Dosen Politeknik Wajib Punya Sertifikat
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menginginkan agar dosen dan mahasiswa politeknik harus memiliki sertifikat kompetensi. Hal ini sesuai dengan program prioritas pembangunan 2019, yakni penguatan sumber daya manusia (SDM).
Kebijakan ini bakal dilaksanakan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) dengan melakukan Program Revitalisasi Infrastruktur dan Dosen Politeknik. Program ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta anggaran Kemenristekdikti pada 2019 harus berkaitan dengan SDM.
“Tahap pertama yang direvitalisasi ialah semua dosen politeknik harus mendapat sertifikat kompetensi. Kalau dosen tidak dapat sertifikat kompetensi, ya bagaimana lulusannya,” kata Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir seusai menghadiri Hari Antikorupsi Se-dunia di Jakarta, kemarin.
Mantan Rektor Universitas Diponegoro ini mengatakan, sudah ada 800 dosen yang menjalani uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikat. Jumlah itu terbagi atas 350 dosen menjalani pelatihan di luar negeri dan 450 di dalam negeri. Jumlah dosen yang sudah menjalani proses uji kompetensi sertifikasi ini masih terbilang sedikit.
Sebab, kata Nasir, jumlah dosen politeknik ada di kisaran 10.000 hingga 12.000 dosen. Karena itu, tahun depan jumlah yang akan menjalani uji kompetensi sertifikasi terus ditambah.
“Nah, ini sisanya bagaimana, saya akan lakukan hal seperti itu. Kita akan ajukan anggaran berikutnya supaya masif,” kata guru besar akuntansi ini. Nasir menuturkan, tidak hanya dosen namun mahasiswa nya juga harus memiliki sertifikat selain memegang ijazah kelulusan.
Dia menjelaskan, sertifikat kompetensi ini sangat penting sekali jika memang mau bersaing dengan kebutuhan tenaga kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri. Selain SDM, laboratorium yang ada di politeknik juga harus di revitalisasi dengan penyesuaian yang dibutuhkan industri.
“Sehingga mahasiswa terbiasa mengerjakan apa yang biasa dilakukan industri,” katanya. Menristekdikti menjelaskan, lulusan perguruan tinggi ke depan memang harus disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri sehingga tidak menciptakan pengangguran baru.
Lalu untuk menghadapi revolusi industri 4.0, maka pemerintah ingin menciptakan para digital talent atau SDM yang mengusai perkembangan teknologi digital yang semakin pesat ini.
Sementara itu, Menaker M Hanif Dhakiri mendorong lembaga pendidikan bisa bersinergi dengan industri dalam menghadapi tantangan dan peluang menyambut revolusi industri 4.0. Pentingnya kerja sama kalangan kampus dengan industri disebabkan kunci dari keberhasilan investasi SDM adalah partisipasi industri.
“Semakin tinggi partisipasi industri, maka akan semakin tumbuh tingkat keberhasilan investasi SDM yang berhasil,” katanya. Hanif menjelaskan, dijadikannya tingkat pendidikan sebagai salah satu indikator bagi pekerja yang ikut bersaing memperoleh kesempatan bekerja, maka kualitas tenaga kerja Indonesia masih perlu diperbaiki.
Salah satu upaya menguatkan peran strategis dari lembaga pendidikan, yakni melalui pembelajaran langsung sehingga bisa meningkatkan kompetensi serta sinergitas dan kolaborasi dengan dunia industri.
Saat ini, kata Menaker, pihaknya sedang merumuskan grand design pelatihan vokasi nasional sebagai langkah strategis persiapan SDM Indonesia di era revolusi industri 4.0 dengan merevitalisasikan Balai Latihan Kerja (BLK) dan pembaharuan sertifikasi kompetensi.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pandu Baghaskoro mengatakan, penyiapan sarana dan kelengkapan untuk pendidikan vokasi, baik di perguruan tinggi maupun di SMK, penting dilakukan.
Selain itu, permasalahan kurikulum ini bisa diminimalisasikan dengan andil pemerintah daerah dalam penyusunan kurikulum pendidikan vokasi di wilayah masing-masing. Dengan adanya pemetaan yang baik di seluruh wilayah Indonesia, penyelenggaraan pendidikan vokasi di SMK bisa disesuaikan dengan kebutuhan domestik.
“Pemerintah daerahlah yang seharusnya memiliki kapasitas untuk menentukan hal-hal seperti ini, karena mereka pasti tahu betul keadaan industri dan ekonomi di wilayahnya,” ungkapnya. (Neneng Zubaidah)
Kebijakan ini bakal dilaksanakan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) dengan melakukan Program Revitalisasi Infrastruktur dan Dosen Politeknik. Program ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta anggaran Kemenristekdikti pada 2019 harus berkaitan dengan SDM.
“Tahap pertama yang direvitalisasi ialah semua dosen politeknik harus mendapat sertifikat kompetensi. Kalau dosen tidak dapat sertifikat kompetensi, ya bagaimana lulusannya,” kata Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir seusai menghadiri Hari Antikorupsi Se-dunia di Jakarta, kemarin.
Mantan Rektor Universitas Diponegoro ini mengatakan, sudah ada 800 dosen yang menjalani uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikat. Jumlah itu terbagi atas 350 dosen menjalani pelatihan di luar negeri dan 450 di dalam negeri. Jumlah dosen yang sudah menjalani proses uji kompetensi sertifikasi ini masih terbilang sedikit.
Sebab, kata Nasir, jumlah dosen politeknik ada di kisaran 10.000 hingga 12.000 dosen. Karena itu, tahun depan jumlah yang akan menjalani uji kompetensi sertifikasi terus ditambah.
“Nah, ini sisanya bagaimana, saya akan lakukan hal seperti itu. Kita akan ajukan anggaran berikutnya supaya masif,” kata guru besar akuntansi ini. Nasir menuturkan, tidak hanya dosen namun mahasiswa nya juga harus memiliki sertifikat selain memegang ijazah kelulusan.
Dia menjelaskan, sertifikat kompetensi ini sangat penting sekali jika memang mau bersaing dengan kebutuhan tenaga kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri. Selain SDM, laboratorium yang ada di politeknik juga harus di revitalisasi dengan penyesuaian yang dibutuhkan industri.
“Sehingga mahasiswa terbiasa mengerjakan apa yang biasa dilakukan industri,” katanya. Menristekdikti menjelaskan, lulusan perguruan tinggi ke depan memang harus disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri sehingga tidak menciptakan pengangguran baru.
Lalu untuk menghadapi revolusi industri 4.0, maka pemerintah ingin menciptakan para digital talent atau SDM yang mengusai perkembangan teknologi digital yang semakin pesat ini.
Sementara itu, Menaker M Hanif Dhakiri mendorong lembaga pendidikan bisa bersinergi dengan industri dalam menghadapi tantangan dan peluang menyambut revolusi industri 4.0. Pentingnya kerja sama kalangan kampus dengan industri disebabkan kunci dari keberhasilan investasi SDM adalah partisipasi industri.
“Semakin tinggi partisipasi industri, maka akan semakin tumbuh tingkat keberhasilan investasi SDM yang berhasil,” katanya. Hanif menjelaskan, dijadikannya tingkat pendidikan sebagai salah satu indikator bagi pekerja yang ikut bersaing memperoleh kesempatan bekerja, maka kualitas tenaga kerja Indonesia masih perlu diperbaiki.
Salah satu upaya menguatkan peran strategis dari lembaga pendidikan, yakni melalui pembelajaran langsung sehingga bisa meningkatkan kompetensi serta sinergitas dan kolaborasi dengan dunia industri.
Saat ini, kata Menaker, pihaknya sedang merumuskan grand design pelatihan vokasi nasional sebagai langkah strategis persiapan SDM Indonesia di era revolusi industri 4.0 dengan merevitalisasikan Balai Latihan Kerja (BLK) dan pembaharuan sertifikasi kompetensi.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pandu Baghaskoro mengatakan, penyiapan sarana dan kelengkapan untuk pendidikan vokasi, baik di perguruan tinggi maupun di SMK, penting dilakukan.
Selain itu, permasalahan kurikulum ini bisa diminimalisasikan dengan andil pemerintah daerah dalam penyusunan kurikulum pendidikan vokasi di wilayah masing-masing. Dengan adanya pemetaan yang baik di seluruh wilayah Indonesia, penyelenggaraan pendidikan vokasi di SMK bisa disesuaikan dengan kebutuhan domestik.
“Pemerintah daerahlah yang seharusnya memiliki kapasitas untuk menentukan hal-hal seperti ini, karena mereka pasti tahu betul keadaan industri dan ekonomi di wilayahnya,” ungkapnya. (Neneng Zubaidah)
(nfl)