Kemendikbud Sisir Ulang Guru Honorer
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akan menyisir kembali guru honorer yang ada di lapangan. Hal ini untuk memperjelas apakah guru honorer itu mengajar penuh di sekolah atau hanya guru sambilan.
Diketahui jumlah guru honorer di lapangan ada 736.000 orang. Namun untuk memastikan mereka benar-benar mengajar secara penuh di sekolah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan melakukan penyisiran ulang. “Sebanyak 736.000 itu (guru honorer) mereka riil di lapangan. Hanya akan kita susurin, siapa sih dia dan kerjanya seperti apa,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy saat rapat kerja dengan Komisi X DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Muhadjir menjelaskan, penyisiran ini penting sebab banyak guru honorer yang mengaku digaji Rp200.000. Sementara di lapangan, ujarnya, banyak ditemukan guru-guru honorer yang digaji Rp200.000 sebab memang mereka mengajar tidak penuh satu hari. Dalam artian, para guru ini hanya menjadikan profesi mendidik ini sebagai sambilan saja.
Menurut Mendikbud, memang ada guru honorer yang mengajar hanya satu mata pelajaran, di mana tidak ada guru pegawai negeri sipil yang mampu mengajar di bidang tersebut. Guru seperti itu, kata Mendikbud, sama saja dengan dosen luar biasa yang hanya mengajar satu mata kuliah seminggu dan sisanya dia bekerja di tempat lain. “Sehingga kalau dia mendapatkan upah seperti itu, bukan suatu hal istimewa,” ungkapnya.
Guru Besar Universitas Negeri Malang ini menjelaskan, penyisiran ini berguna bagi pemerintah untuk mendapatkan data guru honorer yang lebih valid, sehingga data ini bisa dijadikan pegangan pemerintah untuk menentukan kebijakan tentang guru khususnya honorer.
Mendikbud menyatakan pemerintah menginginkan persoalan guru honorer ini bisa tuntas, sehingga tahun depan pemerintah bisa membuat skema terkait guru yang lebih sistemik.
Dia menyampaikan, melihat kondisi guru yang setiap tahun ada yang pensiun maka tidak mungkin tiap tahun tidak mengangkat guru. Oleh karena itu, katanya, harus ada pengangkatan guru untuk mengganti pensiun, penambahan kapasitas kelas, unit sekolah baru, atau juga sebagai pengganti guru yang meninggal ataupun mengundurkan diri. “Kami akan usulkan adanya peraturan pemerintah yang mengatur tentang bagaimana mengangkat guru pengganti, atau perpres bagaimana daerah mengangkat guru pengganti pensiun, guru pengganti yang meninggal dunia, atau tambahan itu,” katanya.
Menurut Mendikbud, mata rantai pengangkatan guru honorer yang tidak terkontrol harus dihapus, sebab yang membuat kacau pada masalah guru adalah karena ketiadaan regulasi ketika pemerintah melakukan moratorium, lalu di sekolah banyak yang pensiun, maka tidak mungkin sekolah tidak mengangkat guru untuk mengisi kekosongan tersebut. Mata rantai ini dihapus dengan usaha menyiapkan rancangan perpres sehingga pengangkatan guru bisa tertangani dengan baik ke depannya.
Sementara ,itu Ketua Komisi X DPR Djoko Udjianto yang menjadi pimpinan rapat menyampaikan hasil kesimpulan raker kemarin. Komisi X dan pemerintah sepakat penyelesaian guru tenaga honorer kategori (THK)-II sejumlah 150.669 dan yang tidak lulus seleksi CPNS 2018 akan mengikuti seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). “Seleksi akan dilakukan melalui proses seleksi khusus dengan pengawasan yang ketat,” jelasnya.
Dia melanjutkan, kedua pihak juga sepakat menyelesaikan pengangkatan guru THK-II sebagai PPPK bagi yang telah memenuhi syarat kualifikasi S-1 sebelum Maret 2019. Hal ini mengacu pada PP No 49/2019 tentang Manajemen PPPK dan peraturan perundangan lainnya.
Politikus Partai Demokrat ini juga menyampaikan bahwa Komisi X dan pemerintah sepakat untuk guru honorer yang diangkat pada 1 Januari 2005 ini yang belum memenuhi persyaratan kualifikasi S-1 diberikan kesempatan untuk menjadi PPPK dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan lainnya.
Diketahui jumlah guru honorer di lapangan ada 736.000 orang. Namun untuk memastikan mereka benar-benar mengajar secara penuh di sekolah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan melakukan penyisiran ulang. “Sebanyak 736.000 itu (guru honorer) mereka riil di lapangan. Hanya akan kita susurin, siapa sih dia dan kerjanya seperti apa,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy saat rapat kerja dengan Komisi X DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Muhadjir menjelaskan, penyisiran ini penting sebab banyak guru honorer yang mengaku digaji Rp200.000. Sementara di lapangan, ujarnya, banyak ditemukan guru-guru honorer yang digaji Rp200.000 sebab memang mereka mengajar tidak penuh satu hari. Dalam artian, para guru ini hanya menjadikan profesi mendidik ini sebagai sambilan saja.
Menurut Mendikbud, memang ada guru honorer yang mengajar hanya satu mata pelajaran, di mana tidak ada guru pegawai negeri sipil yang mampu mengajar di bidang tersebut. Guru seperti itu, kata Mendikbud, sama saja dengan dosen luar biasa yang hanya mengajar satu mata kuliah seminggu dan sisanya dia bekerja di tempat lain. “Sehingga kalau dia mendapatkan upah seperti itu, bukan suatu hal istimewa,” ungkapnya.
Guru Besar Universitas Negeri Malang ini menjelaskan, penyisiran ini berguna bagi pemerintah untuk mendapatkan data guru honorer yang lebih valid, sehingga data ini bisa dijadikan pegangan pemerintah untuk menentukan kebijakan tentang guru khususnya honorer.
Mendikbud menyatakan pemerintah menginginkan persoalan guru honorer ini bisa tuntas, sehingga tahun depan pemerintah bisa membuat skema terkait guru yang lebih sistemik.
Dia menyampaikan, melihat kondisi guru yang setiap tahun ada yang pensiun maka tidak mungkin tiap tahun tidak mengangkat guru. Oleh karena itu, katanya, harus ada pengangkatan guru untuk mengganti pensiun, penambahan kapasitas kelas, unit sekolah baru, atau juga sebagai pengganti guru yang meninggal ataupun mengundurkan diri. “Kami akan usulkan adanya peraturan pemerintah yang mengatur tentang bagaimana mengangkat guru pengganti, atau perpres bagaimana daerah mengangkat guru pengganti pensiun, guru pengganti yang meninggal dunia, atau tambahan itu,” katanya.
Menurut Mendikbud, mata rantai pengangkatan guru honorer yang tidak terkontrol harus dihapus, sebab yang membuat kacau pada masalah guru adalah karena ketiadaan regulasi ketika pemerintah melakukan moratorium, lalu di sekolah banyak yang pensiun, maka tidak mungkin sekolah tidak mengangkat guru untuk mengisi kekosongan tersebut. Mata rantai ini dihapus dengan usaha menyiapkan rancangan perpres sehingga pengangkatan guru bisa tertangani dengan baik ke depannya.
Sementara ,itu Ketua Komisi X DPR Djoko Udjianto yang menjadi pimpinan rapat menyampaikan hasil kesimpulan raker kemarin. Komisi X dan pemerintah sepakat penyelesaian guru tenaga honorer kategori (THK)-II sejumlah 150.669 dan yang tidak lulus seleksi CPNS 2018 akan mengikuti seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). “Seleksi akan dilakukan melalui proses seleksi khusus dengan pengawasan yang ketat,” jelasnya.
Dia melanjutkan, kedua pihak juga sepakat menyelesaikan pengangkatan guru THK-II sebagai PPPK bagi yang telah memenuhi syarat kualifikasi S-1 sebelum Maret 2019. Hal ini mengacu pada PP No 49/2019 tentang Manajemen PPPK dan peraturan perundangan lainnya.
Politikus Partai Demokrat ini juga menyampaikan bahwa Komisi X dan pemerintah sepakat untuk guru honorer yang diangkat pada 1 Januari 2005 ini yang belum memenuhi persyaratan kualifikasi S-1 diberikan kesempatan untuk menjadi PPPK dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan lainnya.
(whb)