa semakin memperkuat dan bisa pula memperlemah bangunan relasional antara agama dan kebangsaan. Namun demikian, tantangan yang harus mendapatkan perhatian dan solusi adalah ancaman melemahnya bangunan agama dan kebangsaan yang sudah lama melembaga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Di tengah kondisi kemajuan teknologi informasi saat ini ditambah rangkaian munculnya fenomena di atas, para guru besar atau profesor PTKI sepatutnya tanggap memberikan respons akademik. “Sesuai dengan cakupan keilmuan dan pembidangan akademik yang menjadi spesialisasi di PTKI, dalam KTT nanti mereka akan membahas tema besar dimaksud sesuai dengan keilmuan masing-masing," jelasnya.
Diskusi atas tema besar kegiatan ini, lanjut Arskal, akan ditilik dari sejumlah perspektif, yaitu ekonomi dan politik, pendidikan dan budaya, serta sains dan teknologi. Dari forum ini pula, nantinya guru besar juga bisa menyampaikan gagasan atau pemikirannya lebih luas melalui berbagai media, seperti cetak, elektronik atau sosial. “Digelarnya pertemuan ini, Kemenag mencoba mengoptimalkan peran sosial mereka sebagaimana yang diharapkan oleh publik,” terangnya.
Arskal menambahkan, jumlah guru besar di bawah binaan Kemenag tercatat mencapai 434 orang. Jumlah ini tergolong sangat kurang jika dibandingkan dengan mahasiswa di lingkungan PTKI yang terus membeludak dan kini mencapai sekitar 850.000 orang.
Dengan jumlah mahasiswa sebanyak itu, setidaknya proporsi ideal guru besar di PTKI adalah sekitar 200.000 orang. Pihaknya terus berupaya memenuhi kekurangan tersebut melalui berbagai program agar kualitas pendidikan juga tercapai.
Kasubdit Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Kemenag Suwendi menambahkan, KTT akan terbagi dalam empat kegiatan utama, yaitu pre-conference meeting, panel discussion, parallel session, dan plenary session. Panitia memberlakukan seleksi atas esai-esai atau naskah akademik yang dikirimkan para guru besar. guru besar," tuturnya. "Diperkirakan hanya sekitar 120 guru besar terpilih yang akan ikut ambil bagian dalam event ini," katanya. (A Hakim)
Untuk mendiskusikan kembali isu-isu tersebut, Kemenag akan mengumpulkan ratusan guru besar di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) dalam kegiatan bertajuk The 2nd Islamic Higher Education Professors (IHEP) Summit. Pertemuan ilmiah yang akan diikuti sekitar 120 guru besar ini akan berlangsung di Bandung, Jawa Barat, Jumat-Minggu (7-9/12) mendatang.
Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag Arskal Salim menjelaskan, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Guru Besar yang digelar untuk kedua kalinya ini tepat sebagai forum untuk merumuskan berbagai hal menyangkut isu agama dan kebangsaan. Pada pertemuan kali ini, pihaknya akan lebih memfokuskan bahasan tersebut melalui penelaahan kritis sesuai kepakaran guru besar masing-masing. “Para guru besar akan diminta speak out atas gagasan-gagasan yang mereka kuasai sehingga memberikan pemikiran yang berharga bagi bangsa ini,” ujar Arskal di Jakarta, kemarin.
Menurut Arskal, tema besar ‘Membingkai Agama dan Kebangsaan’ yang diusung dalam KTT Guru Besar kali ini mendesak untuk mendapatkan respons akademik. Belum tuntasnya relasi antara agama dan kebangsaan nyatanya menjadi masalah serius yang belum juga selesai dan harus dicarikan solusi terbaik. Dia mengugkapkan, fenomena masyarakat yang masih mempertanyakan konsensus kebangsaan ini tak hanya muncul di kehidupan masyarakat secara umum, melainkan juga kalangan terdidik, termasuk juga akademisi di perguruan tinggi.
Kondisi ini tentu tak bisa dibiarkan. Sebab, bangsa ini telah dibangun atas kesepakatan-kesepakatan para pendiri dengan mempertimbangkan kebhinekaan yang ada di dalamnya. Kasus menyeruaknya ideologi dan gerakan yang berorientasi untuk mengganti Pancasila, dengan idoelogi lain, tandas Arskal, adalah salah satu bukti belum tuntasnya relasi agama dan kebangsaan tersebut. “Ideologi dan gerakan semacam ini hadir dalam besaran yang semakin lama cenderung semakin membesar," ujarnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa polarisasi atas relasi agama dan kebangsaan dewasa ini makin mengkhawatirkan. Untuk itu, KTT Guru Besar menjadi forum efektif untuk menghadirkan resolusi atau jawaban atas dinamika yang muncul di tengah masyarakat Indonesia saat ini. Untuk mengefektifkan pembahasan, KTT nanti akan dibuat dalam beberapa komisi. Muaranya adalah para guru besar bisa merumuskan berbagai hal terkait isu agama dan kebangsaan demi menciptakan tatanan baru kehidupan beragama di Indonesia yang lebih baik.
Tindak lanjut rumusan-rumusan itu pun disesuaikan dengan sasaran penyelesaian seperti halnya perguruan tinggi, pesantren, sekolah dan lain sebagainya. Dengan demikian, rumusan akan lebih terarah dan tepat sasaran.
Moderasi Beragama
Arskal menandaskan, Kemenag berkomitmen untuk mengusung prinsip moderasi beragama di Indonesia. Hal ini penting karena hanya dengan penanaman Islam yang moderat (washatiyah), maka Pancasila, UUD 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia akan terus bisa terawat serta terjaga.
Untuk memberikan pemahaman Islam yang moderat ini, Kemenag melalui Direktorat Pendidikan Tinggi telah banyak menggelar kegiatan guna menanamkan prinsip-prinsip tersebut seperti menyasar mahasiswa. “Kami banyak menyiapkan buku-buku maupun referensi yang formal ataupun nonformal,” terangnya.
Selain membahas isu tersebut, Arskal mengatakan, KTT Guru Besar PTKI Ke-2 ini juga menelaah menguatnya fenomena globalisasi yang ditandai dengan kemajuan peradaban teknis-material melalui beragam inovasi. Hadirnya teknologi mulai dari perangkat lunak dan keras, membuat referensi ideologi dan praktik domestik mendapatkan tantangan dari luar.
Menurut Arskal, tantangan ini bisa semakin memperkuat dan bisa pula memperlemah bangunan relasional antara agama dan kebangsaan. Namun demikian, tantangan yang harus mendapatkan perhatian dan solusi adalah ancaman melemahnya bangunan agama dan kebangsaan yang sudah lama melembaga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Di tengah kondisi kemajuan teknologi informasi saat ini ditambah rangkaian munculnya fenomena di atas, para guru besar atau profesor PTKI sepatutnya tanggap memberikan respons akademik. “Sesuai dengan cakupan keilmuan dan pembidangan akademik yang menjadi spesialisasi di PTKI, dalam KTT nanti mereka akan membahas tema besar dimaksud sesuai dengan keilmuan masing-masing," jelasnya.
Diskusi atas tema besar kegiatan ini, lanjut Arskal, akan ditilik dari sejumlah perspektif, yaitu ekonomi dan politik, pendidikan dan budaya, serta sains dan teknologi. Dari forum ini pula, nantinya guru besar juga bisa menyampaikan gagasan atau pemikirannya lebih luas melalui berbagai media, seperti cetak, elektronik atau sosial. “Digelarnya pertemuan ini, Kemenag mencoba mengoptimalkan peran sosial mereka sebagaimana yang diharapkan oleh publik,” terangnya.
Arskal menambahkan, jumlah guru besar di bawah binaan Kemenag tercatat mencapai 434 orang. Jumlah ini tergolong sangat kurang jika dibandingkan dengan mahasiswa di lingkungan PTKI yang terus membeludak dan kini mencapai sekitar 850.000 orang.
Dengan jumlah mahasiswa sebanyak itu, setidaknya proporsi ideal guru besar di PTKI adalah sekitar 200.000 orang. Pihaknya terus berupaya memenuhi kekurangan tersebut melalui berbagai program agar kualitas pendidikan juga tercapai.
Kasubdit Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Kemenag Suwendi menambahkan, KTT akan terbagi dalam empat kegiatan utama, yaitu pre-conference meeting, panel discussion, parallel session, dan plenary session. Panitia memberlakukan seleksi atas esai-esai atau naskah akademik yang dikirimkan para guru besar. guru besar," tuturnya. "Diperkirakan hanya sekitar 120 guru besar terpilih yang akan ikut ambil bagian dalam event ini," katanya. (A Hakim)
(nfl)